Akio Toyoda Kembali Serang EV, Tapi Jawaban China Bikin Dunia Terdiam!
Akio Toyoda kembali kritik EV, klaimnya dibantah data dari China. Emisi EV lebih rendah?

Akio Toyoda, sang nahkoda Toyota, kembali membuat gelombang kontroversi di dunia otomotif. Kali ini, sasarannya adalah kendaraan listrik (EV) yang selama ini digadang-gadang sebagai solusi ramah lingkungan. Toyoda tanpa ragu mempertanyakan klaim tersebut, memicu reaksi keras, terutama dari pihak China.
"Elektrifikasi tak serta merta berarti ramah lingkungan," ujar Toyoda dalam sebuah wawancara, seperti dikutip dari Carscoops. Ia menambahkan, jika produksi dan konsumsi mobil listrik dilakukan di negara yang masih mengandalkan pembangkit listrik berbahan bakar fosil, total emisi karbon justru bisa meningkat.
Pernyataan ini bukan isapan jempol belaka. Toyoda mengklaim bahwa emisi dari 9 juta EV setara dengan emisi dari 27 juta mobil hybrid. Namun, benarkah demikian? Mari kita selami lebih dalam.
Klaim Akio Toyoda Soal Emisi EV yang Bikin Geger
Akio Toyoda memang bukan orang baru dalam mengkritisi EV. Ia berpendapat bahwa produksi dan penggunaan EV, terutama di negara-negara yang masih bergantung pada energi fosil untuk pembangkit listrik, justru dapat meningkatkan emisi karbon dibandingkan dengan mobil hybrid. Klaimnya didasarkan pada perhitungan bahwa emisi dari 9 juta EV setara dengan emisi dari 27 juta mobil hybrid. Ia juga menyoroti jejak karbon yang besar dari proses produksi baterai EV.
Namun, klaim ini menuai banyak kritik. Banyak pihak yang menilai bahwa Toyoda mengabaikan tren dekarbonisasi jaringan listrik yang sedang berlangsung di banyak negara.
Lantas, bagaimana dengan fakta sebenarnya? Apakah EV benar-benar seburuk yang dikatakan Toyoda?
Jawaban Menohok dari China
Pihak China tak tinggal diam mendengar tudingan tersebut. Lembaga-lembaga penelitian di China, seperti Pusat Penelitian & Teknologi Otomotif China (CATARC) dan Universitas Tsinghua, memberikan data dan penelitian yang menunjukkan sebaliknya.
Studi Universitas Tsinghua tahun 2022 menemukan bahwa kendaraan listrik mengeluarkan emisi CO₂ 20–30% lebih sedikit selama masa pakainya di China, bahkan dengan memperhitungkan campuran tenaga listrik yang banyak menggunakan batu bara di negara tersebut.
Data CATARC juga mendukung hal ini: kendaraan listrik kompak di Tiongkok mengeluarkan emisi sekitar 118g CO₂/km selama masa pakainya dibandingkan dengan 163g untuk kendaraan yang setara dengan bensin. Data ini seolah menjadi tamparan keras bagi klaim Toyoda.
Perkembangan Energi Terbarukan di China
Salah satu poin penting yang seringkali luput dari perhatian adalah perkembangan pesat energi terbarukan di China. Jaringan listrik China sedang mengalami perbaikan dengan cepat, dengan sumber-sumber nonfosil melampaui 40% pada tahun 2024 dan diproyeksikan mencapai lebih dari 50% pada tahun 2030.
Artinya, semakin banyak EV di China yang diisi dayanya dengan energi bersih, sehingga mengurangi jejak karbon secara signifikan.
Hal ini menunjukkan bahwa klaim Toyoda mungkin tidak berlaku secara universal dan sangat bergantung pada konteks infrastruktur energi masing-masing negara.
Emisi Produksi Baterai EV
Memang benar bahwa produksi baterai EV menghasilkan emisi karbon yang cukup besar. Namun, industri baterai terus berinovasi untuk mengurangi dampak lingkungan ini.
CATL dan BYD meningkatkan penggunaan bahan kimia bebas kobalt dan nikel seperti LFP dan LMFP, sehingga mengurangi emisi terkait baterai di China. CATARC memperkirakan intensitas karbon baterai turun hampir 15% antara tahun 2020 dan 2024.
Selain itu, teknologi daur ulang baterai juga semakin berkembang, sehingga memungkinkan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan baku baru dan meminimalkan limbah.
EV Tetap Jadi Pilihan Terbaik
Secara global, studi Nature tahun 2022 menemukan bahwa EV adalah pilihan dengan emisi terendah di lebih dari 95% wilayah. Meskipun BEV memiliki emisi produksi yang lebih tinggi sekitar 11–14 ton CO₂ vs. 6–9 ton untuk hibrida atau ICE kendaraan ini dengan cepat mengimbanginya.
Penelitian Laboratorium Nasional Argonne menunjukkan bahwa EV "mencapai titik impas" karbon setelah sekitar 31.000 hingga 45.000 km. Setelah itu, emisi seumur hidup tetap jauh lebih rendah. Data MIT dan EPA mengonfirmasi tren ini, bahkan di wilayah dengan daya yang relatif kotor.
Jadi, meskipun ada tantangan yang perlu diatasi, EV tetap menjadi pilihan yang lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan kendaraan konvensional.