Gratis Ongkir E-commerce Dibatasi? Ini Pro Kontra Aturan Baru Komdigi

Aturan baru ini membatasi pemberian potongan ongkos kirim hanya selama tiga hari dalam sebulan, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Komdigi Nomor 8 Tahun 2025 tentang Layanan Pos Komersial.
Survei e-Conomy SEA 2023 oleh Google dan Temasek menunjukkan bahwa 70 persen konsumen Indonesia menyebut "bebas ongkir" sebagai alasan utama mereka berbelanja online.
Pemerintah beralasan, kebijakan ini diterapkan demi menjaga keseimbangan ekosistem e-commerce, khususnya agar persaingan tetap sehat dan tidak merugikan layanan pos.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga menilai pembatasan ini berpotensi mengubah perilaku konsumtif masyarakat, dan mendesak hadirnya regulasi yang lebih komprehensif.
Gratis ongkir dibatasi 3 hari sebulan
Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) resmi membatasi diskon ongkos kirim (ongkir) yang diberikan oleh perusahaan kurir menjadi maksimal tiga hari dalam sebulan.
Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Komdigi Nomor 8 Tahun 2025 tentang Layanan Pos Komersial, khususnya Pasal 45. Dalam beleid tersebut disebutkan bahwa diskon yang menyebabkan tarif layanan pos berada di bawah biaya pokok layanan hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu terbatas.
Jika e-commerce ingin memperpanjang periode diskon ongkir dari kurir, Komdigi membuka opsi evaluasi berdasarkan data dan tarif industri. Dengan begitu, pemberlakuan pembatasan ini bersifat dinamis, meski pada dasarnya dibatasi selama tiga hari setiap bulan.
Pembatasan ini tak serta-merta dibuat tanpa alasan. Komdigi menjelaskan bahwa tujuannya adalah menjaga keseimbangan dan kesehatan ekosistem e-commerce, terutama dalam konteks layanan logistik.
Diskon ongkir secara berlebihan dan di bawah biaya pokok dinilai dapat memicu persaingan yang tidak sehat, terutama bagi perusahaan jasa kurir yang tidak memiliki dukungan modal besar.
Dirjen Ekosistem Digital Komdigi, Edwin Hidayat Abdullah, mengatakan, “Kalau tarif terus ditekan tanpa kendali, maka kesejahteraan kurir yang jadi taruhannya. Ini yang ingin kita jaga bersama.”
Pemerintah ingin memastikan bahwa layanan logistik dapat terus tumbuh berkelanjutan, dan para kurir tetap mendapat upah yang layak tanpa tertekan oleh perang diskon yang ekstrem.
Dampak ke UMKM
Kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran dari pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Bagi mereka, promo gratis ongkir selama ini menjadi senjata utama untuk menarik minat konsumen, khususnya di tengah lesunya daya beli masyarakat.
Ia mengatakan, “Ongkir gratis itu kan salah satu hal yang membuat konsumen tertarik untuk belanja. Ini kan, sudahlah daya beli masyarakat menurun, terus ditambah kebijakan itu pasti membuat omzet kami juga turun,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (17/5/2025).
YLKI: Bisa ubah perilaku konsumtif, perlu regulasi komprehensif
Di sisi lain, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) melihat pembatasan ini dari sudut pandang perilaku konsumen. Menurut YLKI, masyarakat Indonesia selama ini sudah terbiasa dengan promo ongkir murah atau gratis, yang turut membentuk kebiasaan belanja impulsif.
Dengan adanya pembatasan, pola konsumsi ini bisa berubah menjadi lebih selektif, sebuah efek yang dinilai positif, namun tetap harus diimbangi dengan edukasi.
YLKI menekankan pentingnya regulasi yang tidak hanya fokus pada aspek teknis, tetapi juga mencakup perlindungan konsumen dan transparansi biaya pengiriman.
Regulasi yang komprehensif harus mampu menciptakan ekosistem yang tidak hanya adil bagi pelaku usaha, tetapi juga memberi kejelasan dan perlindungan bagi konsumen dalam jangka panjang.
Penjelasan Komdigi
Adapun yang diatur oleh Komdigi adalah skema potongan ongkir yang diberikan oleh perusahaan kurir, khususnya apabila tarif pengiriman menjadi lebih rendah dari biaya operasional.
Misalnya, jika sebuah jasa kurir mengenakan tarif standar Rp 18.000 untuk pengiriman Jakarta–Surabaya, maka mereka tidak diperkenankan memberikan diskon yang menjadikan tarif itu turun menjadi Rp 5.000 secara terus-menerus.
Menurut Komdigi, pembatasan ini diperlukan agar perusahaan kurir tetap bisa bertahan dan berkembang, tanpa ditekan oleh model bisnis yang tidak menguntungkan bagi mereka.
Regulasi ini disusun setelah dialog bersama berbagai pihak, termasuk asosiasi logistik dan e-commerce. Dengan pendekatan ini, Komdigi berharap semua pihak memiliki ruang yang adil untuk tumbuh dalam ekosistem digital nasional yang sehat dan berdaya saing.