Pangeran Diponegoro Disebut Penganut Tarekat, Ini Fakta Sejarahnya

— Pangeran Diponegoro dikenal sebagai pahlawan nasional yang memimpin Perang Jawa (1825–1830) melawan Belanda.
Namun, di balik ketokohannya sebagai panglima perang, Pangeran Diponegoro ternyata juga dikenal sebagai seorang santri dan penganut tarekat.
Hal itu diungkapkan Rois ‘Ali Idarah Aliyyah Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyah (JATMAN), KH Achmad Chalwani Nawawi, saat memberikan taushiyah dalam Pelantikan dan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I Idarah Aliyyah JATMAN Masa Khidmah 2025–2030 di Pondok Pesantren An-Nawawi, Berjan, Kabupaten Purworejo, Senin (7/7/2025).
Lantas benarkah Pangeran Diponegoro penganut tarekat dan apa saja bukti sejarahnya? Berikut ulasannya.
Latar Belakang Sosok Pangeran Diponegoro
Pangeran Diponegoro, yang lahir dengan nama Bendara Raden Mas Mustahar atau Raden Mas Ontowiryo pada 11 November 1785, adalah putra Sri Sultan Hamengkubuwono III dari Keraton Ngayogyakarta.
Sejak kecil, ia diasuh oleh nenek buyutnya, Ratu Ageng, di Tegalrejo, jauh dari gemerlap keraton.
Di sana, ia tumbuh dengan pendidikan agama yang kuat dan kedekatan dengan rakyat kecil.
Sejak muda, Diponegoro sudah dikenal cerdas dan mahir dalam hukum Islam-Jawa.
Saat dewasa, ia memilih tinggal di Tegalrejo bersama sang eyang dibandingkan terlibat dalam urusan politik keraton, yang kala itu mulai dipengaruhi budaya Barat dan intervensi Belanda.
Jejak Pendidikan dan Hubungan Pangeran Diponegoro dengan Tarekat
Menurut KH Achmad Chalwani Nawawi, Pangeran Diponegoro bukan hanya bangsawan, tapi juga seorang santri tarekat.
Ia diketahui mondok dan belajar agama di beberapa pesantren ternama, seperti:
- KH Hasan Besari, Tegalsari, Ponorogo
- KH Baidlowi, Bagelen, Purworejo (belajar Tafsir Jalalain)
- KH Nur Muhammad, Ngadiwongso, Salaman, Magelang (belajar ilmu hikmah)
- Kiai Taftazani, Kertosuro (belajar Tarekat Syattariyah)
Bahkan, nama lengkap Pangeran Diponegoro disebut mencerminkan kedalaman spiritualnya, yakni Kyai Haji Kanjeng Bendoro Raden Mas Ontowiryo Abdul Hamid Mustahar Herucokro Senopati Ing Alogo Sayyidin Pranotogomo Amirul Mukminin Khalifatullah Tanah Jawi Pangeran Diponegoro Pahlawan Goa Selarong.
Perjuangan Pangeran Diponegoro di Perang Jawa yang Didukung Spiritualitas
Perang Diponegoro meletus pada 20 Juli 1825, dipicu pemasangan patok oleh Belanda di makam leluhur Diponegoro.
Dengan kekuatan spiritual dan dukungan rakyat serta ulama, Diponegoro memimpin perlawanan besar yang menyebar ke Pacitan, Kedu, dan wilayah lain.
Perjuangan Diponegoro bukan sekadar fisik, tapi juga spiritual.
Ia dikenal sebagai ahli zikir, pengamal tarekat, dan bermazhab Syafi’i.
Diketahui, selama masa perang, Belanda menderita kerugian besar, yakni lebih dari 14.000 tentaranya tewas, dan keuangan kolonial nyaris bangkrut.
“Yang paling berani menantang Belanda adalah santri yang sudah tarekat. Ada santri lahir di Desa Tegalrejo, Yogyakarta, santri tadi bernama Ontowiryo (nama kecil Pangeran Diponegoro),” kata KH Achmad Chalwani Nawawi.
Bukti-Bukti Peninggalan Spiritual Pangeran Diponegoro
Pangeran Diponegoro meninggalkan tiga warisan utama yang menunjukkan kedalaman religiusnya:
- Al-Quran — sebagai simbol komitmen sebagai Muslim.
- Tasbih — menunjukkan ia ahli zikir dan pengamal tarekat.
- Kitab Fatkhul Qorib — rujukan fikih Mazhab Syafi’i yang ia anut.
Profesor Salim Said, guru besar ilmu pertahanan, juga menyebut Diponegoro sebagai tokoh tarekat dalam catatan akademisnya.
Jejak Spiritual Pangeran Diponegoro di Tegalrejo
Di Tegalrejo, Yogyakarta, tempat masa kecil dan pusat perlawanan Pangeran Diponegoro, kini berdiri Museum Monumen Diponegoro.
Museum itu didirikan di bekas kediaman Pangeran Diponegoro semasa kecil bersama nenek buyutnya, Ratu Ageng atau Permaisuri Sultan Hamengku Buwana I.
Museum ini menyimpan 413 koleksi, mulai dari senjata, perhiasan, hingga benda rumah tangga.
Salah satu yang ikonik adalah Tembok Jebol, yaitu tembok yang dipercaya sebagai jalur pelarian Diponegoro saat dikepung Belanda pada 20 Juli 1825.
Di Tegalrejo pula, Pangeran Diponegoro disebutkan berkenalan dengan dua aliran tarekat, yakni Tarekat Syattariyah dan Naqsabandiyah.
Dalam buku Sejarah Tasawuf dan Tarekat: Telusur Tokoh dan Ajarannya karya Dr. Asep Achmad Hidayat M.Ag. CEHS, disebutkan bahwa Pangeran Diponegoro menganut Tarekat Syattariyah dan Naqsabandiyah setelah tinggal dan bergaul dengan santri di Tegalrejo.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pangeran Diponegoro, KH Hasyim Asy'ari, dan Gus Dur Disebut Penganut Tarekat" dan tegalrejokec.jogjakota.go.id.