Polemik Penambangan Nikel di Raja Ampat: Suara Warga dan Fakta Sejarahnya

penambangan nikel, penambangan nikel di raja ampat, penambangan nikel di Pulau Gag, polemik penambangan nikel di raja ampat, sejarah penambangan nikel di raja ampat, Polemik Penambangan Nikel di Raja Ampat: Suara Warga dan Fakta Sejarahnya

RAJA AMPAT, KOMPAS.com – Aktivitas pertambangan nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, kembali menjadi sorotan seiring mencuatnya isu pencemaran lingkungan.

Namun, mayoritas masyarakat setempat menyatakan keberatan jika perusahaan tambang ditutup.

Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam, mengungkapkan bahwa warga Pulau Gag secara umum menolak rencana penutupan tambang karena bergantung pada perusahaan sebagai sumber mata pencaharian.

Hal itu disampaikannya usai kunjungan Menteri ESDM dan Gubernur Papua Barat Daya ke lokasi.

“Saya dapat pesan dari masyarakat Pulau Gag Nikel untuk sampaikan kepada Bapak Menteri Bahlil, mereka tidak mau Pak Menteri tutup tambang. Itu yang masyarakat inginkan,” kata Orideko di Sorong, dikutip , Senin (9/6/2025).

Orideko juga menegaskan, berdasarkan hasil pemantauan langsung di lapangan, tidak ditemukan pencemaran lingkungan laut di sekitar wilayah tambang seperti yang ramai diberitakan di media sosial.

“Jadi informasi yang beredar kita pantau langsung. Ternyata tidak ada pencemaran lingkungan seperti yang beredar di medsos. Saya apresiasi dengan PT Gag Nikel yang terus melakukan pengawasan melalui amdal agar tidak ditemukan bermasalah ke depan,” katanya lagi.

Aktivitas pariwisata di Raja Ampat

penambangan nikel, penambangan nikel di raja ampat, penambangan nikel di Pulau Gag, polemik penambangan nikel di raja ampat, sejarah penambangan nikel di raja ampat, Polemik Penambangan Nikel di Raja Ampat: Suara Warga dan Fakta Sejarahnya

Meskipun isu ini mendapat perhatian luas secara global, aktivitas pariwisata di Raja Ampat disebut masih berjalan normal.

Orideko mengajak seluruh masyarakat untuk menjaga citra pariwisata dan tidak menyebarkan informasi negatif yang tidak terverifikasi.

“Kita harus jaga Raja Ampat bersama-sama, lalu kita promosi yang baik. Jangan ada negatif atau berita hoaks. Kita juga ke depan akan selalu jaga daerah wisata kita jangan ada pencemaran,” tutupnya.

Jejak Panjang Tambang Nikel di Pulau Gag

Sejarah panjang tambang nikel di Pulau Gag mencerminkan besarnya potensi mineral di wilayah tersebut.

Peneliti Pusat Riset Arkeologi Lingkungan BRIN, Hari Suroto, menjelaskan bahwa eksplorasi nikel di Pulau Gag sudah dimulai sejak era kolonial Belanda.

“Sejak 1920 hingga 1958, Belanda mengeksplorasi kandungan nikel Pulau Gag. Saat angkat kaki, perusahaan tambang Belanda itu dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia,” jelasnya, dikutip , Minggu (8/6/2025).

Setelahnya, PT Pacific Nickel Indonesia yang bermodal Amerika mengambil alih operasional antara 1960 hingga 1982.

Kolaborasi antara PT Antam dan perusahaan asing pun terjadi beberapa kali hingga akhirnya melahirkan PT Gag Nikel pada akhir 1990-an.

“Pada 1998 PT Gag Nikel mendapatkan kontrak karya generasi VII dari pemerintah Indonesia. Namun, pada 1999 eksplorasi dihentikan menyusul terbitnya UU No 41 Tahun 1999 dan isu penetapan Pulau Gag sebagai hutan lindung,” paparnya.

Meski sempat terhenti, sejak 2003 PT Gag Nikel kembali beroperasi dengan luas izin eksplorasi 9.500 hektar.

Hingga kini, cadangan nikel yang telah teridentifikasi di Pulau Gag mencapai 171 juta wet metric ton (wmt).

Kekayaan alam dan kehidupan masyarakat Pulau Gag

penambangan nikel, penambangan nikel di raja ampat, penambangan nikel di Pulau Gag, polemik penambangan nikel di raja ampat, sejarah penambangan nikel di raja ampat, Polemik Penambangan Nikel di Raja Ampat: Suara Warga dan Fakta Sejarahnya

Direksi PT Gag Nikel, Aji Priyo Anggoro mengambil gambar di lokasi terbuka penambangan yang sementara berhenti beroperasi di Pulau Gag Distrik Waigeo Barat Kepulauan Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, Minggu (8/6/2025). PT Gag Nikel memastikan bahwa operasional pertambangan dijalankan sesuai prinsip pertambangan berkelanjutan dan kaidah lingkungan hidup yang berlaku dengan melakukan upaya reklamasi pasca penambangan serta pengolahan limbah yang telah melalui uji baku mutu sehingga tidak menimbulkan dampak ekologis.

Selain kaya akan nikel, Pulau Gag juga dikenal dengan bentang alamnya yang indah serta hasil laut yang melimpah.

Menurut Hari, penduduk setempat umumnya bekerja sebagai nelayan, pekebun, pembuat kopra, dan penokok sagu.

“Perairan di sekitar Pulau Gag berlimpah hasil laut seperti ikan tuna, kembung, bobara, hiu, udang, dan lobster,” ungkap dia.

Hasil laut dan kebun umumnya dikonsumsi sendiri, dan jika ada lebih dijual ke warga lain atau pengepul dari Sorong.

Aktivitas berkebun dilakukan di lembah-lembah subur, sedangkan sagu diambil dari rawa-rawa daratan.

“Pohon kelapa banyak tumbuh di pesisir Pulau Gag, dimanfaatkan masyarakat untuk memproduksi kopra,” tambahnya.

Nama Pulau Gag sendiri diyakini berasal dari sebutan masyarakat terhadap hewan laut bernilai ekonomi tinggi, yakni teripang, yang banyak ditemukan saat pertama kali leluhur mereka menjejakkan kaki di sana.

Dengan cadangan nikel yang besar dan kekayaan alam lainnya, Pulau Gag kini berada di persimpangan antara pelestarian dan eksploitasi.

Pemerintah dan masyarakat pun dihadapkan pada tantangan menjaga keseimbangan lingkungan sekaligus mempertahankan roda ekonomi lokal.