Remaja Lebih Nyaman Curhat ke AI, Ini Peran Orangtua Menurut Psikolog

Di era digital saat ini, semakin banyak remaja yang memilih bercerita kepada chatbot ketimbang orang terdekat, termasuk orangtua.
Teknologi yang selalu tersedia dan tidak menghakimi menjadi alasan utama di balik fenomena ini.
Namun, apakah ini berarti peran orangtua dalam kehidupan emosional anak berkurang?
Menurut Firesta Farizal, M.Psi., Psikolog Anak dan Remaja, orangtua tetap memegang peran penting, meski bentuk dan cara pendekatannya perlu disesuaikan.
Kenapa remaja nyaman curhat ke chatbot?
Firesta menjelaskan, remaja berada dalam fase mencari identitas dan kemandirian, sehingga mereka lebih suka menyimpan masalah sendiri atau berbagi secara anonim.
Dalam hal ini, bagi remaja, chatbot menjadi medium yang aman dan netral.
“Respon dari AI memang diprogram untuk menyesuaikan dengan apa yang dibutuhkan oleh pengguna, jadi mereka merasa didengarkan, diberi solusi instan, aman, rahasianya terjaga, dan yang penting tidak dihakimi,” kata Firesta kepada Kompas.com, Jumat (8/8/2025).
Tak hanya itu, adanya rasa takut membuat orangtua kecewa atau marah juga membuat remaja menahan diri untuk jujur.
Chatbot menjadi pelarian saat mereka butuh didengar tanpa merasa dikontrol.
"Mereka mungkin merasa lebih sulit mendapatkan dukungan dari orang-orang terdekat, orang yang real seperti keluarga, orangtua, atau teman," ujar Firesta.
Remaja kini lebih nyaman curhat ke chatbot daripada ke orang tua. Psikolog ungkap alasan dan dampaknya bagi kesehatan mental terlalu bergantung AI.
Tantangan bagi orangtua
Firesta menekankan bahwa fenomena ini bukan berarti orangtua gagal.
Namun, penting bagi orangtua untuk refleksi dan mengevaluasi bagaimana pendekatan yang selama ini dilakukan.
"Padahal, chatbot itu kan robot. Harapannya, anak-anak tetap bisa curhat ke orang-orang nyata di sekitarnya, terutama orangtua," kata psikolog anak yang berpraktik di Klinik Psikologi Mentari Anakku ini.
Firesta nengatakan bahwa penting bagi orangtua untuk membangun hubungan yang baik dan koneksi emosional dengan anak.
"Tapi ini tidak bisa dimulai mendadak saat anak sudah remaja. Hubungan itu harus dibangun sejak anak kecil, bahkan sejak lahir," ujar Firesta.
Menurutnya ketika koneksi itu terbangun, anak akan merasa nyaman dengan orangtua, merasa didengarkan, dicintai, dihargai, dan mendapatkan dukungan.
"Itu membuat mereka tidak merasa perlu bergantung pada AI untuk curhat," kata Firesta.
Di sisi lain, menurut Firesta orangtua juga perlu untuk fokus mendengarkan anak secara aktif.
Validasi emosi anak dan hadir secara emosional justru lebih dibutuhkan dibandingkan respons cepat.
"Orangtua harus hadir bukan hanya secara fisik, tapi juga secara emosional, dalam pikiran dan perasaan. Dengarkan anak, tahan diri untuk tidak langsung menghakimi. Cobalah lihat dari sudut pandang anak. Baru kemudian beri pandangan orangtua," jelas Firesta.
Peran orangtua tetap tak tergantikan
Meski chatbot bisa menjadi teman sementara, menurut Firesta, hubungan yang hangat dengan orangtua tetap menjadi kebutuhan mendasar remaja.
Mereka tetap butuh sosok nyata yang memberi rasa aman, diterima, dan dicintai.
“Chatbot tidak bisa memeluk, tidak bisa memberi tatapan penuh kasih, tidak bisa menciptakan bonding fisik dan emosional. Itu semua hanya bisa diberikan manusia, terutama orangtua,” ujar Firesta.
Oleh karena itu, Firesta menyarankan orangtua untuk membangun suasana rumah yang terbuka, menerima, dan tidak reaktif.
Bila perlu, orangtua juga bisa belajar teknik komunikasi efektif agar bisa menjadi tempat curhat yang nyaman bagi anak.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!