Mendagri Ingatkan Kepala Daerah Tak Pamer Kemewahan, Masyarakat Sedang Prihatin

Tito Karnavian, kepala daerah, Mendagri, flexing, affan kurniawan, Tak Pamer Kemewahan, Dampak Perilaku Flexing Pejabat, Mendagri Ingatkan Kepala Daerah Tak Pamer Kemewahan, Masyarakat Sedang Prihatin, Instruksi Lain untuk Jaga Kondusivitas, Dampak Perilaku Flexing Pejabat, Hormon Kebahagiaan dan Etika Kepemimpinan, Latar Belakang Demonstrasi

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta seluruh kepala daerah untuk tidak menggelar pesta mewah, baik dalam acara keluarga maupun kedinasan. 

Larangan itu disampaikan Tito menyusul demonstrasi besar pada akhir Agustus 2025.

“Tolong dijaga betul, termasuk acara pribadi. Ini momentum saat ini dan ke depannya, laksanakan (acara) secara sederhana,” kata Tito dalam konferensi pers di Kantor Kemendagri, Selasa (2/9/2025).

Selain pesta mewah, Tito juga menunda perjalanan ke luar negeri bagi para kepala daerah. Ia menekankan agar pejabat daerah tidak bergaya glamor agar tidak menimbulkan kemarahan publik.

“Ini masyarakat lagi prihatin, terus ada yang berpesta,” tegasnya.

Instruksi Lain untuk Jaga Kondusivitas

Tito juga meminta kepala daerah rutin menggelar rapat bersama forum komunikasi pimpinan daerah (Forkopimda), serta duduk bersama tokoh masyarakat. 

Kepala daerah diharapkan menggelar doa lintas agama untuk kedamaian, menjalankan program pro rakyat seperti pasar murah, bantuan sosial, hingga menghindari pamer kemewahan dalam bentuk resepsi pernikahan maupun ulang tahun.

Dampak Perilaku Flexing Pejabat

Dilansir Antaranews, Psikolog Universitas Gadjah Mada, Novi Poespita Candra, menilai fenomena pejabat yang gemar pamer harta atau flexing bisa menurunkan kepekaan sosial.

“Dampak perilaku itu bagi diri mereka sendiri menyebabkan kecanduan jika dilakukan terus menerus dan lupa dengan kepekaan sosial,” ujarnya, Senin (1/9/2025).

Menurut Novi, pencapaian tertinggi pejabat semestinya tidak hanya soal materi, melainkan spiritualitas dalam melayani masyarakat.

Ia menilai kebiasaan memamerkan kekayaan kerap menjadi sarana pejabat menunjukkan eksistensi diri.

“Ada penelitian yang menemukan bahwa manusia yang senang berbelanja dan menunjukkan kekayaannya adalah salah satu cara memunculkan rasa senang dan kepuasan,” tutur Novi.

Hormon Kebahagiaan dan Etika Kepemimpinan

Novi menjelaskan, manusia membutuhkan keseimbangan empat hormon kebahagiaan, yakni dopamin (pengakuan), oksitosin (penerimaan), serotonin (kebermaknaan), dan endorfin (kegembiraan). 

Namun, pejabat yang gemar flexing cenderung hanya mengejar dopamin.  “Ada yang taunya hanya mengejar capaian dan pengakuan saja. Nah pejabat yang memamerkan materinya merasa bahwa itu adalah capaiannya yang patut dibanggakan,” jelasnya.

Ia menekankan bahwa pejabat perlu membangun kapasitas intelektual tinggi agar perilaku mereka berlandaskan etika, bukan sekadar nafsu atau emosi.

“Untuk membangun nalar etika dibutuhkan kompetensi belajar terus menerus, keberpikiran tingkat tinggi sehingga sebelum berperilaku tertentu mereka mampu berpikir dampak bagi masyarakatnya,” kata Novi.

Latar Belakang Demonstrasi

Gelombang demonstrasi pada akhir Agustus 2025 dipicu kekecewaan publik terhadap kenaikan pendapatan anggota DPR-RI di tengah kondisi ekonomi lesu. 

Situasi kian memanas setelah seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, meninggal dunia usai terlindas kendaraan taktis Brimob saat massa berhamburan.

Dalam video amatir yang beredar, mobil rantis bertuliskan Brimob melaju kencang hingga menabrak pengendara ojol yang tengah berusaha menyelamatkan diri.

Kejadian itu membuat massa kembali mengepung kendaraan.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyampaikan permintaan maaf dan menyesali insiden tersebut.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul . 

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com.