Penyangga Denyut Ekonomi Bahodopi

Kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) Morowali Sulteng, Ketahanan Pangan, Lahan Kelompok Tani Berkah Mombula binaan IMIP, Hasil Pertanian Diserap IMIP, Budidaya ikan nila kelompok tani Berkah Mombula binaan IMIP, Populasi Meningkat-UMKM Menjamur, Pekerja di kawasan IMIP Morowali, Masalah Lingkungan dan Sosial, Sampah berserakan di Desa Labota, Bahodopi, Morowali
Kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) Morowali Sulteng

Kebun sawi terhampar berderet rapi di atas bedengan tanah pertanian bershaf. Daun-daunnya lebar berwarna hijau baru saja merekah, menyegarkan mata. Titik-titik embun masih menggelayut di ujung daunnya yang perlahan menguap tersapu kilau matahari. 

Pagi itu, matahari baru saja naik dari ufuk timur laut Bahodopi. Baru separuh lahan kebun Sukarno yang tersinari matahari. Ia terlihat sibuk menyemai benih di bedengan tanah. Sesekali mengecek pengairan, sembari mengawasi kebun sawi yang sebentar lagi dipanen.

Di sebelah selatan kebun sawinya, bedengan tanah berjajar siap tanam, ditutupi mulsa plastik -- sebuah metode pertanian untuk menghambat pertumbuhan gulma, menjaga kelembaban dan nutrisi tanah. Sebentar lagi, tanaman cabai akan ditanam disini.  

Sukarno (45) merupakan penggerak Kelompok Tani Berkah Mombula – satu dari tiga kelompok tani yang ada di Desa Le-Le, Kecamatan Bahodopi, binaan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).

Bahodopi, sebuah kecamatan baru hasil pemekaran Bungku Selatan yang super sibuk. Luasnya mencapai 1.119 kilometer persegi, Bahodopi digadang-gadang menjadi Kota Industri – seiring masifnya industri ekstraktif di wilayah ini.

Ketahanan Pangan

Lahan Kelompok Tani Berkah Mombula binaan IMIP, Ketahanan Pangan, Lahan Kelompok Tani Berkah Mombula binaan IMIP, Hasil Pertanian Diserap IMIP, Budidaya ikan nila kelompok tani Berkah Mombula binaan IMIP, Populasi Meningkat-UMKM Menjamur, Pekerja di kawasan IMIP Morowali, Masalah Lingkungan dan Sosial, Sampah berserakan di Desa Labota, Bahodopi, Morowali

Lahan Kelompok Tani Berkah Mombula binaan IMIP

Sebagai kawasan industri hilirisasi nikel terbesar di Asia Tenggara dan salah satu proyek strategis nasional, IMIP tak hanya menjadi penopang utama ekonomi Bahodopi  tapi juga memberikan dampak signifikan bagi perekonomian Morowali dan Sulawesi Tengah secara umum.

Deretan kebun sawi hijau Sukarno yang menyegarkan mata menjadi titik keseimbangan di tengah gersangnya kawasan industri yang lekat dengan polusi tinggi, udara panas, jalan berdebu hingga masalah lingkungan.

IMIP menggagas program kemandirian pangan melalui konsep pertanian secara terukur di desa-desa sekitaran kawasan industri. Program ini bertujuan memantik minat masyarakat pada sektor pertanian, seiring industrialisasi yang tumbuh pesat di Morowali.

Desa Le-Le dipilih menjadi pilot project program kemandirian IMIP karena memiliki SDM potensial, disamping lahan yang menantang. IMIP sendiri membina 5 kelompok tani (Poktan), 3 diantaranya ada di Desa Le-Le, Kecamatan Bahodopi.

“Ketika kami kesini banyak ilalang, makanya disebut Desa Le-Le,” kata Tarya, staf Departemen CSR IMIP saat mendampingi rombongan jurnalis dalam ‘Media Tour’ di kawasan IMIP pada Selasa, 22 Juli 2025 lalu.

Tarya bercerita bahwa sebelum program ketahanan pangan IMIP digarap tahun 2021, masyarakat Desa Le-Le melakukan kegiatan pertanian secara mandiri dan berpindah-pindah, dengan penghasilan yang tak menentu dan fluktuatif.

IMIP kemudian menginisiasi kegiatan demonstrasi plot atau demplot – suatu metode penyuluhan pertanian dengan cara membuat lahan percontohan untuk memperkenalkan dan memperagakan teknik-teknik pertanian kepada  kelompok tani binaan.

Seiring waktu, lahan-lahan pertanian itu tergarap dengan baik. IMIP juga memberikan bantuan alat pertanian, bibit, pupuk, kapur dolomit dan kebutuhan lainnya kepada kelompok tani binaan.

