Sejarah Bendera Pusaka Merah Putih, Dijahit Tangan oleh Ibu Fatmawati

Bendera Merah Putih pertama yang dikibarkan pada momen Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 bukan sekadar simbol negara.
Ia adalah warisan sejarah yang dijahit oleh tangan Ibu Negara pertama, Fatmawati Soekarno, dari sehelai kain yang diberikan pada masa pendudukan Jepang.
Dalam buku Catatan Kecil Bersama Bung Karno, Bagian 1 (PT Delta Rohita, 1978), Fatmawati menjelaskan bahwa kain untuk Bendera Pusaka merupakan pemberian dari Pimpinan Barisan Propaganda Jepang, Hitoshi Shimizu, melalui seorang pemuda bernama Chairul Basri.
Pemberian ini berkaitan dengan pengumuman Perdana Menteri Jepang Kuniaki Koiso pada 7 September 1944, yang menyatakan janji kemerdekaan bagi Indonesia.
Dua potong kain katun berwarna merah dan putih asal Jepang tersebut diberikan kepada Fatmawati pada Oktober 1944. Ia kemudian menjahitnya menggunakan mesin jahit tangan menjadi sebuah bendera dengan rasio 2:3, yaitu lebar 2/3 dari panjangnya.
Berkibarnya Bendera Pusaka pada Hari Proklamasi
Dikutip dari setneg.go.id, kurang dari setahun setelah dijahit, Bendera Pusaka tersebut pertama kali dikibarkan pada Jumat, 17 Agustus 1945, di halaman rumah Presiden Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta.
Pengibaran dilakukan oleh Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) di bawah pimpinan Kapten Latief Hendraningrat.
Momen sakral ini berlangsung tepat setelah Presiden Soekarno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan, dan diiringi lagu "Indonesia Raya" yang dinyanyikan bersama-sama oleh rakyat yang hadir.
Duplikasi Bendera Pusaka karena Kerapuhan
Seiring waktu, Bendera Pusaka asli mengalami kerapuhan. Oleh karena itu, sejak tahun 1969, bendera yang dikibarkan dalam upacara HUT RI di Istana Merdeka adalah duplikat.
Duplikasi pertama dilakukan pada tahun 1969 atas permintaan Husein Mutahar, Dirjen Udaka Kemendikbud dan mantan ajudan Presiden Soekarno.
Mutahar mensyaratkan agar bendera duplikat dibuat dari sutera asli, menggunakan pewarna alami, dan ditenun secara tradisional. Namun, karena kesulitan mencocokkan warna merah asli, akhirnya kain wol asal Inggris digunakan.
Duplikat pertama ini berkibar selama 15 tahun, hingga kemudian duplikat kedua dibuat atas permintaan kembali Husein Mutahar kepada Presiden Soeharto pada tahun 1985.
Duplikat kedua digunakan hingga tahun 2014, lalu pada tahun 2015, duplikat ketiga Bendera Merah Putih dikibarkan di Istana Merdeka.
Filosofi Warna Merah Putih
Warna merah dan putih tidak sekadar melambangkan keberanian dan kesucian. Warna ini memiliki akar budaya dan sejarah yang kuat.
Catatan sejarah menunjukkan bahwa warna tersebut terinspirasi dari panji Kerajaan Majapahit pada abad ke-13.
Dalam Pararaton (kitab raja-raja), bendera merah putih menjadi lambang kebesaran kerajaan, seperti yang digunakan oleh Sisingamangaraja IX dan Kerajaan Bone di Sulawesi Selatan, yang menyebut bendera tersebut sebagai Woromporong.
Dalam budaya Jawa, merah dan putih dilambangkan sebagai gula merah dan nasi putih, dua makanan pokok masyarakat Nusantara.
Bendera Negara Diatur oleh Undang-Undang
Sebagai simbol negara, penggunaan Bendera Merah Putih diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Dalam Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Sang Merah Putih. Sementara itu, Pasal 4 ayat (3) menetapkan ukuran Bendera Negara untuk upacara di Istana Kepresidenan sebesar 200 x 300 cm.
Undang-undang ini menegaskan bahwa bendera bukan hanya alat upacara, tetapi simbol kedaulatan, persatuan, dan eksistensi bangsa Indonesia.
Bendera Pusaka hasil jahitan tangan Ibu Fatmawati sempat tersimpan di Istana Merdeka, Jakarta. tahun 2017, pemerintah memindahkannya ke Monumen Nasional (Monas).
Bendera akan ditempatkan di Ruang Kemerdekaan Monas, berdampingan dengan naskah asli Proklamasi, lambang negara Garuda Pancasila, dan peta kepulauan NKRI.
Kala itu, Kepala Seksi Pelayanan Unit Pengelola Kawasan Monas, Endrati Fariani, menjelaskan bahwa proses pemindahan akan dimulai pada 1 Agustus 2017 dan dilakukan dengan pengamanan ketat dari TNI.
"Bendera pusaka akan dibentangkan di dalam vitrin kaca antipeluru berukuran sesuai dengan bendera asli. Lemari pajang ini dilengkapi humidifier, pengatur suhu, dan sensor asap," terang Endrati.
Vitrin tersebut dibuat setebal 12 sentimeter dan dilengkapi tenaga hidrolik agar bisa naik dan turun secara otomatis. Seluruh sistem pengamanan dan pemeliharaan ini akan diawasi oleh TNI dan Polri selama 24 jam penuh.