Kenapa Orang Jahat Terlihat Sukses Sedangkan Orang Baik Malah Tertinggal?
- Orang “jahat” tidak takut melanggar aturan
- Kepercayaan diri adalah kekuatan super mereka
- Mereka menempatkan diri sendiri di depan
- Dunia menghargai hasil, bukan niat
- Jaringan (alias bermain strategi)
- Mengambil risiko vs bermain aman
- Orang sering salah mengira kebaikan sebagai kelemahan
- Kesuksesan tidak selalu seperti yang terlihat
- Ingat: strategi jahat berhasil—sampai tidak

Pernahkah Anda melihat sekeliling dan bertanya-tanya mengapa orang yang curang atau memperlakukan orang lain dengan buruk atau bahkan merendahkan hidup orang lain tetap tampak mulus. Entah dari segi uang, kekuasaan, dan status, sementara orang-orang baik yang jujur dan rajin hampir selalu kesulitan? Jika iya maka simak artikel berikut ini untuk mengetahui penyebabnya.
Melansir laman Times of India, berikut ini alasan mengapa orang jahat selalu sukses dibandingkan orang baik.
Orang “jahat” tidak takut melanggar aturan
Dalam bukunya The 48 Laws of Power, Robert Greene berpendapat bahwa mereka yang berhasil biasanya tahu bagaimana melonggarkan aturan, memanipulasi penampilan, dan bertindak berani tanpa ragu. Hal ini juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu hal pertama yang akan Anda perhatikan adalah orang yang jahat biasanya memiliki batasan yang lebih sedikit. Mereka tidak masalah mengambil jalan pintas, melanggar aturan, atau melewati pertimbangan etika di kepala mereka. Sementara orang baik sering bertanya, “Apakah ini adil? Apakah saya menyakiti orang lain?” semetara orang jahat sudah dua langkah di depan, dan melakukan tindakan yang membuat mereka diperhatikan, dibayar, atau dipromosikan.
Bukan berarti orang ’jahat’ lebih pintar, melainkan mereka tidak ragu dan dalam lingkungan yang kompetitif seperti bisnis atau politik, keraguan bisa menjadi bumerang.
Kepercayaan diri adalah kekuatan super mereka
Kepercayaan diri sering terlihat seperti kompetensi. Orang jahat sering memproyeksikan diri mereka sebagai orang yang berani, tegas, dan tanpa rasa takut. Energi ini menarik perhatian orang lain baik itu bos, klien, atau publik, orang secara alami merespons kepercayaan diri, meskipun substansinya diragukan.
Sementara itu, orang baik sering meragukan diri sendiri, meremehkan pencapaian, atau menunggu orang lain menghargai usahanya. Menariknya orang jarang memperhatikan kepercayaan diri kecuali Anda menunjukkannya. Hal ini berbeda dengan orang ’jahat’, mereka ahli dalam menunjukkannya.
Mereka menempatkan diri sendiri di depan
Dalam Give and Take, Adam Grant membagi orang menjadi givers (pemberi), takers (pengambil), dan matchers (penyeimbang). Givers adalah orang yang murah hati dan peduli, tipikal orang baik. Takers menempatkan diri mereka sendiri terlebih dahulu. Matchers menyeimbangkan keduanya.
Banyak orang jahat secara terang-terangan mementingkan diri sendiri. Mereka tidak merasa bersalah meminta kenaikan gaji, menuntut penghormatan, atau menempatkan kebutuhan mereka di atas orang lain. Dan Anda tahu? Dalam dunia yang sering memberi penghargaan pada suara paling keras, sikap ini efektif.
Orang baik sebaliknya, diajarkan untuk rendah hati, murah hati, dan peduli. Semua sifat mulia, tentu saja. Tapi terlalu banyak kerendahan hati bisa membuat Anda diabaikan, dibayar rendah, atau dimanfaatkan.
Dunia menghargai hasil, bukan niat
Faktanya sebagian besar sistem, baik dalam pekerjaan, uang, atau status, menghargai hasil. Tidak ada yang peduli apakah Anda baik, sabar, atau tidak mementingkan diri sendiri jika Anda tidak menghasilkan sesuatu yang menguntungkan mereka.
