Ngeri! Laporan MIT Ungkap AI Bisa Hapus Jutaan Pekerjaan

Ilustrasi aktivitas / bekerja.
Ilustrasi aktivitas / bekerja.

 Artificial Intelligence (AI) terus menjadi topik yang hangat dibicarakan, terutama soal dampaknya pada dunia kerja. Jika dulu banyak yang khawatir AI akan langsung menggantikan manusia dalam berbagai profesi, kini faktanya sedikit berbeda. 

Menurut laporan terbaru MIT’s State of AI in Business 2025, AI belum sepenuhnya mengambil alih pekerjaan pekerja lokal. Sebaliknya, teknologi ini lebih banyak menggantikan pekerjaan outsourcing atau tenaga kerja lepas.

Fenomena ini menunjukkan bahwa penggunaan AI memang membawa efisiensi bagi perusahaan, namun sekaligus menciptakan tantangan baru di sektor ketenagakerjaan global. Di tengah pasar kerja yang ketat, banyak pekerja Amerika Serikat mulai cemas dengan potensi terjadinya "white-collar bloodbath" atau gelombang besar pengangguran bagi pekerja kantoran. 

Meski saat ini dampaknya belum signifikan, riset MIT menegaskan risiko jangka panjang tetap ada, dan bisa jauh lebih besar dari yang dibayangkan. Berikut informasi selengkapnya seperti dirangkum dari laporan Axios, Minggu, 24 Agustus 2025.

AI Lebih Banyak Menggeser Pekerjaan Outsourcing

Aditya Challapally, kontributor riset di MIT, menjelaskan bahwa pekerjaan yang paling terdampak justru adalah yang selama ini dianggap prioritas rendah atau dialihdayakan. Dengan kata lain, alih-alih mengurangi jumlah karyawan internal, perusahaan lebih memilih menggantikan kontrak BPO (business process outsourcing) dan agensi eksternal dengan teknologi AI.

Ilustrasi robot.

Ilustrasi robot.

Secara angka, MIT menemukan bahwa sekitar 3% pekerjaan bisa digantikan AI dalam jangka pendek, namun dalam jangka panjang risikonya bisa mencapai 27%. Angka ini tentu mengejutkan, apalagi jika melihat bagaimana industri teknologi dan media sebagai sektor paling cepat mengadopsi AI. 

Lebih dari 80% eksekutif di kedua sektor ini memperkirakan akan mengurangi jumlah rekrutmen dalam dua tahun ke depan karena semakin bergantung pada AI.

Efisiensi Biaya Jadi Alasan Utama

Bagi perusahaan, keputusan beralih ke AI sebagian besar didorong oleh efisiensi biaya. Penelitian MIT menunjukkan bahwa otomatisasi back-office memberikan penghematan besar, dengan potensi mengurangi biaya BPO hingga $2 juta sampai $10 juta. Salah satu perusahaan bahkan berhasil menghemat $8 juta per tahun hanya dengan menginvestasikan $8.000 pada sebuah alat AI.

Namun menariknya, meski back-office automation terbukti lebih hemat, sekitar 50% anggaran AI justru mengalir ke bidang sales dan marketing. Hal ini menunjukkan bahwa banyak perusahaan masih bereksperimen untuk memanfaatkan AI di bagian depan, meskipun dampaknya sulit diukur secara langsung.

Harapan dan Risiko untuk Investor

Bagi investor, tren ini menawarkan dua sisi mata uang. Di satu sisi, penggunaan AI terbukti bisa mendorong produktivitas dan memangkas biaya operasional tanpa perlu menimbulkan PHK massal. Namun di sisi lain, ada risiko besar karena 95% organisasi yang berinvestasi pada AI generatif dilaporkan belum merasakan pengembalian modal sama sekali.

Meski begitu, MIT mencatat bahwa perusahaan tetap mengalami peningkatan produktivitas secara signifikan. Jika efisiensi biaya ini bisa berlanjut tanpa mengorbankan tenaga kerja dalam jumlah besar, maka investor bisa menikmati skenario “Goldilocks” atau pertumbuhan laba berkelanjutan tanpa beban sosial akibat pengangguran besar-besaran.

Laporan MIT ini membuka mata bahwa AI tidak serta-merta langsung menggantikan semua jenis pekerjaan manusia. Dampak awalnya justru terasa pada sektor outsourcing dan pekerjaan prioritas rendah. Namun, risiko jangka panjang tetap besar, terutama bagi 27% pekerjaan yang berpotensi hilang akibat otomatisasi.