“Di tahun 2025 ini kami bangun kemitraan. Kami menyadari kesulitan petani adalah mencari pasar, maka kami membangun kemitraan untuk serapan kuotanya,” ujar Tarya 

Hasil Pertanian Diserap IMIP

Bagi Sukarno, mengelola lahan pertanian di Desa Le-Le ini sangat menantang. Ia dihadapkan pada kenyataan tanah di wilayah pesisir tinggi asam dan miskin hara. Dengan kegiatan demplot dari IMIP, tanah yang semula rendah pH rendah, menjadi lahan subur dan berhasil ditanami berbagai macam tanaman hortikultura yang bernilai ekonomi.

Bersama Kelompok Tani Berkah Mombula beranggotakan 13 orang, ia mengelola 1,5 hektare lahan di 3 titik demplot pertanian di Desa Le-Le. 13 anggotanya dibagi mengelola 5 jenis komoditas, seperti cabai, tomat, terong dan sayur mayur dengan jarak panen sekali dalam 3 bulan.

“Sekali panen itu ada 50 ton. Sawi hijau 5 ton per bulan. Cabai 1,5 sampai 2 ton, terong 3 sampai 4 ton, kacang panjang  3 sampai 4 ton, timun itu 7-8 ton, gambas 2,5 sampai 3 ton, dan lain-lain,” ujar Karno saat ditemui di kebun sawinya.

Budidaya ikan nila kelompok tani Berkah Mombula binaan IMIP, Ketahanan Pangan, Lahan Kelompok Tani Berkah Mombula binaan IMIP, Hasil Pertanian Diserap IMIP, Budidaya ikan nila kelompok tani Berkah Mombula binaan IMIP, Populasi Meningkat-UMKM Menjamur, Pekerja di kawasan IMIP Morowali, Masalah Lingkungan dan Sosial, Sampah berserakan di Desa Labota, Bahodopi, Morowali

Budidaya ikan nila kelompok tani Berkah Mombula binaan IMIP

Sukarno menyebut kelompok taninya mampu mengantongi Rp15-30 juta dalam sekali panen, dikurangi biaya operasional dan pupuk. Hasil panen sebagiannya untuk memasok kebutuhan katering IMIP, dan sisanya dijual ke pasar yang ada di Bahodopi.  

“Kalau untuk saat ini hasilnya produksi sudah mampu 50 persen serapan ke IMIP, 50 persen ke pasar,” ujar Sukarno menambahkan bahwa hasil panennya tidak seluruhnya dipasok ke IMIP karena standar khusus.

Selain pertanian hortikultura, Sukarno juga mengelola budidaya ikan nila  dalam enam kolam terpal masing-masing berdiameter empat meter persegi. Setiap kolam menampung seribu benih dengan tingkat mortalitas  5-10 persen.

Ikan-ikan nila hasil budidaya ini akan dipanen sekitar 4-6 bulan dengan harga kisaran Rp40-50 ribu per kilogram. Bila mutu komoditas ikan ini sesuai kebutuhan IMIP akan langsung diserap, bila tidak akan dijual ke pasar.

Kelompok Tani Berkah Mombula merupakan bukti nyata pemberdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat. Tarya mengatakan konsep memandirikan binaan sangat penting, karena tidak selamanya mereka dibina IMIP.

“Ada keinginan naik menjadi mitra, jadi scale up jadi mitra. Nah, Kelompok Tani Berkah Mombula ini sudah masuk fase mitra.  Berkah Mombula ini menkoneksikan pertanian dan peternakan dengan inovasi budidaya ikan nila,” ujar Tarya, staf CSR IMIP

Populasi Meningkat-UMKM Menjamur

Geliat ekonomi Bahodopi tak hanya pada sektor hulu seperti pertanian dan peternakan, di sektor hilir juga tak kalah menopang ekonomi warga sekitaran kawasan industri IMIP. Betapa tidak, industrialisasi telah mengubah wajah Bahodopi dari semula masyarakat yang agraris menjadi masyarakat industri.

Dulunya mereka berkebun, bertani dan menjadi nelayan, tapi dengan masuknya industri hilirisasi nikel dan meningkatnya peluang kerja di sektor tersebut, banyak warga beralih profesi menjadi buruh industri dan pertambangan nikel. Tak hanya warga lokal, orang-orang dari luar wilayah pun berdatangan ke Bahodopi mencari penghidupan.

Pekerja di kawasan IMIP Morowali, Ketahanan Pangan, Lahan Kelompok Tani Berkah Mombula binaan IMIP, Hasil Pertanian Diserap IMIP, Budidaya ikan nila kelompok tani Berkah Mombula binaan IMIP, Populasi Meningkat-UMKM Menjamur, Pekerja di kawasan IMIP Morowali, Masalah Lingkungan dan Sosial, Sampah berserakan di Desa Labota, Bahodopi, Morowali

Pekerja di kawasan IMIP Morowali

Seperti kata pepatah “ada gula dan ada semut’, bersamaan dengan lonjakan populasi pekerja dan daya beli karena kawasan industri, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Bahodopi tumbuh pesat. Mulai dari warung makan, penginapan, kos-kosan, toko-kios atau minimarket, bengkel, kios BBM eceran hingga agen perbankan menjamur di sepanjang trans Sulawesi menuju kawasan IMIP.

