Bukan Driver, Kenaikan Tarif Ojek Online Justru Bikin Aplikator Makin Untung

Bukan Driver, Kenaikan Tarif Ojek Online Justru Bikin Aplikator Makin Untung

Rencana kenaikan tarif ojek online menuai polemik. Ekonom Achmad Nur Hidayat menilai, rencana kenaikan tarif Ojol ini belum tentu menguntungkan si pengendara itu sendiri.

“Kenaikan tarif tidak otomatis menaikkan pendapatan driver karena potongan dari aplikator tetap tinggi,” kata Achmad dalam keterangannya, Minggu (6/7).

Menurut Achmad, kebijakan ini justru berpotensi menguntungkan perusahaan platform seperti Gojek atau Grab ketimbang pengemudi itu sendiri.

Kebocoran dianggap Achmad berpotensi terjadi karena potongan pendapatan driver oleh aplikator, yang bisa mencapai 20 hingga 40 persen dari total tarif yang dibayar pelanggan.

Secara logika sederhana, kenaikan tarif tanpa pembatasan potongan hanya akan meningkatkan pemasukan bruto, bukan bersih.

“Perusahaan aplikator mendapatkan persentase dari tarif, sehingga saat tarif naik, pendapatan aplikator juga naik,” jelas Achmad.

Namun bagi pengemudi, jika kenaikan tarif diikuti penurunan jumlah penumpang karena harga menjadi mahal, pendapatan bersihnya justru stagnan atau bahkan turun.

“Di sinilah letak masalah kebijakan publik kita yang kerap berhenti di permukaan,” ungkap ekonom dari UPN Veteran Jakarta ini,

Achmad melihat, saat pemerintah hanya menetapkan tarif minimum tanpa meregulasi potongan aplikator atau skema insentif yang manusiawi, maka kebijakan itu ibarat menabur pupuk di tanah yang sudah tandus, tanpa pernah membajak atau menyiraminya. Yang tumbuh hanya ilusi hijau, bukan kesejahteraan sejati.

Jika orientasi kebijakan ini adalah keadilan sosial, maka semestinya pengemudi memiliki daya tawar untuk menentukan tarif dan potongan yang adil.

“Namun hingga hari ini, mereka hanya disebut “mitra” secara formal, tanpa hak mengambil keputusan strategis atas nasib sendiri,” sebut Achmad.

Bahkan penentuan insentif, skema kerja, hingga tarif, sepenuhnya berada di tangan aplikator dan regulator.

“Pengemudi hanya melaksanakan, menerima, dan menanggung risiko atas setiap kebijakan,” sebut Achmad.

Pada akhirnya, konsumen yang sebagian besar masyarakat menengah bawah harus membayar harga lebih mahal.

“Keadilan sosial seperti apa yang sedang kita bangun jika kebijakan ini justru menambah beban hidup rakyat kecil,” sebut Achmad.

Jika driver ojol masih diposisikan sebagai mitra tanpa hak tawar, maka kenaikan tarif hanya akan menambah keuntungan aplikator dan membebani rakyat.

“Negara harus hadir untuk menegakkan keadilan sosial, memastikan driver hidup layak, dan rakyat tidak menanggung inflasi transportasi yang seharusnya menjadi tanggung jawab bersama,” tutup Achmad. (Knu)