Sidang Kasus Uang Palsu Makassar, Hakim Terkejut Lihat Mesin Cetak Senilai Rp 600 Juta

Sidang lapangan kasus peredaran uang palsu di lingkungan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar kembali digelar dan menyita perhatian publik.
Sidang kali ini berlangsung hingga ke Mapolres Gowa, Sulawesi Selatan, Rabu (23/7/2025), dengan menghadirkan langsung barang bukti utama berupa mesin cetak uang palsu berteknologi tinggi yang didatangkan dari Cina.
Sidang lapangan ini dipimpin langsung oleh Ketua Majelis Hakim Dyan Martha Budhinugraeny, didampingi hakim anggota Syahbuddin dan Yeni, serta dihadiri oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni Basri Bacho, Aria Perkasa Utama, dan Sitti Nurdaliah.
Pantauan Kompas.com, majelis hakim, jaksa, dan para terdakwa tampak terkejut saat melihat langsung mesin cetak uang palsu di ruang penyimpanan barang bukti Mapolres Gowa, Jalan Syamsuddin Tunru, Sungguminasa.
Mesin tersebut memiliki bobot puluhan ton dan hingga kini belum bisa dipindahkan dari Mapolres karena terlalu berat.
“Mesinnya cukup berat sehingga masih disimpan di Mapolres Gowa,” ujar AKP Bachtiar, Kasat Reskrim Polres Gowa, yang turut hadir dalam sidang lapangan tersebut.
Ketua Majelis Hakim bahkan sempat melontarkan komentar terkejut saat memeriksa barang bukti.
“Inikah mesin cetak dengan harga fantastis?” katanya sambil menunjuk alat yang disebut bernilai Rp 600 juta dan dibeli langsung dari Cina.
Namun, dalam persidangan sebelumnya, terdakwa utama Annar Salahuddin Sampetoding mengklaim mesin itu bukan dibeli, melainkan disita dari seseorang di Surabaya karena persoalan utang piutang.
Majelis hakim juga menelusuri cara pemindahan mesin cetak tersebut dari rumah terdakwa di Jalan Sunu, Makassar, ke Kampus 2 UIN Alauddin Makassar di Jalan Yasin Limpo, Kabupaten Gowa.
Terdakwa Andi Ibrahim, yang menjabat sebagai Kepala Perpustakaan UIN, mengakui mesin dibawa diam-diam pada malam hari dan dimasukkan ke gedung perpustakaan menggunakan alat khusus.
Daftar Terdakwa dan Keterlibatan ASN
Sidang ini turut menghadirkan sejumlah terdakwa, termasuk:
- Annar Salahuddin Sampetoding
- Andi Ibrahim (Kepala Perpustakaan UIN Alauddin)
- Mubin Nasir (staf honorer UIN Alauddin)
- Ambo Ala, Jhon Bliater Panjaitan, Muhammad Syahruna
- Sattariah Andi Haeruddin (pegawai Bank BRI)
- Irfandi (pegawai Bank BNI)
- Sri Wahyudi, Muhammad Manggabarani, dan Satriadi (ASN Sulbar)
- Sukmawati (guru PNS)
- Ilham, dan Kamarang Daeng Ngati
Banyak dari mereka merupakan aparatur sipil negara (ASN) dari instansi berbeda, termasuk bank BUMN, BNI, dan Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Sulbar, serta guru PNS.
Pelaku Menangis Histeris
Sorotan lain dalam sidang adalah barang bukti mencengangkan berupa Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp 700 triliun. Keberadaan SBN tersebut memicu emosi terdakwa Annar Salahuddin Sampetoding, yang sempat menangis histeris di ruang sidang Pengadilan Negeri Sungguminasa.
“Semua ini adalah fitnah, apalagi SBN Rp 700 triliun yang dijadikan barang bukti. Saya sama sekali tidak tahu perihal SBN tersebut,” ujar Annar dengan suara tinggi.
Ketua majelis hakim beberapa kali memperingatkan terdakwa agar menjaga emosinya selama persidangan. Kendati demikian, pengunjung sidang turut dibuat penasaran dengan penampakan fisik SBN yang diperlihatkan kembali dalam ruang sidang.
Dalam persidangan yang berlangsung hingga pukul 16.00 WITA, terdakwa Annar secara mengejutkan mencabut seluruh isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Namun, Jaksa Penuntut Umum menegaskan bahwa pencabutan tersebut tidak berdasar.
“Kami mengingatkan kembali bahwa saat terdakwa di-BAP, terdakwa didampingi oleh kuasa hukum yang ditunjuk sendiri dan pemeriksaan dilakukan sebanyak dua kali,” ujar Basri Bacho, jaksa penuntut.
Annar berdalih bahwa saat BAP dilakukan, kondisinya tidak ideal karena diperiksa malam hari dan bahkan sempat tertidur.
“Saya diperiksa malam hari, saya tertidur saat BAP dilakukan. Isi BAP itu saya berikan karena diiming-imingi akan mendapat penahanan kota,” ujarnya.
Usai sidang, kuasa hukum terdakwa, Bethel Andi Kamaruddin, mempertanyakan keaslian barang bukti SBN senilai Rp 700 triliun.
“SBN Rp 700 triliun dari mana? Kalau klien kami punya harta sebanyak itu, seharusnya sudah mencalonkan diri jadi presiden, bukan gubernur,” kata Bethel kepada Kompas.com.
Kasus sindikat uang palsu ini terungkap pertama kali pada Desember 2024 dan membuat heboh publik. Lokasi produksinya ternyata berada di Kampus 2 UIN Alauddin Makassar, dengan mesin canggih yang mampu mencetak uang palsu hingga triliunan rupiah.
Hebatnya, uang palsu itu nyaris tak terdeteksi karena mampu lolos mesin hitung uang dan pemindai x-ray.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "a" dan "Terdakwa Bos Uang Palsu UIN Makassar Menangis Saat SBN Rp 700 Triliun Diperlihatkan"