Ini Lima Perusahaan Tambang yang Kantongi Izin Beroperasi di Raja Ampat, Papua Barat Daya

Raja Ampat, Nikel, raja ampat, nikel, perusahaan nikel, Tambang Nikel, Tambang Nikel Ancam Raja Ampat, tambang nikel di kawasan konservasi Raja Ampat, Ini Lima Perusahaan Tambang yang Kantongi Izin Beroperasi di Raja Ampat, Papua Barat Daya, 1. PT Gag Nikel – Pulau Gag, 2. PT Anugerah Surya Pratama – Pulau Manuran, 3. PT Mulia Raymond Perkasa – Pulau Batang Pele, 4. PT Kawei Sejahtera Mining – Pulau Kawe, 5. PT Nurham – Pulau Waigeo

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merilis daftar lima perusahaan tambang yang telah mengantongi izin resmi untuk beroperasi di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Kelima perusahaan ini mengincar potensi mineral di lima pulau utama: Pulau Gag, Pulau Manuran, Pulau Batang Pele, Pulau Kawe, dan Pulau Waigeo.

Informasi tersebut disampaikan dalam keterangan resmi Kementerian ESDM yang diterima di Raja Ampat, Minggu (8/6/2025).

1. PT Gag Nikel – Pulau Gag

Perusahaan tambang PT Gag Nikel tercatat sebagai pemegang Kontrak Karya (KK) Generasi VII dengan total luas wilayah operasi mencapai 13.136 hektar di Pulau Gag.

Perusahaan ini telah memasuki tahap Operasi Produksi berdasarkan Surat Keputusan Menteri ESDM No. 430.K/30/DJB/2017 yang berlaku hingga 30 November 2047.

Dari sisi lingkungan, PT Gag Nikel telah melengkapi dokumen AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) sejak 2014. Adendum AMDAL diterbitkan pada 2022, dan Adendum AMDAL Tipe A disahkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2023.

Perusahaan juga telah mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) sejak tahun 2015 dan 2018, serta Penataan Areal Kerja (PAK) pada 2020. Hingga 2025, luas bukaan tambang tercatat sebesar 187,87 hektar, dengan 135,45 hektar telah direklamasi.

Meski demikian, PT Gag Nikel belum membuang air limbah tambang karena masih menunggu terbitnya Sertifikat Laik Operasi (SLO).

2. PT Anugerah Surya Pratama – Pulau Manuran

PT Anugerah Surya Pratama (ASP) beroperasi di Pulau Manuran dengan mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi dari Menteri ESDM berdasarkan SK No. 91201051135050013 yang berlaku mulai 7 Januari 2024 hingga 7 Januari 2034.

Wilayah tambang PT ASP seluas 1.173 hektar, dan dari sisi lingkungan perusahaan telah memiliki dokumen AMDAL dan UKL-UPL sejak tahun 2006 yang diterbitkan oleh Bupati Raja Ampat.

3. PT Mulia Raymond Perkasa – Pulau Batang Pele

Berbeda dari dua perusahaan sebelumnya yang mengantongi izin dari pemerintah pusat, PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) merupakan pemegang IUP yang diterbitkan oleh Bupati Raja Ampat melalui SK No. 153.A Tahun 2013.

Izin berlaku selama 20 tahun hingga 26 Februari 2033 dan mencakup area seluas 2.193 hektar di Pulau Batang Pele.

Hingga kini, kegiatan perusahaan masih dalam tahap eksplorasi (pengeboran) dan belum memiliki dokumen lingkungan maupun persetujuan lingkungan dari pemerintah daerah.

4. PT Kawei Sejahtera Mining – Pulau Kawe

PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) memiliki izin pertambangan dari pemerintah daerah berdasarkan SK Bupati No. 290 Tahun 2013, dengan masa berlaku hingga tahun 2033. Luas wilayah operasinya mencapai 5.922 hektar di Pulau Kawe.

Perusahaan tambang ini telah mengantongi IPPKH berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2022. Meskipun kegiatan produksi sempat dilakukan sejak 2023, saat ini tidak ada aktivitas produksi yang berlangsung.

5. PT Nurham – Pulau Waigeo

Perusahaan terakhir yang terdaftar adalah PT Nurham, pemegang IUP berdasarkan SK Bupati Raja Ampat No. 8/1/IUP/PMDN/2025 dengan izin berlaku hingga 2033. Wilayah operasinya seluas 3.000 hektar terletak di Pulau Waigeo.

Perusahaan ini telah memperoleh persetujuan lingkungan dari Pemerintah Kabupaten Raja Ampat sejak 2013, namun hingga saat ini belum memulai aktivitas produksi.

Kekhawatiran Lingkungan di Tengah Aktivitas Tambang

Keberadaan perusahaan tambang di Raja Ampat terus menjadi sorotan, mengingat wilayah ini dikenal sebagai salah satu kawasan dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia.

Operasi tambang di lima pulau tersebut dikhawatirkan berpotensi menimbulkan dampak lingkungan serius jika tidak diawasi secara ketat.

Kementerian ESDM menegaskan bahwa seluruh perusahaan tambang wajib memenuhi persyaratan lingkungan, teknis, dan legalitas, termasuk pengelolaan limbah dan reklamasi pasca-tambang.