Perjalanan Kasus Korupsi Eks Wali Kota Semarang Hevearita dan Suami, Divonis 5 dan 7 Tahun

Eks Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryati Rahayu alias Mbak Ita, divonis 5 tahun penjara dalam kasus korupsi di lingkungan Pemkot Semarang, Jawa Tengah selama 2022-2024.
Dalam putusan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (27/8/2025), majelis hakim juga menjatuhkan hukuman kepada suaminya, Alwin Basri, dengan vonis lebih berat, yakni 7 tahun penjara.
Vonis eks Wali Kota Semarang dan suami
Ketua Majelis Hakim Gatot Sarwandi menyebutkan, Mbak Ita dijatuhi pidana 5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan.
Sementara itu, Alwin Basri divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan.
Selain itu, Alwin juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 4 miliar dalam waktu satu bulan setelah putusan. Jika tidak dibayar, harta bendanya akan disita dan dilelang oleh jaksa.
"Yang memberatkan, perbuatan para terdakwa bertentangan dengan upaya pemerintah yang sedang mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi," kata Gatot dalam persidangan.
Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa pernah menerima sejumlah penghargaan dan aktif dalam kegiatan sosial. Majelis juga mencatat bahwa para terdakwa telah mengembalikan gratifikasi.
Vonis hakim ini lebih ringan dari tuntutan jaksa. aksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya menuntut Mbak Ita dengan hukuman 6 tahun penjara dan Alwin Basri 8 tahun penjara.
Jaksa menilai Alwin yang menjabat Ketua Komisi D DPRD Jateng memiliki peran lebih dominan dalam kasus ini.
Perjalanan kasus korupsi Mba Ita dan Alwin Basri
Alwin Basri, suami eks Wali Kota Semarang, Heverita Gunaryati Rahayu alias Mbak Ita saat mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Jawa Tengah, Rabu (30/7/2025) malam.
Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu yang kerap dipanggil Mbak Ita beserta suaminya, Alwin Basri, ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak Rabu (19/2/2025).
Keduanya disangka sama-sama terlibat tiga perkara korupsi proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kota Semarang, Jawa Tengah, dan menerima uang miliaran rupiah.
Hevearita merupakan Wali Kota Semarang dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Sedangkan Alwin Basri adalah mantan Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah yang juga berasal dari PDI-P.
Dikutip dari Kompas.id, Wakil Ketua KPK Ibnu Basuki Widodo menjelaskan, karena keduanya merupakan pasangan suami-istri, setiap arahan Alwin dianggap sebagai perintah dari Wali Kota Semarang.
Sejak Hevearita menjabat Wali Kota Semarang, mereka sudah menerima sejumlah uang atas pengadaan meja kursi fabrikasi SD pada Dinas Pendidikan Kota Semarang Tahun Anggaran 2023.
Kasus pertama yang menjerat mereka adalah menerima uang dari pungutan atas pengadaan meja kursi fabrikasi SD pada Dinas Pendidikan Kota Semarang Tahun 2023.
Kasus kedua mereka juga menerima gratifikasi dari pengaturan proyek penunjukan langsung pada tingkat kecamatan Tahun 2023.
Sedangkan kasus ketiga yang menjerat mereka adalah pemotongan sepihak insentif potongan pajak penghasilan PNS Kota Semarang. Nilai total korupsi yang dilakukan keduanya atas perilaku ini sebesar Rp 6 miliar.
Kasus korupsi pertama: pengadaan meja kursi SD
Pengaturan proyek penunjukan langsung tersebut menjadi perkara dugaan korupsi pertama yang menjerat Hevearita dan suaminya.
Pengaturan proyek bermula sekitar akhir November 2022 saat Hevearita dan Alwin mengumpulkan seluruh pejabat daerah Kota Semarang.
Alwin mengenalkan Rachmat Utama Djangkar (RUD) selaku Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa kepada Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Semarang.
Tujuannya agar perusahaan tersebut terpilih dalam tender proyek pengadaan meja kursi fabrikasi SD.
Nominal pengadaan disusun sedemikian rupa senilai Rp 20 miliar, jauh di atas kesepakatan anggaran yang hanya Rp 900 juta. Spesifikasinya pun disesuaikan dengan usulan PT Deka Sari Perkasa.
