Hotel Mewah Preanger di Bandung Simpan Kisah Kelam Masa Kolonial, Berani Menginap?

Hotel Preanger Bandung
Hotel Preanger Bandung

Bandung, kota yang dijuluki Paris van Java, menyimpan pesona sejarah yang memikat, namun juga kisah-kisah kelam yang mengundang rasa penasaran. Salah satu destinasi yang mencuri perhatian adalah Hotel Grand Preanger, sebuah penginapan mewah di Jalan Asia Afrika yang tak hanya menawarkan kemewahan, tetapi juga aura misterius dari masa kolonial. 

Berdiri sejak akhir abad ke-19, hotel ini menjadi saksi bisu perjalanan panjang kota Bandung, dari era Priangan hingga menjadi tuan rumah Konferensi Asia Afrika 1955. 

Namun, di balik kemegahan arsitektur Art Deco dan cerita kunjungan tokoh dunia seperti Charlie Chaplin, tersimpan kisah-kisah kelam yang membuat bulu kuduk merinding. Apakah Anda berani menginap dan menyelami misteri yang menyelimuti hotel ini?

Dari Toko Roti ke Ikon Kolonial

Sejarah Hotel Grand Preanger bermula pada tahun 1884, ketika bangunan ini masih berupa toko roti sederhana di kawasan Groote Postweg, kini Jalan Asia Afrika. Toko ini menjadi tempat favorit para pemilik perkebunan Priangan yang kerap berlibur di Bandung. 

Namun, nasib toko tersebut tak bertahan lama, hingga akhirnya bangkrut. Pada tahun 1897, seorang Belanda bernama W.H.C. Van Deeterkom mengambil alih dan mengubahnya menjadi penginapan sederhana bernama Hotel Thiem. 

Pada tahun 1920, penginapan ini resmi berganti nama menjadi Grand Hotel Preanger, menandai transformasi menuju kemegahan. Dengan gaya arsitektur Indische Empire, hotel ini menjadi simbol kebanggaan Belanda di Bandung selama lebih dari seperempat abad.

Pada tahun 1929, renovasi besar-besaran dilakukan di bawah arahan arsitek ternama C.P. Wolff Schoemaker, dibantu oleh mahasiswa arsitektur yang kelak menjadi Presiden Indonesia pertama, Ir. Soekarno. 

Kolaborasi ini melahirkan desain Art Deco geometris yang ikonik, dengan garis-garis tegas dan ornamen modern yang mencerminkan semangat zaman. Bangunan ini tak hanya memikat secara estetika, tetapi juga menyimpan cerita-cerita yang tak terucapkan dari masa kolonial.

Kisah Kelam dan Misteri

Di balik kemewahan Hotel Grand Preanger, tersimpan kisah-kisah kelam yang mengundang spekulasi tentang aktivitas supranatural. Sebagai bangunan yang berdiri sejak era kolonial, hotel ini diyakini menyimpan energi masa lalu yang belum sepenuhnya sirna. 

Konon, beberapa tamu dan staf hotel pernah melaporkan pengalaman aneh, seperti suara langkah kaki di koridor kosong pada tengah malam, bayangan misterius di cermin, hingga hawa dingin yang tak wajar di beberapa kamar. 

Meskipun tak ada dokumentasi resmi yang mengkonfirmasi kejadian mistis, cerita-cerita ini telah menjadi bagian dari daya tarik hotel bagi pecinta wisata horor.

Salah satu kisah yang sering diperbincangkan adalah tentang sayap Asia Afrika, bagian tertua dari hotel yang masih mempertahankan elemen arsitektur asli rancangan Schoemaker. Beberapa tamu mengaku merasakan kehadiran “sesuatu” di area ini, terutama di malam hari. 

Apakah ini terkait dengan sejarah panjang hotel yang menjadi tempat tinggal para elit kolonial, atau mungkin peristiwa-peristiwa tak terdokumentasi dari masa lalu? Hingga kini, misteri ini tetap menjadi teka-teki yang menambah aura mistis hotel.

Saksi Bisu Peristiwa Bersejarah

Hotel Grand Preanger bukan hanya tentang kemewahan dan misteri, tetapi juga peran pentingnya dalam sejarah. Pada tahun 1955, hotel ini menjadi tempat menginap para delegasi Konferensi Asia Afrika, termasuk tokoh dunia seperti Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser dan Raja Arab Saudi Faisal bin Abdulaziz. 

Koridor-koridor hotel menjadi saksi perbincangan strategis yang membentuk arah baru bagi negara-negara merdeka di Asia dan Afrika. Selain itu, tokoh seperti Charlie Chaplin dan Amelia Earhart pernah singgah di sini, menambah daftar panjang cerita bersejarah hotel ini. Chaplin, yang menginap pada tahun 1932, bahkan memuji keindahan arsitektur dan modernitas hotel ini.

Museum Wolff Schoemaker di lantai pertama hotel menjadi kapsul waktu yang menyimpan artefak, foto, dan cerita dari masa lalu. Pengunjung dapat melihat langsung jejak sejarah, mulai dari desain asli Soekarno hingga kenangan Konferensi Asia Afrika. Museum ini menjadi daya tarik tambahan bagi wisatawan yang ingin menyelami sejarah sambil merasakan nuansa heritage yang masih terjaga.