Komnas HAM: Aktivitas Tambang Nikel di Raja Ampat Berpotensi Sangat Kuat Melanggar HAM

Ketua Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) RI, Anis Hidayah menyatakan bahwa pertambangan nikel yang terjadi di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
"Komnas HAM juga sudah melakukan identifikasi awal, bahwa aktivitas pertambangan nikel di Papua tentu saja berpotensi sangat kuat menimbulkan adanya pelanggaran HAM, terutama di bidang lingkungan hidup," ujar Anis Hidayah di Jakarta Pusat pada Jumat, 13 Juni 2025.

Aktivitas tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya
Anis menuturkan, potensi pelanggaran HAM pada aktivitas tambang nikel di Raja Ampat, karena semua warga memiliki hak yang telah dijamin dalam konstitusi. Pasalnya, setiap warga memiliki hak atas lingkungan hidup yang sehat.
"Setiap warga negara punya hak dan dijamin di dalam konstitusi kita untuk mendapatkan hak atas lingkungan hidup yang sehat, dan berbagai regulasi di Indonesia juga sudah tersedia, bagaimana kerusakan lingkungan yang luas dan potensi konflik sumber daya alam yang berpotensi menimbulkan konflik sosial secara horizontal tentu itu menjadi perhatian yang serius dari Komnas HAM," jelas Anis.
Setelah itu, Komnas HAM dalam waktu dekat berencana untuk mengambil langkah tegas atas praktik tambang nikel ilegal di Raja Ampat.
"Untuk itu, tentu Komnas HAM dalam waktu dekat akan mengambil langkah-langkah terkait dengan pemantauan ke lokasi untuk mendapatkan informasi lebih lanjut," beber Anis.
Sebelumnya, investigasi terbaru Greenpeace mengungkap bahwa hasil tambang nikel dari Raja Ampat, Papua Barat Daya, diduga telah masuk ke dalam rantai pasok global kendaraan listrik, termasuk untuk produsen besar seperti Hyundai, Tesla, BYD, BMW, hingga Mercedes-Benz.
Temuan ini memunculkan dilema antara upaya transisi energi dan kerusakan lingkungan yang tak terhindarkan. Diketahui, hilirisasi dan transisi energi kerap dikampanyekan sebagai solusi untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Nikel, yang merupakan komponen utama baterai kendaraan listrik, menjadi salah satu komoditas yang mengalami lonjakan permintaan sejak 2016. Namun, dibalik dorongan global menuju mobil listrik, deforestasi dan eksploitasi sumber daya alam di daerah-daerah sensitif seperti di Kabupaten Raja Ampat turut meningkat.
Dalam temuan investigatif yang dilakukan Greenpeace disebutkan, bahwa salah satu perusahaan tambang nikel PT GAK, telah aktif melakukan pengapalan nikel dari wilayah Raja Ampat.
Nikel dari PT GAK dilaporkan dikirim ke Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) di Halmahera Tengah, Maluku Utara-salah satu kawasan industri pengolahan nikel terbesar di Asia Tenggara.
Di IWIP, nikel tersebut kemudian diproses oleh berbagai perusahaan termasuk Youshan Nickel Indonesia, perusahaan patungan antara PT Tsingshan (pemilik saham utama IWIP) dan grup Huayou asal Tiongkok.
Youshan Nickel diketahui memproduksi komponen baterai kendaraan listrik, yang menjadi bahan baku penting untuk berbagai produsen otomotif global. Pun dengan Grup Huayou yang memasok nikel dari Indonesia ke berbagai produsen mobil listrik dunia.
"PT Huayou juga memasuk nikel ke dalam rantai pasokan baterai yang terkait dengan sejumlah produsen kendaraan listrik utama termasuk Toyota, Honda, Nissan, Hyundai, BMW, Mercedes, Tesla, dan BYD. Jadi ini nikel-nikel yang sudah ada di Raja Ampat, itu sudah sampai kepada merek-merek perusahaan dari data-data yang kami temukaN," kata Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Arie Rompas dalam sebuah diskusi di Jakarta pada Kamis, 12 Juni 2025.
Sebelumnya, pemerintah mencabut empat izin usaha pertambangan (IUP) di Raja Ampat, karena beberapa di antaranya masuk kawasan lindung geopark.
Keempat perusahaan dimaksud, yaitu PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawai Sejahtera Mining,
Walaupun demikian, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyebut berbagai izin itu diterbitkan sebelum Raja Ampat ditetapkan oleh UNESCO sebagai UNESCO Global Geopark (UGGp) pada 24 Mei 2023.
"Secara teknis juga kami lihat, sebagian masuk kawasan geopark," kata Bahlil menjelaskan alasan pencabutan IUP saat jumpa pers di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan RI, Jakarta, pada Selasa, 10 Juni 2025.