Orang jahat fokus pada hasil, kadang dengan cara apa pun. Orang baik sering fokus pada melakukan hal yang benar, yang mungkin tidak membawa hasil langsung. Lantaran masyarakat mengukur kesuksesan dari uang, gelar, dan status, orang jahat terlihat lebih berhasil, meskipun meninggalkan kekacauan di belakangnya.
Jaringan (alias bermain strategi)
Pernahkah Anda memperhatikan bahwa orang paling licik tampaknya mengenal semua orang? Mereka hadir di jamuan, berjabat tangan dengan orang yang tepat, dan menjaga koneksi yang mendorong mereka maju.
Orang baik? Mereka sering terlalu sibuk bekerja keras atau menghindari politik. Mereka percaya hasil kerja akan berbicara sendiri. Sayangnya, di dunia nyata, kerja keras tidak selalu cukup. Tapi jaringan efektif.
Orang ’jahat’ strategis dalam hubungan. Mereka bertanya, “Apa yang bisa orang ini lakukan untuk saya?” Orang baik berpikir, “Bagaimana saya bisa membantu orang ini?”indah, tapi tidak selalu memberi keuntungan langsung.
Mengambil risiko vs bermain aman
Alasan lain orang ’jahat’ bisa maju adalah keberanian mengambil risiko. Mereka bisa meninggalkan pekerjaan stabil untuk usaha berisiko, mendorong promosi yang belum layak, atau berinvestasi pada ide yang mungkin gagal.
Orang baik? Mereka sering berhati-hati dan mempertimbangkan banyak hal. Mereka tidak ingin merepotkan orang lain atau melangkahi batas. Tapi bermain aman bisa membuat Anda terjebak di tempat yang sama, sementara pengambil risiko melesat, kadang gagal, tapi kadang sukses besar.
Orang sering salah mengira kebaikan sebagai kelemahan
Sheryl Sandberg dalam Lean In menjelaskan bahwa perempuan khususnya menghadapi masalah ini bersikap baik di tempat kerja sering diterjemahkan menjadi diabaikan atau diremehkan. Orang mengira Anda akan selalu mengatakan “ya,” sehingga beban kerja bertambah.
Sayangnya, di banyak situasi, terlalu baik bisa dianggap lemah. Bos mungkin berpikir Anda tidak akan pernah berhenti bekerja, jadi kenapa harus menaikkan gaji? Teman mungkin mengira Anda selalu setuju, sehingga dimanfaatkan.
Sementara itu, orang “jahat” menuntut penghormatan melalui batasan atau kekuatan, dan orang mendengarkan. Tidak adil, tapi itulah psikologi manusia.
Kesuksesan tidak selalu seperti yang terlihat
Kesuksesan orang ’jahat’ mungkin tidak semenyilaukan yang terlihat. Mereka mungkin punya uang, tapi juga musuh. Mereka tampak percaya diri, tapi sebenarnya merasa tidak aman. Mereka mungkin berada di depan sekarang, tapi jalan pintas mereka bisa berbalik merugikan di masa depan.
Orang baik, meski lambat naik, sering membangun hubungan dan reputasi yang bertahan lama. Mereka mungkin tidak membuat berita besar, tapi akhirnya menikmati kepuasan dan stabilitas yang lebih mendalam. Kesuksesan bukan hanya soal uang tapi juga ketenangan pikiran, penghormatan, dan kebahagiaan.
Ingat: strategi jahat berhasil—sampai tidak
Menjadi jahat bisa memberi kemenangan cepat, tapi tidak bertahan lama. Buku seperti Good to Great oleh Jim Collins menekankan bahwa perusahaan yang dibangun atas nilai-nilai lebih unggul dalam jangka waktu yang panjang dibanding yang dibangun dengan taktik licik.
Pada akhirnya, orang jahat terlihat sukses karena mereka memprioritaskan diri sendiri dan bermain agresif. Tapi orang baik memiliki keuntungan jangka panjang. Mereka membangun kepercayaan, kredibilitas, dan koneksi yang berarti, hal yang tidak bisa digantikan oleh kemenangan cepat.
Kuncinya? Jangan tinggalkan kebaikan. Gabungkan dengan kepercayaan diri, strategi, dan harga diri. Saat itulah orang ’baik’ berhenti diabaikan dan mulai meraih kesuksesan yang layak mereka dapatkan.