Top 5+ Cara Menghadapi Anak yang Merendahkan Fisik Orang Lain, Ini Saran Psikolog 

body shaming, Cara Menghadapi Anak yang Merendahkan Fisik Orang Lain, anak malu dengan warna kulit orangtuanya, anak malu dengan kondisi fisik orangtua, cara menghadapi anak yang merendahkan fisik orang lain, 5 Cara Menghadapi Anak yang Merendahkan Fisik Orang Lain, Ini Saran Psikolog , 1. Batasi konsumsi tontonan dan media anak, 2. Ajak anak berdiskusi terbuka, 3. Koreksi ucapan anak yang kurang tepat, 4. Jangan anggap lucu ucapan yang salah, 5. Bangun hati nurani anak lewat refleksi

Sebuah video viral di TikTok memperlihatkan seorang anak menangis dan menolak diantar oleh ayahnya ke sekolah. Ia mengaku malu karena warna kulit sang ayah lebih gelap dibandingkan ayah teman-temannya.

Fenomena ini menjadi salah satu bentuk body shaming yang dilakukan anak terhadap orangtuanya.

Psikolog Anak dan Remaja Gloria Siagian, M.Psi mengatakan, respons seperti itu bisa terbentuk dari berbagai faktor eksternal, mulai dari media, lingkungan sosial, hingga cara orang dewasa di sekitar merespons penampilan.

Untuk mencegah anak memiliki pemikiran yang merendahkan kondisi fisik orang lain, termasuk orangtua sendiri, Gloria menyarankan lima cara yang dapat dilakukan orangtua untuk mengatasinya.

5 Cara Menghadapi Anak yang Merendahkan Fisik Orang Lain

1. Batasi konsumsi tontonan dan media anak

Menurut Gloria, anak-anak sangat rentan menyerap pesan visual dan verbal yang mereka lihat dari layar. 

Tayangan yang secara tidak langsung memuja kulit putih atau bentuk tubuh tertentu bisa tertanam kuat di pikiran anak.

“Peran orangtua sangat penting, karena kita tidak bisa menghentikan lingkungannya anak-anak orang lain, tapi kita bisa membatasi konsumsi tontonan untuk anak sendiri,” tutur Gloria saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (26/7/2025).

Orangtua bisa mengarahkan anak untuk menonton tayangan yang menonjolkan nilai keberagaman, keberanian, dan empati ketimbang sekadar penampilan fisik.

2. Ajak anak berdiskusi terbuka

Langkah berikutnya adalah berdialog dengan anak, bukan hanya saat ada masalah, tetapi juga dalam keseharian. 

Diskusi membantu anak membangun cara berpikir yang lebih dewasa dan penuh empati.

“Orangtua juga bisa untuk memperbaiki konsep berpikirnya dengan banyak berdiskusi,” kata dia.

Melalui percakapan yang hangat dan tanpa menghakimi, orangtua bisa menyisipkan nilai-nilai positif seperti menerima perbedaan, menghormati sesama, dan pentingnya melihat seseorang dari hati dan tindakan, bukan tampilan luar.

3. Koreksi ucapan anak yang kurang tepat

Saat anak mulai mengucapkan komentar yang merendahkan penampilan seseorang, baik kepada teman, keluarga, atau bahkan orangtua sendiri, reaksi orangtua sangat menentukan arah pemikiran mereka ke depan.

“Kalau ada pemikiran atau ucapan anak yang keliru dan menyindir orang lain, sebaiknya segera dikoreksi dengan yang benar,” tegas Gloria.

Bukan hanya dikoreksi, tapi juga dijelaskan mengapa ucapan itu bisa menyakiti perasaan orang lain. 

Edukasi ini akan menjadi bekal anak dalam bersikap sopan dan menghargai orang lain di masa depan.

4. Jangan anggap lucu ucapan yang salah

Banyak orangtua yang secara tidak sadar membiarkan komentar menyindir atau mengejek dari anak dengan alasan “namanya juga anak-anak”. Bahkan tak jarang hal tersebut dianggap lucu.

“Kalau apa yang diucapkan anak salah, jangan di-entertain dan kemudian menganggapnya lucu, hal ini membuat anak merasa bisa mengulangi dan tindakannya benar,” jelasnya.

Respons permisif seperti ini justru menguatkan perilaku negatif. Anak bisa merasa bahwa merendahkan orang lain adalah hal biasa yang bisa dijadikan candaan.

5. Bangun hati nurani anak lewat refleksi

Jika anak sudah membawa pandangan atau komentar negatif dari luar rumah, misalnya dari teman atau lingkungan sekolah, orangtua perlu mencari tahu dari mana asal pemikiran itu.

“Jika ada hal-hal negatif yang didapatkan anak dari luar, orangtua bisa tanyakan tahu dari mana dan bangun hati nurani anak sejak dini,” saran Gloria.

Mengajak anak berefleksi tentang mengapa sesuatu bisa menyakiti orang lain akan membantu mereka memahami dampak emosional dari ucapannya. 

Langkah ini akan menjadi dasar pembentukan empati dan nilai moral yang kuat.