Atas keterlibatan Alwin Basri, RUD menjadi pemenang proyek. RUD pun menyiapkan uang sebesar Rp 1,75 miliar atau 10 persen nilai proyek untuk fee Alwin.
Kasus korupsi kedua: permintaan proyek Rp 20 miliar
Perkara kedua yang menjerat pasangan suami-istri tersebut adalah pengaturan proyek penunjukan langsung tingkat kecamatan tahun anggaran 2023.
Dalam kasus itu, Alwin memerintahkan sejumlah camat untuk memberikan proyek senilai Rp 20 miliar kepada Ketua Gapensi Semarang Martono.
Atas bantuan itu, Martono memberikan komitmen fee sebesar Rp 2 miliar kepada Alwin.
Setelah itu, Martono mengumumkan bahwa Gapensi Kota Semarang mendapatkan jatah proyek.
Anggota Gapensi yang ingin terlibat perlu menyetor uang kepada Martono sebesar 13 persen dari nilai proyek sebelum pekerjaan dimulai.
Secara keseluruhan, Martono menerima Rp 1,4 miliar dari anggotanya.
Permintaan insentif pegawai Bapenda Kota Semarang
Adapun kasus ketiga adalah permintaan uang dari Wali Kota Semarang kepada Bapenda Kota Semarang.
Ini bermula dari Hevearita yang menolak pengajuan Alokasi Besaran Insentif Pemungutan Pajak dan/atau Tambahan Penghasilan Pegawai Aparatur Sipil Negara Pemerintah Kota Semarang.
Hevearita tak terima bawahannya mendapatkan insentif lebih besar darinya sehingga meminta agar pengajuan tersebut dikaji ulang.
Ujungnya, Hevearita meminta tambahan insentif untuk jabatan Wali Kora Semarang. Tambahan itu diperoleh dari iuran sukarela pegawai Bapenda Kota Semarang sepanjang tahun 2023.
Hevearita-Alwin kemudian didakwa meminta, menerima, dan memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau pelenyelenggara negara atau kepada kas umum Badan Pendapatan Daerah. Dalihnya ”iuran kebersamaan”.
Sepanjang triwulan VI 2022 sampai triwulan VI 2023, keduanya mendapatkan hingga Rp 3 miliar.
Ita dan Alwin didakwa melanggar Pasal 12 A juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Tuntutan jaksa
Vonis yang diberikan majelis hakim lebih ringan jika dibandingkan dengan tuntutan jaksa.
Sebelumnya dalam sidang tuntutan, Ita dituntut 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sementara Alwin dituntut lebih berat, 8 tahun. Dia juga dijerat denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa juga meminta hakim menjatuhkan hukuman tambahan kepada Ita ataupun Alwin berupa membayarkan uang pengganti.
Ita dituntut membayar Rp 683,2 juta dengan paling lambat sebulan setelah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Mantan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu dan suaminya, Alwin Basri, menjalani sidang tuntutan terkait kasus korupsi dan gratifikasi yang melibatkan keduanya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Semarang, Jawa Tengah, Rabu (30/7/2025).
Jika dalam jangka waktu tersebut Ita tidak membayar uang pengganti, harta bendanya akan disita jaksa dan akan dilelang untuk menutupi uang pengganti.
Apabila Ita tidak memiliki harta benda yang cukup untuk membayar uang pengganti, akan diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun.
Sementara itu, Alwin dituntut membayar uang pengganti lebih banyak, Rp 4 miliar, paling lambat sebulan setelah ada putusan yang berkuatan hukum tetap.
Jika tidak membayarkan uang pengganti, harta bendanya akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutup uang pengganti. Apabila harta bendanya tidak cukup, diganti dengan pidana penjara lebih lamaselama 2 tahun.
Selain itu, JPU juga meminta agar hak Ita dan Alwin menduduki jabatan publik dicabut masing-masing selama 2 tahun, terhitung sejak keduanya selesai menjalani masa pemidanaan. Kemudian, jaksa juga menuntut agar keduanya tetap ditahan dan sejumlah barang bukti disita negara
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul dan Kompas.id Lebih Rendah dari Tuntutan, Bekas Wali Kota Semarang Divonis 5 Tahun Penjara
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!