Jangan Remehkan Perbedaan, Bisa Jadi Sumber Konflik dalam Hubungan

tantangan dalam hubungan, hal yang bisa merusak hubungan, perbedaan gaya keterikatan, perbedaan cara mengelola keuangan, konflik dalam hubungan, Jangan Remehkan Perbedaan, Bisa Jadi Sumber Konflik dalam Hubungan

Setiap pasangan pasti memiliki perbedaan, entah dari cara berpikir, latar belakang keluarga, hingga kebiasaan kecil sehari-hari. Meski terdengar wajar, perbedaan yang tidak disadari atau diabaikan bisa menjadi bom waktu dalam hubungan jangka panjang, termasuk pernikahan.

Psikolog Klinis Maharani Galuh Safitri, S.Psi., M.Psi., mengingatkan bahwa banyak pasangan belum benar-benar memahami betapa seriusnya dampak dari perbedaan psikologis yang mereka miliki.

“Banyak konflik rumah tangga sebenarnya bukan muncul karena hal besar, tapi dari perbedaan kecil yang terus dibiarkan dan akhirnya menumpuk,” ungkap Maharani saat diwawancarai Kompas.com, Kamis (31/7/2025).

Melalui layanan "Before We Say Yes" yang dikembangkan bersama timnya di platform Pulih Bersama LARA, Maharani melihat pola yang berulang: konflik kerap muncul bukan karena kurangnya cinta, melainkan karena perbedaan yang tidak pernah dibicarakan secara terbuka sejak awal.

Konflik serius yang berpotensi merusak hubungan

Gaya keterikatan jadi tantangan yang sering diabaikan

tantangan dalam hubungan, hal yang bisa merusak hubungan, perbedaan gaya keterikatan, perbedaan cara mengelola keuangan, konflik dalam hubungan, Jangan Remehkan Perbedaan, Bisa Jadi Sumber Konflik dalam Hubungan

Ilustrasi pasangan

Salah satu tantangan terbesar dalam hubungan adalah perbedaan attachment style atau gaya keterikatan emosional dalam hubungan.

“Salah satu tantangan dari 20 pasangan yang kami layani yaitu di perbedaan gaya attachment atau keterikatan,” jelas Maharani.

Tipe keterikatan ini terbentuk dari pola asuh dan pengalaman masa kecil seseorang. Beberapa orang memiliki gaya anxious (cemas), avoidant (menghindar), atau takut dan tidak terorganisir.

“Misalnya, pernah diselingkuhi, sehingga keterikatannya cemas terus, khawatir pasangannya selingkuh lagi,” tambahnya.

Ketika dua orang dengan gaya keterikatan yang berbeda membangun hubungan, komunikasi bisa menjadi tidak seimbang.  Satu pihak mungkin merasa terlalu butuh validasi, sementara pihak lain merasa ingin menjaga jarak.

Padahal, saling memahami gaya keterikatan emosional pasangan bisa membuat mereka merasa aman, sehingga hubungan dapat lebih harmonis.

Perbedaan cara kelola keuangan picu ketegangan

tantangan dalam hubungan, hal yang bisa merusak hubungan, perbedaan gaya keterikatan, perbedaan cara mengelola keuangan, konflik dalam hubungan, Jangan Remehkan Perbedaan, Bisa Jadi Sumber Konflik dalam Hubungan

Ilustrasi pasangan red flag.

Selain aspek emosional, perbedaan dalam mengelola keuangan juga menjadi sumber konflik yang cukup umum. 

Persoalan uang memang jadi topik yang sensitif dalam bentuk hubungan apapun. 

Menurut Maharani, konflik ini bukan semata tentang uang, tapi tentang nilai hidup dan kebiasaan masing-masing.

“Ada individu yang ingin dikelola bersama, tapi pasangannya ingin dikelola sendiri. Perbedaan seperti ini yang memicu konflik,” jelasnya.

Diskusi mengenai keuangan seringkali dihindari sebelum menikah, padahal justru dari sini pasangan bisa mengenali apakah visi keuangan mereka sejalan.

Ia mengimbau, agar pasangan mengomunikasikan sistem pengelolaan uang sejak sebelum menikah.

Apabila ada perbedaan prinsip dalam mengelolanya, keduanya bisa diskusikan hingga mendapatkan jalan tengah.

Selain itu, dalam skrining psikologis pra nikah, konflik-konflik seperti ini kerap ditemukan dan biasanya akan diberikan rekomendasi penyelesaian konfliknya dengan para ahli. 

Perlunya kesadaran dan ruang diskusi

Maharani menyarankan agar pasangan tidak mengabaikan perbedaan yang ada, tapi justru menghadapinya dengan kesadaran dan keterbukaan. 

Salah satu caranya adalah dengan melakukan refleksi bersama atau mengikuti skrining psikologis pra nikah.

“Kalau perbedaan itu disadari lebih awal, pasangan bisa punya waktu untuk belajar saling memahami dan menyesuaikan,” kata Maharani.

Dengan mengenali karakter dan pola komunikasi masing-masing, pasangan dapat membangun hubungan yang lebih sehat, bukan sekadar saling mencintai tapi juga saling mengerti.