Sajama Cut Hadirkan Harapan di Tengah Gelap Lewat COWABUNGA

Lantai dua bar Slits berubah menjadi ruang penuh makna dan semangat pada malam di hari Rabu, 9 Juli. Tangga menuju ruangan itu dihiasi poster-poster bertuliskan “Sajama Cut”, menyambut siapa pun yang menaiki anak tangga dengan atmosfer yang tak biasa.
Suasana makin mengental ketika lagu “Homili / Menatap Wajah Tuhan” menggelegar, membuka malam dengan dentuman trek pertama dari album terbaru mereka, COWABUNGA.
Di antara gemuruh musik dan cahaya lampu, senyum tak henti terpancar dari wajah para personel Sajama Cut: Marcel Thee, Arta Kurnia, Aldrian Risjad, Dewandara Danishwara, Daniel Hasudungan, dan Adam Rinando.
Malam itu bukan sekadar peluncuran album, ini adalah perayaan jujur dari proses kreatif yang panjang dan emosional. Mereka berdiri di hadapan para Cult, sebutan untuk penggemar setia mereka dengan rasa bangga dan keterhubungan yang tulus.
“Ini adalah album yang paling ‘telanjang’ yang pernah kita tuliskan secara lirikal,” ungkap Marcel Thee di atas panggung.
“Musiknya adalah versi super saiyan, alias enhanced, dari album kita sebelumnya, Godsigma,” lanjutnya, menjelaskan evolusi musik mereka yang kini terasa lebih mentah dan penuh energi.
Album COWABUNGA berisi sembilan lagu yang tak hanya menyuarakan perlawanan terhadap dunia yang makin keras dan sarat ketidakadilan, tetapi juga mengangkat harapan, seberkas cahaya dalam gelap yang tetap menyala.
Semua lagu dimainkan secara urut, menciptakan pengalaman imersif yang membawa pendengar menyelami setiap bab dari narasi album.
Nama COWABUNGA sendiri dipilih bukan tanpa alasan. Kata itu, yang populer di kalangan peselancar California tahun 1980-an, sering diteriakkan sebelum menghadapi ombak besar.
Sebuah seruan pemberani. “Cowabunga merepresentasikan effort kita semua dalam hidup untuk menerjang ombak-ombak kehidupan,” ujar Marcel, mengaitkan semangat itu dengan isi albumnya.
Malam itu, Sajama Cut tak hanya membagikan musik, tetapi juga melontarkan semangat: untuk terus bertahan, terus melaju, meski gelombang kehidupan kadang tinggi dan mengancam. COWABUNGA adalah bab baru, lebih jujur, lebih personal, dan tetap berpijar dalam gelapnya kenyataan. Sebuah selebrasi keberanian yang ditulis dalam nada dan lirik. (Far)