Bekas Tambang Bakal Dijadikan Tempat Budidaya Perikanan, Dimulai di Maluku Utara

Bekas Tambang Bakal Dijadikan Tempat Budidaya Perikanan, Dimulai di Maluku Utara

Laporan terbaru Global Energy Monitor (GEM) berjudul "Bright Side of the Mine: Solar's Opportunity to Reclaim Coal's Footprint", Indonesia menduduki peringkat kedua global untuk potensi pengembangan energi surya di lahan bekas tambang dan area tidak terpakai, dengan perkiraan kapasitas mencapai 59,45 gigawatt (GW).

Meskipun memiliki potensi yang sangat besar, Indonesia baru merencanakan pengembangan energi surya sebesar 600 megawatt (MW) di lahan bekas tambang.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana diversifikasi hilirisasi ke sektor perikanan dan perkebunan untuk 8 tahun ke depan dengan memanfaatkan lahan eks-tambang di Maluku Utara (Malut).

"Nah untuk Maluku Utara lewat proyek ini, pada tahun ke-8 atau ke-9 mereka akan melakukan proses untuk membangun pusat ekonomi baru di sektor perikanan dan perkebunan dengan memanfaatkan lahan-lahan eks tambang," ucap Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam Groundbreaking Proyek Ekosistem Industri Baterai Kendaraan Listrik Terintegrasi Konsorsium ANTAM-IBC-CBL di Kawasan Artha Industrial Hills (AIH).

Dengan demikian, ketika aktivitas pertambangan selesai, perputaran ekonomi di Maluku Utara tetap terus berjalan.

Menurut Bahlil, penting bagi pemerintah untuk melakukan diversifikasi hilirisasi agar Indonesia tidak terkena kutukan sumber daya alam, yang mana setelah pertambangan, kegiatan ekonomi tidak berjalan.

"Artinya, setelah tambang ini selesai, harus ada diversifikasi hilirisasi apa yang akan kita bangun," kata Bahlil.

Dalam Jakarta Geopolitical Forum IX/2025 Lemhannas RI di Jakarta, Selasa (24/6), Bahlil mengungkapkan, Bahlil mengaku tengah menyusun peta jalan untuk hilirisasi pasca-tambang, sebagai bentuk komitmen pemerintah melakukan hilirisasi berkelanjutan.

Peta jalan tersebut, akan dieksekusi ketika cadangan nikel Indonesia sudah habis pada 10–30 tahun mendatang.