Sindikat Uang Palsu di UIN Makassar, Dipelajari dari Internet hingga Beli Bahan dari China

uang palsu, Makassar, Uang palsu, sindikat uang palsu, sindikat uang palsu di UIN Alauddin Makassar, uang palsu uin, uang palsu uin alauddin bersinar biru, uang palsu uin alauddin makassar, uang palsu uin alauddin makassar beredar, Sindikat Uang Palsu di UIN Makassar, Dipelajari dari Internet hingga Beli Bahan dari China

Fakta mengejutkan kembali terungkap dalam sidang kasus sindikat uang palsu yang melibatkan pegawai dan dosen di lingkungan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.

Salah satu terdakwa, Muhammad Syahruna, mengaku mempelajari cara mencetak uang palsu secara otodidak melalui internet selama lima tahun.

Pernyataan itu disampaikan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Sungguminasa, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, pada Rabu (16/7/2025) malam.

Sidang tersebut berlangsung hingga pukul 20.00 WITA, dan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Dyan Martha Budhinugraeny, dengan hakim anggota Sihabudin dan Yeni.

“Saya pelajari dari internet selama lima tahun, termasuk bahan dasar berupa kertas dan tinta,” ujar Syahruna menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Basri Bacho yang menyoal sumber keahliannya dalam memproduksi uang palsu.

JPU juga mengungkap bahwa bahan baku yang digunakan Syahruna diperoleh dari Tiongkok. Bahan tersebut dikategorikan sebagai produk sensitif yang tidak bebas diperjualbelikan.

“Bahan baku yang terdakwa beli dari China ternyata tidak bebas diperjualbelikan di sana karena memang untuk bahan baku yang sifatnya sensitif,” kata Basri Bacho di ruang sidang.

Sidang ini mendudukkan 15 terdakwa dari berbagai latar belakang, termasuk aparatur sipil negara (ASN), pegawai bank, guru, dan staf honorer di UIN Alauddin Makassar.

Kasus uang palsu ini pertama kali terbongkar pada Desember 2024 dan mengguncang publik karena lokasi produksi berada di Kampus 2 UIN Alauddin Makassar, Jalan Yasin Limpo, Kabupaten Gowa.

Menggunakan mesin cetak canggih, sindikat ini mampu memproduksi uang palsu dalam jumlah besar dengan kualitas nyaris sempurna. Uang palsu tersebut bahkan lolos dari uji mesin penghitung uang dan sulit terdeteksi oleh alat X-ray.

Peredaran Bernilai Miliaran Rupiah

Dalam kesaksian lainnya, terdakwa Sukmawati, seorang guru ASN, mengaku pernah membeli uang palsu senilai Rp 40 juta seharga Rp 20 juta dari Mubin Nasir, melalui perantara bernama Sattariah. Uang palsu tersebut dikemas dalam empat ikat dan dilabeli banderol berlogo bank milik negara.

“Saya terima uang palsu Rp 40 juta dalam bentuk 4 ikat dengan harga Rp 20 juta, ikatannya berlogo bank,” ungkap Sukmawati saat memberikan kesaksian.

Banderol bank itu, lanjut Sukmawati, berasal dari Andi Ibrahim, terdakwa lain yang merupakan Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar. Sukmawati mengira uang itu merupakan uang "reject" atau layak edar karena telah diuji dengan mesin penghitung uang dan sinar ultraviolet (UV).

“Saya yakin itu bukan uang palsu, tapi uang reject, karena Mubin Nasir mengujinya dengan mesin hitung dan alat UV,” katanya.

Transaksi Rp 1 Miliar dan Video yang Bikin Bos Sindikat Murka

Sidang juga mengungkap transaksi jual beli uang palsu senilai Rp 1 miliar antara terdakwa Syahruna dan seorang buron bernama Hendra.

Transaksi itu terekam dalam video yang kemudian viral di media sosial, memicu kemarahan Annar Salahuddin Sampetoding, yang diduga sebagai bos sindikat.

“Saya tahu ada video yang beredar dari Pak Annar, saya ditelepon dan diminta menghapus video tersebut dari media sosial,” ucap Syahruna saat ditanyai hakim soal video yang beredar.

Dalam rekaman tersebut, Hendra terlihat menguji keaslian uang palsu miliknya dan membandingkannya dengan uang palsu buatan Syahruna. Uang palsu Syahruna lolos uji alat sinar UV, yang kemudian membuat Hendra sepakat membeli senilai Rp 1 miliar.

Pengakuan Pegawai Bank: Saya Hilaf, Yang Mulia

Terdakwa lain, Andi Haerudin, pegawai dengan masa kerja 30 tahun, mengaku khilaf dan menyesal telah terlibat dalam sindikat ini. Ia juga menolak seluruh isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP), yang menurutnya dibuat di bawah tekanan.

“Saya hilaf, Yang Mulia, dan saya sangat menyesal atas perbuatan saya,” kata Andi saat menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim dalam sidang yang berlangsung Jumat (11/7/2025).

Andi diduga menjadi perantara antara Mubin Nasir dan seorang buron bernama Arnold dalam transaksi pembelian uang palsu senilai Rp 50 juta dengan harga Rp 25 juta uang asli. Transaksi itu dilakukan di sebuah warung kopi dan dilanjutkan di dalam minibus.

Berikut daftar 15 terdakwa yang disidangkan secara maraton dengan agenda berbeda:

1. Ambo Ala

2. Jhon Bliater Panjaitan

3. Muhammad Syahruna

4. Andi Ibrahim (Kepala Perpustakaan UIN Alauddin)

5. Sattariah

6. Sukmawati (Guru ASN)

7. Andi Haerudin (Pegawai Bank)

8. Mubin Nasir (Staf honorer UIN)

9. Kamarang Daeng Ngati

10. Irfandy (Pegawai Bank BNI)

11. Sri Wahyudi

12. Muhammad Manggabarani (ASN Dinas Infokom Sulbar)

13. Satriadi (ASN DPRD Sulawesi Barat)

14. Ilham

15. Annar Salahuddin Sampetoding (diduga bos sindikat)

Pihak Kejaksaan menyebut, total uang palsu yang diproduksi mencapai angka triliunan rupiah. Proses produksinya berlangsung di area kampus menggunakan peralatan khusus yang tidak umum ditemukan di lingkungan pendidikan.

Dengan kualitas tinggi dan pengamanan mirip uang asli, uang palsu yang dihasilkan sindikat ini mampu menembus sistem keamanan standar, termasuk alat X-ray dan deteksi UV, membuat kasus ini menjadi salah satu kejahatan peredaran uang palsu terbesar di Sulawesi Selatan.

Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul