Catatan Seleksi Penerimaan Murid 2025 Baru Versi KPK, Pungutan Liar dan Transparasi Bakal Jadi Masalah

Catatan Seleksi Penerimaan Murid 2025 Baru Versi KPK, Pungutan Liar dan Transparasi Bakal Jadi Masalah

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) melibatkan Kemendagri, Ombudsman, KPK hingga Polri guna mengawasi penyelenggaraan Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025.

Guna membangun sinergi pengawasan lintas kementerian dan lembaga tersebut, Kemendikdasmen pun menyelenggarakan Forum Bersama Pengawasan Pelaksanaan SPMB Tahun Ajaran 2025/2026.

Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan, perlunya ada kebijakan untuk mencegah pungutan liar dalam sistem penerimaan murid baru (SPMB) atau penerimaan peserta didik baru (PPDB).

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, bahwa lembaga antirasuah mendorong hal tersebut sebab ditemukan sejumlah permasalahan korupsi pada sektor pendidikan, seperti penyuapan, pemerasan, ataupun gratifikasi dalam SPMB.

"Kedua, kurangnya transparansi kuota, dan persyaratan dalam PPDB atau SPMB sehingga membuka celah penyuapan, pemerasan, atau gratifikasi," ujar Budi.

Ketiga, penyalahgunaan jalur masuk peserta didik yang tidak sesuai, yakni terkait prestasi, afirmasi, perpindahan orang tua, hingga zonasi atau domisili.

"Sering kali terbit piagam-piagam palsu untuk dapat masuk jalur prestasi dan untuk prestasi, seperti tahfiz Al-Quran, hanya terbatas bagi pemeluk agama tertentu sehingga belum mengakomodasi seluruh pemeluk agama," katanya.

Untuk jalur afirmasi, terdapat calon peserta didik yang dinilai mampu, tetapi masuk data tunggal sosial ekonomi nasional (DTSEN).

Sementara untuk perpindahan tugas orang tua baru mengakomodasi aparatur sipil negara (ASN) dan pegawai badan usaha milik negara (BUMN), sedangkan orang tua yang bekerja di sektor swasta belum difasilitasi.

"Untuk zonasi, seringkali terjadi pemalsuan dokumen kartu keluarga (KK) dan kartu tanda penduduk (KTP) atau melakukan perpindahan tempat tinggal sementara," ujarnya.

Permasalahan lain, adanya pemanfaatan dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang tidak sesuai peruntukan. Kemudian pertanggungjawaban dana BOS sering tidak disertai bukti.

"Variabel penentuan BOS berdasarkan jumlah siswa, berjenjang dari sekolah meningkat sampai dengan ke Kementerian. Modus pelanggaran Dana BOS di antaranya kolaborasi antara pihak sekolah dan dinas terkait untuk mempermainkan jumlah siswa," jelasnya.

Pemerintah berharap, dengan terbentuk mekanisme pengawasan lintas sektoral yang lebih terintegrasi, responsif, dan akuntabel, agar pelaksanaan SPMB Tahun Ajaran 2025/2026 benar-benar menjadi instrumen yang menjamin hak setiap anak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu.