Pembubaran Kegiatan Keagamaan di Sukabumi, Kemenag Akui Aturan soal ‘Rumah Doa’ Multitafsir dan Segera Bikin Regulasi Baru

INSIDEN pembubaran kegiatan keagamaan di Sukabumi, Jawa Barat, ditanggapi Kementerian Agama dengan serius. Kementerian Agama (Kemenag) tengah menyiapkan regulasi khusus yang mengatur keberadaan dan tata kelola rumah doa. Kemenag berharap regulasi ini bisa jadi panduan bersama agar insiden seperti yang terjadi di Desa Tangkil, Sukabumi, Jawa Barat, itu tidak terulang. Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama Muhammad Adib Abdushomad menyatakan istilah 'rumah doa' banyak digunakan di masyarakat, terutama di kalangan denominasi tertentu umat Kristen. Sementara itu, regulasi yang mengatur ini belum ada. Hal itu berpotensi menimbulkan gesekan di lapangan jika tidak segera diberi kepastian hukum. “Memang harus ada kearifan dalam pelaksanaannya dan memang jenis rumah doa ini belum memiliki prosedur formal yang bisa dijadikan acuan,” jelas Adib kepada wartawan di Jakarta, Selasa (1/7). Menurutnya, PKUB Kemenag telah melakukan dua kali focus group discussion (FGD) bersama para pemangku kepentingan lintas agama, termasuk dari unsur MUI, PGI, KWI, PHDI, PERMABUDHI, dan MATAKIN, untuk mendalami istilah rumah doa.
Hasil FGD mengonfirmasi bahwa istilah tersebut tidak seragam penggunaannya, dan banyak digunakan gereja-gereja pentakosta dan injili.
Istilah itu jarang digunakan pada masyarakat Katolik dan denomisasi Kristen seperti Lutheran dan Calvinis. “Karena itulah, kami sedang menyusun kerangka regulasi khusus rumah doa, agar keberadaannya mendapat perlindungan hukum sekaligus tidak menimbulkan salah paham di tengah masyarakat,” tambahnya.
Adib menilai insiden di Sukabumi menunjukkan urgensi regulasi ini. “Regulasi ini justru disiapkan agar setiap persoalan bisa diselesaikan dalam koridor hukum dan dialog, bukan reaksi spontan yang merusak kerukunan,” tegas dia.
Aturan tentang rumah doa yang sedang digodok akan mengatur beberapa hal mendasar, termasuk definisi, klasifikasi, prosedur pelaporan, mekanisme mediasi, serta hubungan rumah doa dengan lingkungan sekitar. “Diharapkan, regulasi ini bisa menjadi solusi di tengah dinamika masyarakat yang semakin majemuk secara keagamaan,” jelas dia.
Sekelompok orang merusak rumah tinggal yang digunakan sebagai tempat ibadah oleh komunitas tertentu di Sukabumi pada 27 Juni 2025. Berdasarkan laporan kronologi, rumah tinggal yang sebelumnya berfungsi sebagai tempat produksi jagung dan peternakan ayam tersebut, sejak April 2025, mulai digunakan untuk ibadah.
Meskipun Ketua RT dan masyarakat sempat menyampaikan keberatan secara persuasif, kegiatan keagamaan tetap dilaksanakan, termasuk kedatangan rombongan besar dengan berbagai moda tansportasi yang menggangu ruang publik.
Ketegangan meningkat dan berujung pada aksi perusakan oleh massa.(knu)