Anak Malu dengan Kondisi Fisik Orangtua, Psikolog: Pengaruh Lingkungan Bisa Jadi Pemicu

– Sebuah video viral di media sosial TikTok memperlihatkan seorang anak yang menangis karena tidak ingin diantar ayahnya ke sekolah.
Sang anak merasa malu karena warna kulit sang ayah lebih gelap dibandingkan dengan ayah teman-temannya, sehingga dia enggan diantar ke sekolah dengan sang ayah.
Perilaku anak yang merasa malu dengan tampilan fisik sang ayah termasuk ke dalam body shaming.
Psikolog anak dan remaja Gloria Siagian, M.Psi menjelaskan, sikap anak yang menunjukkan rasa malu terhadap fisik orangtua sangat mungkin terbentuk dari pengaruh lingkungan sekitar.
Lingkungan sekitar bentuk pola pikir anak
Gloria menegaskan, sikap anak yang merasa malu terhadap kondisi fisik orangtuanya, seperti warna kulit, bukanlah hal yang muncul begitu saja dari dalam diri anak.
Sebaliknya, perilaku semacam itu sering kali mencerminkan apa yang mereka serap dari lingkungan.
“Ketika lingkungan sekitar mengucapkan sesuatu yang tidak disadari, sehingga membangun mindset anak untuk beranggapan serupa,” kata Gloria saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (26/7/2025).
Anak-anak mudah sekali menyerap informasi dari sekitar, termasuk komentar teman sebaya, konten di media sosial, hingga pernyataan dari orang dewasa.
Komentar-komentar tersebut, meski tidak dimaksudkan untuk menyakiti, bisa menanamkan persepsi negatif yang terus terbentuk di kepala anak terhadap kondisi fisik tertentu.
“Bisa juga dari video dan iklan yang anak tonton sehari-hari, atau bisa juga dari pengaruh orang dewasa yang ada di sekitar anak,” lanjutnya.
Munculnya perbandingan dengan orangtua teman
Ketika seorang anak mulai membandingkan kondisi fisik orangtuanya dengan orangtua teman-temannya, hal itu bisa menjadi sinyal bahwa ia telah memiliki konsep standar tertentu tentang penampilan, yang mungkin dibentuk salah satunya oleh lingkungan sosialnya.
“Nantinya akan muncul perbandingan antara orangtuanya dengan orangtua temannya. Konsep yang ada di kepala anak memang bentukan dari lingkungan,” jelas Gloria.
Anak-anak yang terus-menerus mendengar komentar atau menyaksikan representasi yang mengunggulkan penampilan tertentu cenderung mengadopsi pandangan yang tidak realistis.
Tak jarang, anak bisa merendahkan sosok terdekatnya sendiri hanya karena tidak bisa menghargai perbedaan fisik setiap orang.
Peran keluarga dalam menanamkan nilai positif
Lebih lanjut, Gloria mengimbau, peran keluarga sangat penting untuk membangun konsep penerimaan diri dan keberagaman sejak dini.
Orangtua perlu peka terhadap perubahan sikap anak, serta aktif mengedukasi bahwa setiap orang memiliki keunikan dan nilai yang sama, apapun warna kulit atau bentuk fisiknya.
Lingkungan yang suportif, komunikasi terbuka, dan edukasi positif secara konsisten akan membantu anak tumbuh dengan pola pikir yang lebih sehat dan inklusif terhadap perbedaan.