Fenomena 'Skinny Influencer', Diet Ekstrem Jadi Konten Viral di Media Sosial
Liv Schmidt, konten kreator berusia 23 tahun, sempat viral tahun lalu karena konten-kontennya tentang tips untuk menjadi kurus. Seri videonya, seperti 'Living Slim in the City'dan 'Holiday Meal Skinny Girl Guide,' menarik banyak perhatian di TikTok dan Instagram.
Dalam setiap unggahannya, Liv selalu tampil glamor-mulai dari outfit olahraga saat Pilates sampai menikmati makan malam di New York City. Pesannya jelas: menjadi kurus adalah bagian penting dari menjadi seorang 'it girl.'
Liv bahkan pernah membahas filosofi ini dalam wawancaranya dengan Wall Street Journal. Dia blak-blakan tentang bagaimana membatasi kalori dan menyebutkan bahwa konten yang dibuat hanyalah jawaban atas apa yang diinginkan audiensnya.
TikTok lantas menangguhkan akun Liv karena dianggap melanggar pedoman komunitas platform tersebut, khususnya mengenai konten gangguan makan dan citra tubuh. Meskipun tidak lagi aktif di TikTok, dia tetap mengunggah video di Instagram kepada 129.000 pengikutnya, serta menjual konten eksklusif seharga US$19,99 per bulan kepada 1.600 pelanggan.
Liv juga mengunggah puluhan video baru di YouTube dengan judul-judul seperti 'Bye bye thunder thighs ... hello slim legs.' Meskipun kerap mendapat kritik keras, dia tidak menunjukkan tanda-tanda berubah.

Liv Schmidt. Foto: Dok. Instagram Liv Schmidt
Pada November 2024 lalu, dirinya membalas kritikan di salah satu unggahannya dengan menulis, "Saya bukan masalah, kalian saja yang terlalu sensitif."
Konten bertema 'skinny' atau populer sebagai 'skinny influencer' seperti yang Liv bagikan membuat banyak pakar kesehatan khawatir, terutama karena dampaknya pada remaja dan anak muda. Sebab konten-konten diet seperti ini sering kali memengaruhi kebiasaan makan yang tidak sehat pada anak muda.
Meskipun TikTok punya aturan yang melarang konten terkait gangguan makan, banyak kreator yang masih berhasil menyelipkan pesan-pesan berbahaya lewat video "What I Eat in a Day" atau hashtag tersembunyi.
Sebuah studi dari Universitas Vermont pada 2022 menganalisis 100 video terpopuler dari hashtag terkait nutrisi, makanan, dan berat badan di TikTok. Seperti dilansir USA Today, hasilnya menunjukkan bahwa mayoritas video mempromosikan budaya diet toksik di kalangan remaja dan dewasa muda.

YouTuber Anoreksia Eugenia Cooney. Foto: Instagram: @eugeniacooney
Salah satu peneliti studi tersebut, Pope, mengatakan bahwa kebanyakan video tersebut menyamarkan budaya diet sebagai bagian dari gaya hidup sehat. Dia juga memprediksi, jika penelitian serupa dilakukan di 2025, akan muncul lebih banyak konten yang terang-terangan mempromosikan tubuh kurus sebagai standar kecantikan.
"Masalah utama dari fenomena ini adalah banyaknya saran diet dari orang yang bukan ahli. Pope menekankan bahwa pendekatan "satu cara untuk semua" ini sangat tidak realistis. Setiap orang punya kondisi tubuh dan genetik yang berbeda. Sayangnya, konten seperti ini bikin remaja merasa bahwa menjadi kurus adalah segalanya, padahal itu nggak sehat," ujar Pope.
Sejak pandemi, kasus gangguan makan di kalangan anak muda meningkat drastis. Ditambah lagi, tren obat pelangsing seperti Wegovy dan Ozempic membuat tekanan untuk kurus semakin besar, terutama bagi wanita muda.
Menurut Pope, konten dari kreator seperti Schmidt bisa jadi semacam "nyanyian siren" bagi remaja yang tidak percaya diri. Video-video itu membuat diet terlihat mudah dan hasilnya dijamin sempurna. Tapi kenyataannya, meniru pola makan seperti ini tidak hanya membuat kecewa, tapi juga berisiko mengarah ke kebiasaan makan yang tidak sehat.
Fenomena skinny influencer ini menjadi pengingat bahwa tidak semua saran dari media sosial patut diikuti, terutama jika tidak didukung oleh ilmu pengetahuan. Sebagai generasi yang tumbuh di era digital, Gen Z perlu lebih kritis terhadap konten yang dikonsumsi dan lebih mengutamakan kesehatan fisik serta mental daripada sekadar mengejar tren tubuh ideal.