Skandal Telepon Guncang Pemerintahan PM Thailand Paetongtarn Shinawatra

Paetongtarn Shinawatra, PM Thailand, Militer Thailand, Skandal Telepon Guncang Pemerintahan PM Thailand Paetongtarn Shinawatra, Isi Rekaman PM Thailand, skandal telepon PM Thailand, Skandal Telepon Guncang Pemerintahan PM Thailand Paetongtarn Shinawatra, Isi Rekaman PM Thailand: Kritik Militer dan Upaya Damai, Koalisi Retak, Posisi PM Thailand Melemah, PM Thailand Minta Maaf, Serukan Persatuan, Tekanan Politik dan Opsi Mundur PM Thailand, Bayang-Bayang Thaksin Shinawatra 

Pemerintahan Perdana Menteri (PM) Thailand Paetongtarn Shinawatra terguncang hebat menyusul bocornya rekaman percakapan telepon dirinya dengan mantan pemimpin Kamboja, Hun Sen. 

Rekaman yang beredar pada Rabu (18/6/2025) ini memicu kehebohan politik dan menjadi pemicu utama keluarnya Partai Bhumjaithai dari koalisi pemerintahan.

Paetongtarn, yang baru menjabat selama 10 bulan, kini menghadapi tekanan besar untuk mundur dari jabatannya. 

Skandal tersebut memperparah kondisi politik Thailand yang sebelumnya telah dilanda kelesuan ekonomi dan sengketa wilayah dengan Kamboja.

Isi Rekaman PM Thailand: Kritik Militer dan Upaya Damai

Rekaman bertanggal (15/06/2025) memperdengarkan suara Paetongtarn mendesak Hun Sen untuk menyelesaikan konflik perbatasan secara damai. 

PM Thailand yang terpilih di usia 37 tahun  ini  juga terdengar meminta Hun Sen agar tidak mendengarkan “pihak lain” dari Thailand, termasuk seorang jenderal militer yang disebutnya hanya ingin “terlihat keren”.

Pernyataan tersebut memicu kemarahan sejumlah pihak karena dianggap merusak wibawa militer dan mencoreng kedaulatan nasional. 

Dalam klarifikasinya, Paetongtarn mengatakan bahwa ucapannya merupakan bagian dari strategi negosiasi dan menegaskan bahwa tidak ada masalah dengan pihak militer.

Koalisi Retak, Posisi PM Thailand Melemah

Beberapa jam setelah rekaman tersebut beredar, Partai Bhumjaithai—mitra utama kedua dalam koalisi—mengumumkan penarikan dukungan dari pemerintahan. 

Langkah tersebut disusul partai lainnya, seperti United Thai Nation (UTN), Chart Thai Pattana, dan Partai Demokrat dijadwalkan menggelar rapat untuk menentukan sikap.

Jika dua partai tambahan menarik diri, Paetongtarn akan memimpin pemerintahan minoritas yang secara praktis tidak dapat bertahan. 

Hingga Kamis pagi, Paetongtarn belum memberikan pernyataan langsung, namun ia terlihat memasuki kantor pemerintahan dengan penjagaan ketat aparat.

PM Thailand Minta Maaf, Serukan Persatuan

Menanggapi krisis yang terjadi, Paetongtarn menggelar pertemuan darurat dengan pejabat keamanan tertinggi, termasuk Menteri Pertahanan dan para panglima militer.

Dalam pernyataannya, ia meminta maaf atas kebocoran rekaman dan menyerukan persatuan nasional.

“Kita tidak punya waktu untuk perpecahan. Kita harus melindungi kedaulatan negara. Pemerintah siap mendukung militer dalam segala hal,” ujarnya kepada wartawan.

Tekanan Politik dan Opsi Mundur PM Thailand

Krisis ini membuka dua opsi besar: pengunduran diri Paetongtarn atau pembubaran parlemen untuk menggelar pemilu dini. 

Jika Paetongtarn mundur, parlemen akan memilih perdana menteri baru dari lima kandidat sisa pemilu 2023.

Oposisi, yang kini dipimpin Partai Rakyat—kelanjutan dari Partai Move Forward (MFP)—menyerukan pemilu sebagai solusi untuk mengatasi kebuntuan politik.

“Situasi kemarin terkait kebocoran percakapan telepon ini adalah titik balik,” ujar Ketua Partai Rakyat, Natthaphong Ruengpanyawut.

“Saya ingin perdana menteri membubarkan parlemen. Saya yakin rakyat ingin pemerintahan yang dapat menyelesaikan masalah rakyat, pemerintahan yang sah yang lahir dari proses demokratis.”

Bayang-Bayang Thaksin Shinawatra 

Pemerintahan Paetongtarn terus dikritik karena pengaruh ayahnya, Thaksin Shinawatra, yang tetap aktif dalam publik meskipun tidak memegang jabatan resmi. 

Militer Thailand, yang memiliki sejarah panjang bentrok dengan keluarga Shinawatra, kembali menegaskan perannya dalam menjaga stabilitas negara.

Dalam pernyataan resmi, militer menegaskan komitmen terhadap demokrasi dan hukum.

“Kepala angkatan darat mengimbau rakyat Thailand untuk tetap percaya pada komitmen teguh Angkatan Darat Kerajaan Thailand dalam menjaga monarki konstitusional serta melindungi kedaulatan nasional melalui kerangka hukum dan mekanisme kelembagaan yang ada.”

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul .