Produsen "Tobat" Oplos Beras, Mentan: Sudah Ada yang Tarik Produk dan Ganti Harga

produsen beras, beras oplosan, produsen beras oplosan, praktik oplosan beras, Produsen, Kecurigaan Berawal dari Ketimpangan Harga, Beras Curah Disulap Jadi Beras Premium, Kerugian Masyarakat Capai Puluhan Triliun, Kementan Serahkan Bukti ke Penegak Hukum

Sejumlah produsen beras yang sempat terbukti mengoplos produknya mulai menunjukkan tanda-tanda “tobat”.

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkapkan, para pelaku kini mulai menarik produknya dari pasaran dan menyesuaikan harga sesuai ketentuan pemerintah.

“Alhamdulillah, kemarin kami cek, merek yang sudah diumumkan itu mulai, meski belum seluruhnya, menarik (produk) dan mengganti harganya. Harganya kini sesuai standar dan kualitasnya juga disesuaikan,” ujar Amran saat rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/7/2025).

Langkah ini diambil setelah Kementerian Pertanian mengungkap adanya praktik pengoplosan oleh sejumlah produsen beras.

Dari total 212 merek yang diperiksa, 26 di antaranya terbukti melakukan pelanggaran dan telah mengakuinya di hadapan aparat penegak hukum.

“Tanggal 10 (Juli) kami sudah menyurat ke Pak Kapolri dan Kejaksaan Agung. Ada 26 merek yang diperiksa, dan mereka mengakui (pelanggaran),” kata Amran.

Kecurigaan Berawal dari Ketimpangan Harga

Kementan mulai menyelidiki kasus ini setelah menemukan kejanggalan pada harga beras dua bulan lalu. Saat itu, harga gabah di tingkat petani turun, namun harga beras di pasaran justru mengalami kenaikan.

Padahal, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras nasional meningkat 14 persen dan terdapat surplus sekitar 3 juta ton dari kebutuhan nasional.

“Waktu itu kami curiga, harga di petani turun, tapi di pasar justru naik. Padahal, produksi naik, bahkan surplus. Ini tidak masuk akal,” ujar Amran.

Kementan kemudian turun langsung ke lapangan untuk melakukan pengecekan di 10 provinsi penghasil beras utama. Sebanyak 268 merek beras diperiksa, dengan pengujian sampel di 13 laboratorium.

Hasilnya cukup mengejutkan. Sekitar 85 persen beras curah yang beredar di pasaran dinyatakan tidak memenuhi standar mutu.

Beras Curah Disulap Jadi Beras Premium

Amran menjelaskan bahwa modus utama para pelaku adalah menjual ulang beras curah dengan kemasan berlabel premium. Selain itu, ditemukan pula pengurangan isi dalam kemasan.

“Yang seharusnya 5 kilogram, ternyata isinya cuma 4,5 kilogram,” jelasnya.

Ia menambahkan, banyak beras yang dijual sebagai produk “premium” ternyata tidak sesuai kualitas. Berdasarkan hasil uji laboratorium, sekitar 50-60 persen dari produk berlabel premium tidak memenuhi standar mutu.

“Ibaratnya emas 24 karat, sebenarnya ini 18 karat tetapi dijual 24 karat. Jadi, harganya yang naik, bukan kualitasnya yang naik,” ujar Amran.

Kerugian Masyarakat Capai Puluhan Triliun

Akibat praktik curang tersebut, Amran memperkirakan kerugian masyarakat mencapai Rp 99 triliun setiap tahun.

“Kalau ini Rp 99 triliun itu adalah (kerugian) masyarakat. Sebenarnya ini satu tahun, tetapi kalau ini terjadi 10 tahun atau 5 tahun, karena ini bukan hari ini terjadi, ini sudah berlangsung lama, Pak. Nanti angkanya sudah pasti, bukan Rp 100 triliun, pasti di atas kalau ini dilacak ke belakang,” katanya.

Di sisi lain, negara juga turut dirugikan, khususnya dalam program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Banyak beras SPHP yang semestinya dijual murah justru dioplos dan dijual kembali sebagai beras premium.

“SPHP diserahkan ke toko, 20 persen di etalase, 80 persen dioplos jadi premium. Itu satu, Pak, kerugian negara,” kata Amran.

Kementan Serahkan Bukti ke Penegak Hukum

Untuk menindaklanjuti temuan ini, Kementan telah berkoordinasi dengan Satgas Pangan, Kementerian Perdagangan, Polri, dan Kejaksaan Agung.

“Beras curah ini tinggal ganti bungkus dan ada foto-fotonya sama kami, Pak. Kami serahkan ke penegak hukum,” tambahnya.

Amran berharap langkah tegas terhadap pelaku kecurangan ini bisa memperbaiki sistem distribusi beras, meningkatkan kesejahteraan petani, serta menjaga daya beli masyarakat.

“Kalau ini bisa diperbaiki, ini sangat penting. Stok kita cukup, sehingga kita bisa melakukan perbaikan,” tutup Amran.