Teman Suka Culas di Kantor Ternyata Diam-Diam Takut Kalah dan Insecure Sama Kamu

Di hampir setiap kantor, selalu ada tipe rekan kerja yang bikin pusing yakni teman yang culas. Mereka suka mengambil kredit atas kerja tim, menjatuhkan orang lain, atau bersikap licik agar dirinya terlihat paling unggul.
Pertanyaannya, mengapa ada orang yang memilih cara ini? Apakah benar mereka hanya takut kalah? Jawabannya tidak sesederhana itu. Perilaku culas sering kali muncul dari rasa tidak aman (insecurity), takut tertinggal dalam persaingan, dan juga budaya kantor yang tidak sehat. Memahami akar masalah ini akan membantu kita menjaga diri sekaligus tahu cara terbaik menghadapi mereka tanpa terseret ke drama.
Mengapa Teman di Kantor Bisa Berperilaku Culas?
1. Insecurity atau Ketidakamanan Diri
Banyak perilaku culas berakar dari rasa tidak percaya diri. Mereka takut terlihat kurang kompeten atau tidak cukup hebat di mata atasan. Oleh karena itu, jalan pintas seperti merendahkan orang lain atau merebut pujian dianggap sebagai pelindung citra diri mereka.
2. Persaingan dan Rasa Takut Kalah
Lingkungan kerja yang penuh target dan kompetisi bisa memicu rekan kerja tertentu untuk menjadi culas. Mereka takut kesempatan promosi atau penghargaan jatuh ke tangan orang lain, sehingga mencari cara cepat untuk menjatuhkan lawan, bukan bersaing secara sehat.
3. Budaya Organisasi yang Mendukung
Budaya kantor yang toxic juga berperan. Jika perusahaan hanya menilai hasil tanpa peduli proses, orang culas merasa tindakannya wajar. Tanpa adanya rasa aman secara psikologis, karyawan akan lebih mudah bersikap defensif, saling sikut, dan memikirkan kepentingan pribadi.
Mengapa Orang Bisa Menjadi Culas?
Salah satu pakar yang membahas perilaku sulit di tempat kerja adalah Dr. Avigail Lev, PsyD, yang juga pendiri Bay Area CBT Center. Ia menjelaskan mengapa orang bisa bersikap menyakiti orang lain di kantor.
“Pelaku biasanya menargetkan individu yang mereka anggap lebih rentan, lebih berbakat, disukai banyak orang, beretika, introvert, cemas, atau merasa tidak aman… Kerentanan itu bisa dieksploitasi, dan pelaku menggunakan taktik untuk meruntuhkan kepercayaan diri korban serta membuat mereka merasa inferior,” kata dia.
Artinya ini menggambarkan bahwa perilaku culas bukan sekadar tentang takut kalah, tapi juga tentang rasa terancam. Orang culas merasa ada orang lain yang bisa lebih unggul atau lebih disukai. Untuk melindungi posisi, mereka menggunakan cara licik agar tampak lebih superior.
Menariknya, korban dari perilaku culas justru seringkali adalah mereka yang kompeten, populer, atau memiliki integritas tinggi. Artinya, jika kamu pernah menjadi sasaran teman culas, bukan berarti kamu lemah justru bisa jadi karena kamu dianggap sebagai ancaman.
Strategi Menghadapi Teman Culas Menurut Ahli
Mengetahui penyebabnya saja tidak cukup. Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa melindungi diri dan tetap profesional. Beberapa strategi dari para ahli berikut bisa jadi panduan:
1. Tingkatkan Keamanan Psikologis Diri
Robert Sutton, profesor di Stanford dan penulis The A-----e Survival Guide, menekankan pentingnya membangun mental barrier atau batas mental agar tidak mudah terseret ke drama rekan kerja yang toxic. Artinya, kita perlu belajar memilah mana yang sungguh tentang kita, dan mana yang hanya refleksi dari insecurity orang lain.
2. Komunikasi Asertif dan Tetap Tenang
Saat menghadapi perilaku culas, jangan terpancing emosi. Pakar perilaku organisasi di Yale, Heidi Brooks mengatakan untuk tetap berpijak pada diri sendiri.
“Ingatlah bahwa perilaku menyakiti orang lain sebenarnya lebih banyak bercerita tentang si pelaku, bukan tentang dirimu. Tetaplah berpijak pada dirimu sendiri,” kata dia.
Pesan ini penting, jangan menginternalisasi perlakuan buruk. Dengan komunikasi asertif, kita bisa menegaskan batas tanpa memperburuk situasi.
3. Dokumentasi yang Jelas
Kalau perilaku culas sudah mengganggu pekerjaan, catat setiap kejadian dengan detail.
“Dokumentasikan insiden dengan detail spesifik dan bukti yang bisa mendukung klaimmu,” saran Daniel Grace dari IRIS Software Group.
“Tinta yang paling samar pun lebih bisa dipercaya daripada ingatan yang paling tajam,” kata Andrew McCaskill dari LinkedIn mengingatkan.
Dengan dokumentasi, kamu punya dasar kuat jika suatu hari perlu melaporkan ke HR atau atasan.
4. Libatkan Dukungan Sosial dan HR
Jika perilaku culas sudah kelewat batas, jangan ragu mencari dukungan. Bisa dengan rekan yang kamu percaya, mentor, atau HR. Profesor psikologi di NYU, Tessa West, menekankan bahwa bekerja dengan rekan yang toxic bisa memicu stres berat dan burnout. Oleh karena itu, mengenali masalah sejak awal dan melibatkan pihak berwenang penting untuk menjaga kesehatan mental.