Eks Hakim MK Sebut Putusan Inkrah adalah Kebenaran dan Mengikat di Sidang Hasto

Eks Hakim MK Sebut Putusan Inkrah adalah Kebenaran dan Mengikat di Sidang Hasto

Eks Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Maruarar Siahaan mengingatkan semua hal yang tertera pada putusan yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah merupakan suatu kebenaran. Hal tersebut, kata Maruarar, harus ditindaklanjuti sesuai dengan asas Res Judicata Pro Veritate Habetur.

Demikian disampaikan Maruarar saat menjadi ahli dalam sidang kasus dugaan suap pengurusan PAW anggota DPR RI 2019–2024 dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto.

Mulanya, kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy menyinggung soal asas kepastian hukum. Ia kemudian meminta Maruarar menerangkan soal asas Res Judicata Pro Veritate Habetur.

"Saudara ahli, bahwa saya ingin menanyakan dari pandangan ahli, bahwa mengenai asas Res Judicata Pro Veritate Habetur, putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dianggap benar dan mengikat. Bisa saudara ahli sedikit jelaskan?" tanya Ronny dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/6).

"Res Judicata artinya bahwa putusan yang sudah berkekuatan, asas Res Judicata Pro Veritate Habetur, itu putusan isinya itu adalah dianggap kebenaran," jawab Maruarar.

Ia menegaskan, pada asas tersebut semua isi yang ada pada putusan inkrah disebut sebagai kebenaran. Sehingga, menurut Maruarar, tak boleh dipermasalahkan di kemudian hari.

"Sejauh mana putusan itu dianggap kebenaran? Tentu menyangkut semua isi yang ada di situ, menyangkut juga semua diktumnya, tapi juga menyangkut fakta-fakta yang ada di dalam putusan itu," jelas dia.

"Dia menjadi suatu dianggap kebenaran, tidak boleh lagi dipersoalkan ketika ada di kemudian hari, ada sesuatu masalah yang menyebabkan itu akan diangkat kembali," lanjut Maruarar.

Menurutnya, asas Res Judicata itu juga mengikat kepada seluruh pihak yang disebutkan dalam perkara yang telah inkrah. Misalnya dalam putusan pidana, yakni terdakwa, penyelidik, penyidik, penuntut umun, hingga negara.

"Saya kira akan mengikat, dan Res Judicata termasuk atau seluruh isinya, diktumnya, data-datanya itu harus diterima sebagai kebenaran. Itu yang saya pahami tentang Res Judicata yang juga dipegang teguh dalam jurisprudensi Mahkamah HAM eropa juga," pungkasnya.

Dalam kasus ini, Hasto didakwa bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah; Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu Setiawan.

Uang itu diberikan agar Wahyu Setiawan mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan PAW Caleg DPR RI terpilih Dapil Sumatera Selatan I atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

Selain itu, Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun Masiku, melalui Nur Hasan, untuk merendam handphone milik Harun ke dalam air setelah operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Wahyu Setiawan.

Tak hanya handphone milik Harun Masiku, Hasto juga disebut memerintahkan stafnya bernama Kusnadi, untuk menenggelamkan handphone sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK. (Pon)