Rayakan Kemenangan, Bukan Makan Kekenyangan

hari raya idul fitri, hidangan nusantara, rayakan kemenangan, makan kekenyangan, makan sehat saat Lebaran, Rayakan Kemenangan, Bukan Makan Kekenyangan

Hari raya adalah salah satu momen yang dinantikan semua orang. Istilah jaman sekarang, “vibe” -nya beda.

Rehat dari kebosanan, frustrasi pekerjaan dan kehidupan, bahkan menjadi bulan barokah untuk saling memaafkan.

Nah, yang menarik adalah soal memaafkan diri sendiri: untuk telah menjadi kalap selama “berbuka puasa bersama” berjilid-jilid, berpindah dari satu rumah makan ke restoran yang bertebaran memberi harga diskonan.

Dengan kondisi ekonomi yang kurang baik, harga pasar membuktikan kelapa saja naik hingga dua kali lipat, belum lagi telur, ayam dan cabai. Semuanya bahan baku hidangan lebaran yang pantang dilewatkan.

Kebiasaan bertukar isi rantang di hari raya menjadi terancam, berubah istilah ‘tukar kado’ yang tak lain isinya produk pangan dan minuman kemasan, yang harganya jauh lebih murah sekaligus merusak tradisi yang bergizi.

Fenomena ini bukan hanya terjadi di kota besar, juga di pelbagai pelosok nusantara yang terekam di media sosial, bahkan di kalangan orang-orang yang mestinya paham ketidakberesan produk kemasan yang dimakan itu.

Kabar baiknya, masyarakat kita semakin terbuka matanya. Kian banyak ibu-ibu yang protes bahkan rela ‘pasang badan’ saat pulang kampung balita mereka diberi jajanan kemasan yang justru oleh orang desa dipuja karena dikira keren kekinian.

Lebih mengenaskan lagi, karena harga kelapa melambung – penggunaan produk pengganti berupa krim olahan didewakan sebagian besar masyarakat yang terpapar iklan dan mulai menghujat kelapa sebagai sumber kegaduhan kolesterol. Padahal, itu hoax lama yang terus dipelihara.

Delapan puluh persen kolesterol manusia dibuat oleh hatinya sendiri akibat pola makan amburadul dan stres, sementara kolesterol yang langsung dari makanan hanya berkontribusi sekitar 20%.

Data lama yang sudah terpampang di laman Harvard Health Publications, tapi publik Indonesia lebih banyak mendapat mentoring dari laman-laman ghibah media sosial.

Kembali ke Fitrah, Nikmati Aneka Hidangan Nusantara

Lalu, di hari raya, apa yang bisa diperbuat agar kerja tubuh tidak semakin berat? Sejujurnya, menu hari raya di masa kini tak ubah dengan menu kita sehari-hari.

Mungkin di awal-awal kemerdekaan Indonesia, masak opor dan menikmati rendang adalah kemewahan luar biasa.

Tapi sekarang? Masakan opor dan rendang ada setiap hari di restoran buat yang taraf ekonominya cukup merdeka.

hari raya idul fitri, hidangan nusantara, rayakan kemenangan, makan kekenyangan, makan sehat saat Lebaran, Rayakan Kemenangan, Bukan Makan Kekenyangan

Kalori makanan Lebaran

Begitu pula aneka kue kering berbagai kasta tersedia kapan pun. Belum lagi acara bukber berjilid-jilid dari rumah makan Minang hingga resto Jepang.

Jadi, kembalilah ke fitrah, yang membuat bulan Syawal selalu ditunggu. Saling bermaafan, menata relasi baru. Juga terhadap diri sendiri.

Sebab empat buah nastar yang lucu imut kalorinya setara dengan sepiring nasi putih, melebihi sepotong rendang sapi atau semangkuk soto kudus.

Sejatinya, nastar dan aneka kukis dalam toples itu bukan budaya Indonesia, dimana tidak pernah ada gandum yang tumbuh.

Dan di era sadar gizi, menukar kue kering dengan lepet, bingka dan polo pendem bukanlah kemunduran. Melainkan suatu perayaan berkesadaran.

Begitu pula sadar Isi Piring dengan aneka hidangan Nusantara yang lezat, justru membangkitkan kebanggaan, sekaligus meneruskan warisan buat si kecil dan remaja yang baru belajar ‘makan bener’ – ketimbang mengikuti kesesatan masa.

Sebutlah menu Aceh yang terdiri dari Anyang Pakis, rujak Aceh, Bebek gulai kurma dan asam keu’eung dimakan dengan lontong.

Pilihlah Urap Bali, Sate lilit dan nasi Tempong bersama Es jeruk kelapa menghadirkan nuansa pulau dewata.

Merayakan kemenangan di atas keserakahan dan kekenyangan jauh lebih bermartabat, sekaligus bersahabat bagi jiwa dan raga.

“Indonesia kaya” perlu disuarakan lebih kencang, digaungkan dengan perbuatan. Mumpung generasi yang masih paham belum hilang, mumpung harga rempah masih lebih murah ketimbang saos dan racikan kemasan.

hari raya idul fitri, hidangan nusantara, rayakan kemenangan, makan kekenyangan, makan sehat saat Lebaran, Rayakan Kemenangan, Bukan Makan Kekenyangan

Isi Piringku Versi Hari Raya

Generasi baru kita sudah terlampau jenuh dengan ‘yang itu-itu saja’, saatnya menggandeng mereka kembali mengenal asal-usul, sebelum masakan tradisional kita malah berjaya di negri orang.

Sebelum orang asing menerbitkan ‘buku resep menu eksotik’ yang ternyata berasal dari kampung halaman kita sendiri. Menjadi salah kaprah dan blunder tak termaafkan jika atas nama inovasi merusak tradisi.

Enggak ada ceritanya kaidah fusion mengubah Paliat asli Banjar jadi “King prawn in thick coconut milk based soup”.

Mari jadikan lebaran Nusantara kita bermakna. Kembali ke asal semula. Seperti ketupat janur punya makna: sebagai simbol pengakuan kesalahan (kalepatan) yang saling berkelit-kelindan, menuju pemaafkan.

Ketupat janur kehilangan makna jika dibuat dari nasi rice cooker dengan cetakan silikon. Ibarat metafor kehidupan tinggal jadi jargon.