Penanganan Food Waste Dinilai Penting untuk Perkuat Ketahanan Pangan Nasional

Persoalan susut dan sisa pangan tak hanya merugikan ekonomi dan lingkungan tapi juga mencerminkan ketimpangan sosial.
Hal itu dikemukakan Direktur Eksekutif Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) Indah Budiani, dalam konferensi Nusantara Food & Hotel 2025, Kamis, 3 Juli 2025.
“Oleh karena itu, komitmen bersama sektor bisnis dalam mengurangi susut dan sisa pangan bukan sekadar tanggung jawab sosial, tetapi juga peluang untuk efisiensi operasional, inovasi produk, dan peningkatan reputasi di mata konsumen, terutama generasi muda," ujar Indah.
IBCSD melalui inisiatif Gotong Royong Atasi Susut dan Sisa Pangan di 2030 (GRASP 2030) menggelar konferensi bertajuk “Mendorong Aksi Nyata untuk Mengatasi Susut dan Sisa Pangan" tersebut. Acara itu dihadiri lebih dari 100 peserta dari berbagai sektor.

Pedagang mengangkut bahan pangan di pasar. (Foto ilustrasi)
Direktur Kewaspadaan Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nita Yulianis menyoroti pentingnya peran pengurangan susut dan sisa pangan dalam memperkuat ketahanan pangan nasional. Dia menekankan, urgensi serta langkah utama untuk mengatasi susut dan sisa pangan di Indonesia yang mencapai 48 juta ton per tahun.
“Kami memahami bahwa banyak hal sudah dilakukan oleh Bapak Ibu sekalian, tetapi kita gaungkan kembali dengan tiga langkah utama (yaitu) pencegahan timbulan sisa makanan, penanganan sisa pangan, dan pencatatan,” kata Nita.
Sementara itu, Chairwoman GRASP 2030 sekaligus Head of Sustainability Nutrifood Angelique Dewi mendorong pelaku usaha untuk mulai dari langkah sederhana, seperti mengukur jumlah food waste di operasional mereka sebagai bentuk efisiensi.
“Kita tidak perlu langsung berinovasi besar-besaran. Mulailah dengan mengukur food waste di operasional masing-masing. Ini adalah bentuk efisiensi bagi perusahaan itu sendiri, dan akan lebih efektif jika dilakukan dengan berkolaborasi bersama food bank dan pengelola sampah makanan,” ujarnya.
Dalam acara tersebut dilakukan juga penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara IBCSD dan sejumlah asosiasi, yaitu Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi), dan PISAgro. Unilever pun secara resmi bergabung sebagai signatories GRASP 2030 melalui penandatanganan voluntary agreement.
Sebagai sebuah wadah kolaborasi multipihak, GRASP 2030 bersama dengan para signatories-nya terus berupaya untuk mendorong aksi nyata untuk mengatasi susut dan sisa pangan.
Sementara dalam sesi talk show, para narasumber pun membahas tantangan dan upaya pengurangan susut dan sisa pangan di berbagai sektor, mulai dari sektor pertanian, produksi, hingga ritel.
Gapmmi menyoroti tantangan over produksi akibat perubahan cepat preferensi konsumen. Adapun Aprindo menekankan pentingnya manajemen stok yang efektif di sektor ritel. Sementara Pisagro membagikan pengalaman mendampingi petani agar memproduksi secara efisien dan menghindari susut pangan.