YLBHI Sebut Tindakan Aparat dalam Penanganan Demo Mengarah Teror terhadap Rakyat

YAYASAN Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengecam represif aparat keamanan dalam penanganan aksi demonstrasi yang terjadi sejak 25 hingga 31 Agustus 2025. Ketua YLBHI Muhammad Isnur menegaskan tindakan aparat gabungan TNI dan Polri telah melampaui fungsi pengamanan dan mengarah pada teror terhadap rakyat. "Penggunaan kekerasan, tuduhan kriminal (makar, terorisme) terhadap warga, penangkapan, penyerbuan, dan penembakan gas air mata yang terjadi di dalam kampus, serta pengerahan tentara dalam patroli sudah menunjukkan bahwa aparat tidak lagi bergerak untuk mengamankan jalannya aksi, namun sudah mengarah pada represi sistematis," ucap Isnur di Jakarta, Selasa (2/9). Isnur membeberkan, hingga hari ini, LBH-YLBHI mencatat setidaknya 3.337 orang ditangkap, 1.042 mengalami luka-luka dan dilarikan ke rumah sakit, serta 10 orang meninggal. Ia melaporkan tindakan represi mengalami peningkatan signifikan setelah Presiden Prabowo memerintahkan penindakan tegas pada 31 Agustus lalu. Perintah itu diikuti Kapolri Listyo Sigit yang memerintahkan menembak massa yang masuk ke kantor polisi, dan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin yang meminta TNI-Polri bersinergi 'menjaga keamanan'. Selain itu, kata Isnur, YLBHI juga mengecam pembatasan akses informasi dengan melarang media meliput dan mematikan konten live di platform seperti TikTok. Selain mengganggu hak atas informasi, langkah itu juga dinilai berdampak pada hak ekonomi masyarakat.
Bentuk tindakan represif aparat lainnya yakni secara acak menangkap dan melakukan tindak kekerasan terhadap orang-orang yang sedang menjalani aktivitas di sekitar lokasi aksi. Aparat kepolisian bahkan menutup akses bantuan hukum bagi warga yang ditangkap. Pengacara publik dari LBH-YLBHI dihalang-halangi untuk memberikan bantuan hukum kepada massa aksi yang ditahan.
"Ini telah melanggar Pasal 28G UUD 1945 yang secara spesifik menyatakan setiap orang berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan," tegas Isnur.
Atas situasi tersebut, YLBHI menyatakan delapan sikap, yakni mengutuk keras praktik kekerasan dan penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat kepolisian terhadap masyarakat. Kemudian, menuntut pembebasan massa aksi yang ditahan, mendesak penarikan TNI dari urusan sipil, hingga meminta Kapolri mundur dari jabatannya.
YLBHI juga mendesak lembaga negara pengawas seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, Ombudsman RI, dan KPAI untuk bekerja melakukan pengawasan sesuai dengan mandat maupun penyelidikan independen terkait dengan berbagai peristiwa kekerasan yang mengarah pada pelanggaran berat HAM.
Selanjutnya, YLBHI mendesak pemerintah untuk tidak abai terhadap berbagai tuntutan rakyat di antaranya terkait dengan penolakan terhadap berbagai kebijakan yang merugikan rakyat dan kegagalan DPR RI menjalankan fungsinya.
"YLBHI mengingatkan pemerintah untuk berintrospeksi dan serius mendengarkan suara rakyat yang disampaikan melalui aksi massa, alih-alih menjawabnya dengan kekerasan dan teror," pungkasnya.(Pon)