Hasil survei dan riset IMIP menunjukkan, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, jumlah usaha yang ada 12 desa se-Kecamatan Bahodopi mengalami pertumbuhan sebesar 62,7 persen. Dimana pada 2021, jumlah usaha di kecamatan Bahodopi sebanyak 4.697 unit usaha,  dan di tahun 2025 jumlah usaha meningkat menjadi 7.643.

Direktur Komunikasi IMIP, Emilia Bassar mengatakan pertumbuhan jumlah usaha di Kecamatan Bahodopi, mencerminkan iklim usaha yang cukup kondusif dan potensi ekonomi lokal yang terus berkembang.

“Bayangkan, dulu warung-warung yang omzetnya Rp800 ribu, sekarang bisa Rp8 juta, bisa naik berlipat-lipat,” ujar Emilia Bassar dalam Media Tour IMIP pada 21 Juli lalu.

Peningkatan jumlah usaha di Bahodopi linear dengan perputaran uang di wilayah tersebut. Departemen Human Resources PT IMIP mencatat jumlah pekerja di kawasan IMIP berjumlah 85.520 orang (per 21 Juni 2025).

Bila rata-rata gaji pekerja IMIP, menurut Emilia, terendah dengan kualifikasi fresh graduate atau dibawah satu tahun kerja sekitar Rp6-7 juta per bulan. Besaran rata-rata gaji pekerja di kawasan IMIP jauh lebih tinggi dari Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) Morowali sebesar Rp3,9 juta.

Jika dikalikan dengan jumlah karyawan di Kawasan IMIP dengan rata-rata pendapatan Rp6-7 juta, maka  ada Rp598.6 miliar uang terus berputar di Bahodopi, Kabupaten Morowali, setiap bulannya. Jumlah yang sangat fantastis untuk wilayah dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2025 sebesar Rp2,86 triliun.  

Masalah Lingkungan dan Sosial

Denyut ekonomi yang meningkat di Bahodopi juga membawa konsekuensi sosial dan lingkungan. Lonjakan populasi menyebabkan berbagai persoalan terkait sanitasi, air bersih, infrastruktur jalan yang buruk hingga masalah sampah. Belum lagi debu polusi dan kemacetan akibat tingginya aktivitas industri di kawasan tersebut.

Head of Government Relations Department PT IMIP, Askurullah, mengakui infrastruktur jalan Trans Sulawesi menuju kawasan IMIP memang perlu perhatian serius. Bila kemarau jalanan rusak dan berdebu, bila musim hujan jalan banjir dan banyak genangan.

Askur mengatakan program CSR yang masif dilakukan IMIP sejatinya tidak bisa menjawab semua permasalahan di luar kawasan. Menurutnya, butuh kerjasama dengan stakeholder lain, termasuk dengan pemerintah kabupaten/provinsi dan pusat.

“Ada kerjasama jalan 14 kilometer dengan pemerintah, jalan Trans Sulawesi menuju IMIP, ini clear kita yang beresin. Sebelumnya terjadi longsor jembatan ambruk bikin lumpuh Bahodopi dari Makassar-Kendari terputus, kita juga yang beresin,” kata Askurullah kepada awal media dalam Media Tour IMIP 20-23 Juli lalu.  

Sampah berserakan di Desa Labota, Bahodopi, Morowali, Ketahanan Pangan, Lahan Kelompok Tani Berkah Mombula binaan IMIP, Hasil Pertanian Diserap IMIP, Budidaya ikan nila kelompok tani Berkah Mombula binaan IMIP, Populasi Meningkat-UMKM Menjamur, Pekerja di kawasan IMIP Morowali, Masalah Lingkungan dan Sosial, Sampah berserakan di Desa Labota, Bahodopi, Morowali

Sampah berserakan di Desa Labota, Bahodopi, Morowali

Sedangkan sisanya dikerjakan pemerintah – dalam hal ini Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) XIV Palu.  “Kalau debu di luar kawasan, kita bertanya ini jadi PR kawasan IMIP atau pemerintah?,” tanya dia

Sementara persoalan air bersih, IMIP telah membangun Terminal Air Bersih di Desa Bahomakmur Selain fasilitas terminal air bersih di desa Bahomakmur, PT IMIP juga menyerahkan terminal air baku di desa Fatufia dan Labota. IMIP mendistribusikan air bersih dari sumber air pengolahan WTP dalam kawasan IMIP ke lingkungan masyarakat sekitar.

Namun persoalan pelik lain yang mencuat di Bahodopi adalah masalah sampah yang belum tertangani dengan baik. Sampah dibiarkan menumpuk di pinggir jalan hingga bau busuk mengganggu pengendara yang melintas. Kondisi ini ditemui hampir di semua wilayah di Kecamatan Bahodopi.

Hal ini menjadi ironi, dimana daerah dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mencapai Rp1 miliar per kapita – tertinggi di Indonesia bahkan mengalahkan Jakarta, tapi penataan wilayahnya semrawut, jalan rusak, sampah berserakan di jalan. Semoga ada perbaikan!