Karyawan Berisiko Serangan Jantung hingga Stroke Jika Sering Direndahkan Atasannya
- Kata-Kata Merendahkan: Bentuk Kekerasan Psikologis di Kantor
- Tekanan Psikologis yang Menyusup ke Tubuh
- Risiko Kesehatan Fisik: Dari Psikosomatis hingga Tekanan Darah Tinggi
- Dampak Jangka Panjang: “Luka Tak Terlihat” di Dunia Kerja
- Apa yang Bisa Dilakukan Karyawan?
- Peran Perusahaan: Menciptakan Budaya Kerja Sehat

Pernahkah kamu bekerja keras, tapi justru mendapat komentar pedas dari atasan? Misalnya, “Kerjamu selalu lambat!” atau “Kamu tidak ada gunanya di tim ini.”
Ucapan seperti ini, meski terlihat hanya kata-kata, ternyata bisa melukai lebih dalam dari yang kita bayangkan. Bukan hanya membuat hati sakit, tapi juga menyerang kesehatan fisik secara diam-diam.
Profesor perilaku organisasi di Stanford University sekaligus penulis buku The No Asshole Rule, Dr. Robert I. Sutton menegaskan bahwa kata-kata merendahkan dari atasan bisa menciptakan efek berantai yang nyata, bukan hanya menurunkan produktivitas, tetapi juga memengaruhi kesehatan karyawan secara serius.
Kata-Kata Merendahkan: Bentuk Kekerasan Psikologis di Kantor
Kata-kata merendahkan adalah bentuk kekerasan verbal yang sering kali dianggap sepele. Bentuknya bisa berupa:
- Komentar meremehkan kinerja (“Kamu selalu bikin kesalahan”).
- Sarkasme kasar (“Wah, ini kerjaanmu? Pantas saja lama”).
- Membandingkan berlebihan (“Kenapa kamu tidak bisa seperti si A?”).
Dr. Sutton menegaskan bahwa ucapan seperti ini menciptakan lingkungan kerja toksik yang penuh tekanan. Lama-kelamaan, tubuh karyawan meresponsnya seolah sedang menghadapi ancaman nyata.
Tekanan Psikologis yang Menyusup ke Tubuh
Ketika bos melontarkan kata-kata merendahkan, otak kita menangkapnya sebagai bentuk stres sosial. Tubuh pun melepaskan hormon stres seperti kortisol dan adrenalin.
- Kortisol tinggi membuat jantung bekerja lebih keras.
- Adrenalin meningkatkan detak jantung dan tekanan darah.
“Tubuh tidak membedakan ancaman fisik dengan ancaman verbal. Ucapan merendahkan bisa memicu respons biologis yang sama beratnya dengan bahaya nyata,” kata Dr. Sutton.
Risiko Kesehatan Fisik: Dari Psikosomatis hingga Tekanan Darah Tinggi
Efek ucapan merendahkan tidak berhenti di perasaan sakit hati. Jika terus berulang, tubuh bisa mengalami gejala fisik yang nyata, antara lain:
1. Gangguan Psikosomatis
Rasa sakit yang timbul akibat stres psikologis. Gejala ini bisa berupa sakit kepala, nyeri perut, atau pegal-pegal tanpa sebab medis yang jelas.
2. Tekanan Darah Tinggi
Stres kronis akibat perilaku verbal kasar meningkatkan risiko hipertensi. Tekanan darah yang terus-menerus tinggi dapat memicu serangan jantung atau stroke.
3. Gangguan Tidur
Ucapan pedas dari bos sering terbawa ke rumah, membuat karyawan sulit tidur. Tidur yang terganggu berujung pada menurunnya daya tahan tubuh.
4. Penurunan Sistem Imun
Kortisol yang terlalu sering dilepaskan melemahkan sistem imun, sehingga tubuh lebih rentan sakit, dari flu ringan hingga infeksi serius.
”Lingkungan kerja yang penuh hinaan dan kata-kata kasar secara langsung meningkatkan risiko penyakit kronis pada karyawan,” Dr. Sutton menekankan.
Dampak Jangka Panjang: “Luka Tak Terlihat” di Dunia Kerja
Jika kata-kata merendahkan berlangsung terus-menerus, dampaknya tidak hanya pada kesehatan saat ini, tapi juga masa depan.
- Burnout: kelelahan fisik dan emosional ekstrem.
- Depresi: kehilangan motivasi, harga diri, hingga muncul gejala depresi klinis.
- Produktivitas menurun: karyawan bekerja dengan rasa takut, bukan motivasi.
Bahkan, studi yang dikutip Dr. Sutton dalam penelitiannya menunjukkan bahwa karyawan di lingkungan kerja toksik lebih sering absen, lebih cepat sakit, dan cenderung keluar dari pekerjaan.
Apa yang Bisa Dilakukan Karyawan?
Menghadapi bos yang suka merendahkan memang sulit, tapi ada langkah-langkah yang bisa diambil:
- Tetapkan batasan: jika memungkinkan, sampaikan dengan sopan bahwa kata-kata tersebut menyakiti.
- Catat insiden: tuliskan tanggal dan detail ucapan yang diterima, sebagai bukti jika perlu melapor.
- Cari dukungan: bicarakan dengan rekan kerja, HRD, atau bahkan profesional kesehatan mental.
- Kelola stres pribadi: olahraga, meditasi, atau journaling bisa membantu menyeimbangkan efek buruk stres.
Peran Perusahaan: Menciptakan Budaya Kerja Sehat
Tidak semua beban ada di pundak karyawan. Perusahaan punya tanggung jawab besar. Dr. Sutton menekankan pentingnya zero tolerance terhadap perilaku toksik. Itu berarti:
- Menyediakan pelatihan untuk atasan tentang komunikasi sehat.
- Memberikan jalur pelaporan yang aman bagi karyawan.
- Menghargai kerja keras karyawan dengan umpan balik positif.
Dengan begitu, perusahaan tidak hanya menjaga produktivitas, tetapi juga kesehatan fisik dan mental karyawannya.