Greenpeace soal Izin Tambang Nikel di Raja Ampat: Sudah Jelas Melanggar, Tidak Berani Mencabut?

Bahlil Lahadalia, Raja Ampat, raja ampat, tambang nikel di raja ampat, kerusakan lingkungan raja ampat, Greenpeace soal Izin Tambang Nikel di Raja Ampat: Sudah Jelas Melanggar, Tidak Berani Mencabut?, Greenpeace Desak Pencabutan Izin Tambang, Dampak Nyata: Terumbu Karang Mati, Pesisir Tercemar, Bahlil Klaim Akan Evaluasi, Evaluasi KLH Ungkap Pelanggaran, Pulau-Pulau Kecil Raja Ampat di Ambang Krisis

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, untuk menghentikan sementara operasi tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, dinilai Greenpeace Indonesia sebagai manuver politik yang tidak menyentuh akar masalah.

Langkah tersebut diumumkan Bahlil pada Kamis (5/6/2025), dengan alasan perlunya verifikasi lapangan atas dampak pertambangan terhadap lingkungan dan kearifan lokal.

Namun, Greenpeace menyebut keputusan itu sebagai upaya menenangkan protes publik tanpa menyelesaikan pelanggaran hukum yang terjadi sejak awal izin diberikan.

Greenpeace Desak Pencabutan Izin Tambang

Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, menegaskan bahwa aktivitas tambang nikel di Kepulauan Raja Ampat sejak awal telah melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

“Ketika IUP itu diterbitkan saja sudah melanggar aturan, harusnya saat mengajukan (izin) tidak diproses oleh pemerintah,” kata Iqbal, dilansir dari BBC, Sabtu (7/6/2025).

Menurutnya, penghentian sementara tidak cukup. Pemerintah seharusnya mencabut seluruh izin tambang nikel di wilayah tersebut.

“Kami menganggap ini cuma sekadar upaya pemerintah untuk meredam isu sementara waktu, tanpa mau melakukan peninjauan secara menyeluruh,” tegasnya.

“Padahal kan sudah jelas (penerbitan IUP) itu melanggar UU. Kenapa sih tidak berani mencabut?”

Dampak Nyata: Terumbu Karang Mati, Pesisir Tercemar

Greenpeace menyoroti dampak lingkungan dari tambang nikel di empat pulau kecil, yaitu Pulau Gag, Kawe, Manuran, dan Batang Pele.

Sedimentasi akibat pembukaan lahan menyebabkan limpasan lumpur ke wilayah pesisir, yang mengakibatkan matinya terumbu karang.

“Karang-karang ini banyak yang mati,” ujar Iqbal.

“Di Pulau Gag sendiri kami melihat banyak terumbu karang sudah mati atau terganggu. Yang paling terlihat kasat mata adalah pembukaan lahan, deforestasi, dan limpasan lumpur ke wilayah pesisir,” kata dia menambahkan.

Bahlil Klaim Akan Evaluasi

Sementara itu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan pihaknya telah menghentikan sementara aktivitas PT Gag Nikel dan akan melakukan verifikasi lapangan.

“Agar tidak terjadi kesimpangsiuran maka kami sudah memutuskan lewat Ditjen Minerba... untuk sementara kita hentikan operasinya sampai dengan verifikasi lapangan,” ujarnya di Jakarta.

Ia mengklaim tambang berada 30-40 kilometer dari destinasi wisata Piaynemo dan tidak mencemari kawasan konservasi.

Namun, Greenpeace menyangsikan klaim tersebut karena telah melihat langsung kerusakan ekosistem pesisir dan hutan tropis di sekitar tambang.

Evaluasi KLH Ungkap Pelanggaran

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) juga melakukan inspeksi pada akhir Mei 2025 dan menemukan pelanggaran berat pada empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat.

Beberapa perusahaan, termasuk PT Gag Nikel dan PT Anugerah Surya Pratama, disebut melakukan aktivitas tanpa pengelolaan limbah yang memadai.

“Penambangan di pulau kecil adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip keadilan antargenerasi,” ujar Menteri Hanif Faisol Nurofiq.

Pulau-Pulau Kecil Raja Ampat di Ambang Krisis

Greenpeace memperingatkan bahwa dampak tambang di pulau kecil bukan sekadar pada kerusakan ekosistem, melainkan juga ancaman hilangnya pulau-pulau itu sendiri.

“Ada kemungkinan pulaunya hilang, karena pulau-pulau di sana enggak sampai ratusan hektare luasannya,” kata Iqbal.

Ia juga menambahkan bahwa reklamasi tidak realistis di wilayah kecil seperti itu karena angin kencang dan pencemaran logam berat membuat tanaman sulit tumbuh kembali.

Sumber: BBC.