Volatilitas Ekonomi dan Otomotif: Efek Dari Gelombang Demonstrasi

Gelombang Demonstrasi Menjadi Ancaman bagi Pemulihan Industri Otomotif
JAKARTA, KOMPAS.com – Gelombang demonstrasi yang berkepanjangan di Indonesia saat ini dinilai dapat memberikan tekanan tambahan pada industri otomotif domestik yang tengah berupaya untuk bangkit.
Yannes Martinus Pasaribu, pakar otomotif dan akademisi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), menjelaskan bahwa kondisi ini dapat memicu volatilitas yang lebih tinggi akibat ketidakpastian ekonomi serta penurunan produktivitas.
Ilustrasi penjualan mobil
"Demonstrasi berkepanjangan dengan tuntutan yang sangat kompleks ini berpotensi memperburuk utilitas pabrik yang saat ini sudah rendah di 55 persen. Gejolak domestik berpotensi memicu volatilitas lebih tinggi akibat ketidakpastian ekonomi dan penurunan produktivitas," ungkap Yannes dalam wawancaranya dengan Kompas.com pada Minggu (31/8/2025).
Penurunan Produksi Mobil Nasional dan Lonjakan Impor
Menurut data yang dirilis oleh Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), sepanjang Januari hingga Juli 2025, total produksi mobil nasional mengalami penurunan sebesar 13 persen, dari 671.899 unit menjadi 658.821 unit, dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.
Menariknya, di tengah penurunan produksi, impor mobil justru melonjak hingga 50,7 persen, dari 50.932 unit menjadi 76.755 unit dalam kurun waktu yang sama.
Kondisi Halte Tranjakarta Polda, Jakarta, Sabtu (30/8/2025). Halte Transjakarta Polda dibakar oknum tidak bertanggung jawab saat demonstrasi di depan Polda Metro Jaya, pada Jumat (29/8/2025).
Hal ini menunjukkan adanya penyusutan dalam utilisasi pabrik kendaraan bermotor di dalam negeri.
Riyanto, pengamat otomotif sekaligus peneliti LPEM FEB UI, menambahkan bahwa kondisi ini salah satunya disebabkan oleh masuknya produsen baru ke Indonesia melalui skema impor mobil utuh atau completely built-up (CBU). "Pasti BEV (Battery Electric Vehicle) impornya akan naik. Sekarang impornya 63 persen BEV. Kalau di 2024 itu 40 persen, sekarang sudah di atas 60 persen," ujarnya di Jakarta beberapa waktu lalu.
Dampak Sosial terhadap Daya Beli Masyarakat
Selain berdampak pada proses produksi, demonstrasi yang berkepanjangan juga berisiko menekan daya beli masyarakat.
Rasa tidak aman di tengah situasi sosial yang tidak stabil membuat konsumen cenderung menahan belanja, termasuk untuk kebutuhan otomotif.
Kerusakan Gerbang Tol Dalam Kota imbas demo 29 Agustus 2025
Lebih lanjut, ia menyatakan kekhawatirannya bahwa "Kia tidak ingin situasi 13 Mei 1998 terulang lagi. Gejolak yang ada jika tidak terkendali berpotensi memicu volatilitas yang lebih tinggi." Dengan amplifikasi melalui media sosial, sentimen negatif dapat dengan cepat menyebar dan memobilisasi lebih banyak pihak dalam situasi yang kacau.
Tuntutan Beragam dari Berbagai Elemen Masyarakat
Aksi demonstrasi yang berlangsung hampir sepekan terakhir melibatkan berbagai kelompok, mulai dari mahasiswa, pengemudi ojek online, hingga buruh.
Tuntutan yang diajukan pun beragam, mencakup penghapusan sistem outsourcing, penolakan upah murah, penghentian pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, kenaikan upah sebesar 8,5–10,5 persen, reformasi pajak ketenagakerjaan, hingga reformasi institusi Polri dan transparansi gaji anggota DPR RI.

Petugas dari Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Selatan membersihkan puing sisa Halte Tranjakarta Polda, Jakarta, Sabtu (30/8/2025). Halte Transjakarta Polda dibakar oknum tidak bertanggung jawab saat demonstrasi di depan Polda Metro Jaya, Jumat (29/8/2025).
Penjualan Mobil di Dalam Negeri Masih Tertekan
Di tengah situasi yang tidak menentu ini, penjualan mobil di dalam negeri menunjukkan tren yang fluktuatif.
Data Gaikindo mencatat bahwa distribusi dari pabrik ke diler (wholesales) pada Juli 2025 mencapai 60.552 unit, meningkat 4,8 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Sementara itu, penjualan ke konsumen (retail sales) juga mengalami pertumbuhan tipis sebesar 1,8 persen, menjadi 62.770 unit.
Namun, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, penjualan mobil nasional pada Juli 2025 masih terkontraksi cukup dalam.
Wholesales turun 18,4 persen dari 74.230 unit, sementara retail sales merosot 17 persen dari 75.588 unit secara tahunan.
Secara kumulatif, total wholesales sepanjang Januari–Juli 2025 tercatat 435.390 unit, yang menunjukkan penurunan 10,1 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2024.
Industri otomotif Indonesia kini berada di persimpangan, menghadapi tantangan dari demonstrasi sosial yang berkepanjangan dan ketidakpastian ekonomi.
Di tengah segala situasi ini, harapan untuk pemulihan tetap ada, tetapi langkah-langkah yang strategis dan solutif sangat dibutuhkan agar sektor otomotif dapat bangkit kembali.