Bukan Hanya Soal Moral, Legislator PDIP Sebut Kebijakan Pemerintah Jadi Pemicu Maraknya Beras Oplosan

Anggota Komisi IV DPR RI, Rokhmin Dahuri menilai masalah beras oplosan tidak hanya soal pelanggaran hukum dan moral, tetapi juga akibat dari kebijakan pemerintah yang tidak masuk akal secara ekonomi.
Rokhmin menjelaskan bahwa akar masalahnya adalah Peraturan Badan Pangan Nasional (Bapanas) No. 14 Tahun 2025. Aturan ini mengharuskan Bulog dan swasta membeli Gabah Kering Panen (GKP) seharga minimal Rp6.500 per kilogram.
Di sisi lain, Harga Eceran Tertinggi (HET) beras ditetapkan hanya sekitar Rp12.500–Rp13.000 per kilogram.
"Kalau dari GKP menjadi beras, ongkos penggilingan itu bisa sekitar 50 persen. Maka dengan harga HET sekarang, para produsen nyaris tidak mendapatkan keuntungan. Belum lagi ditambah ongkos tenaga kerja dan transportasi. Harusnya, secara hukum ekonomi, harga eceran minimal Rp14.000 supaya ada margin wajar," jelas Rokhmin dalam keterangannya, Jumat (8/8).
Komisi IV DPR RI sudah mengingatkan pemerintah sejak awal mengenai kebijakan ini. Rokhmin menegaskan bahwa keputusan yang tidak rasional ini terbukti menjadi penyebab meluasnya praktik pengoplosan beras.
Meskipun demikian, Rokhmin menekankan bahwa tindakan pengoplosan tetap tidak dapat dibenarkan. Ia mengusulkan pendekatan ganda untuk mengatasi masalah ini.
"Pertama, harus ada penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran agar memberikan efek jera. Kedua, pemerintah juga harus segera membenahi kebijakan yang tidak logis, agar tidak menjadi akar dari tumbuh kembangnya penyimpangan di lapangan," pungkasnya.