Batulayang Diusulkan Jadi Nama Baru Bandung Barat, Ini Jejak Sejarahnya yang Terlupakan

Batulayang, Kabupaten Bandung Barat, sejarah Batulayang, dedi mulyadi usul nama KBB diganti, batulayang, sejarah batulayang, Batulayang Diusulkan Jadi Nama Baru Bandung Barat, Ini Jejak Sejarahnya yang Terlupakan, Didirikan oleh Keturunan Pajajaran, Dihapus karena Perlawanan terhadap VOC, Identitas yang Hilang, Wacana yang Dihidupkan, Dedi Mulyadi: Nama Lama, Semangat Baru, DPRD: Nama Batulayang Punya Nilai Historis Kuat

Nama Batulayang kembali menjadi pembicaraan publik usai muncul wacana penggantian nama Kabupaten Bandung Barat (KBB).

Usulan tersebut tak hanya mengundang perhatian kalangan pemerintah, tetapi juga diperkuat oleh catatan sejarah yang dalam.

Pemerhati sejarah asal Bandung, M Ryzki Wiryawan, menyebut Batulayang sebagai nama yang bukan sekadar simbol, tetapi juga jejak identitas lokal yang pernah dihapus oleh kolonialisme.

“Penamaan Batulayang saya anggap cukup tepat dan menarik, terutama karena sebagian wilayah Bandung Barat saat ini memang termasuk dalam cakupan bekas Kabupaten Batulayang yang dihapus oleh VOC pada abad ke-19,” ujar Ryzki saat diwawancarai Kompas.com, Sabtu (21/6/2025).

Menurut Ryzki, Batulayang pernah berdiri sebagai kabupaten yang mandiri pada abad ke-18, jauh sebelum keberadaan Bandung Barat.

Wilayah kekuasaannya kala itu mencakup tiga distrik besar: Kopo, Rongga, dan Cisondari, yang kini menjadi bagian dari Bandung Barat, Kabupaten Bandung, dan sebagian Kota Bandung serta Cimahi.

Selain itu, Ryzki juga mengungkap secara lengkap sejarah Batulayang dalam buku Pesona Sejarah Bandung: Perkebunan di Priangan.

Salah satu bagian dalam buku tersebut berjudul Musnahnya Kabupaten Batulayang, yang memaparkan sejarah kabupaten ini secara rinci.

Didirikan oleh Keturunan Pajajaran

Batulayang bukan entitas sembarangan. Ia didirikan oleh Prabu Sang Adipati Kertamanah, seorang bangsawan keturunan Kerajaan Pajajaran, dan sempat berada dalam sistem keprabuan.

Artinya, wilayah ini memiliki struktur pemerintahan sendiri jauh sebelum kolonialisme datang.

Ibu kota kabupaten ini kala itu bernama Gajah Palembang, terletak di tepi Sungai Ci Tarum, berdekatan dengan wilayah Margahayu sekarang.

Nama ini berasal dari kisah R Moh Kabul (Abdul Rohman), salah seorang penguasa Batulayang, yang pada tahun 1770 membawa seekor gajah dari Palembang sebagai hadiah dari tugasnya di bawah VOC.

Salah satu peninggalannya, menurut Ryzki, adalah Leuwigajah, yang dulunya merupakan tempat pemandian gajah dan kini menjadi nama kelurahan di Cimahi Selatan.

Dihapus karena Perlawanan terhadap VOC

Pemerintahan terakhir Batulayang dipegang oleh Tumenggung Rangga Adikusumah II pada 1794–1802.

Ryzki mencatat, masa ini menjadi titik kritis karena penguasa terakhir tersebut dianggap gagal memenuhi target penyetoran hasil kopi kepada VOC. Perkebunan kopi yang seharusnya menjadi andalan kolonial malah dibiarkan terbengkalai.

“Berdasarkan laporan Pieter Engelhard pada 1802, Tumenggung Anggadikusumah memimpin Batulayang dengan buruk, membiarkan perkebunan kopi menjadi hutan belantara dan semak-semak. Bahkan berdasarkan laporan tanggal 24 Desember 1801, muncul usulan untuk memberhentikan Sang Bupati karena kegemarannya mengonsumsi opium dan minuman keras,” tulis Ryzki dalam bukunya.

Namun Ryzki melihat sisi lain. Ia menduga tindakan bupati Batulayang kala itu adalah bentuk perlawanan halus terhadap kolonialisme. Dengan menelantarkan perkebunan, ia menolak tunduk pada sistem tanam paksa kopi yang membebani rakyat.

“Ada faktor lain yang membuat Bupati Batulayang terakhir dihukum, kemungkinan karena ia bermasalah dengan Pieter Engelhard dan melawan dengan cara menelantarkan perkebunan kopi,” ujar Ryzki.

Setelah diberhentikan, bupati terakhir Batulayang diasingkan ke Batavia dan wafat di sana. Wilayah Batulayang pun dilebur ke dalam Kabupaten Bandung.

Identitas yang Hilang, Wacana yang Dihidupkan

Bagi Ryzki, pengangkatan kembali nama Batulayang merupakan bentuk pemulihan identitas kolektif yang pernah tercerabut akibat kebijakan kolonial.

“Selain merefleksikan warisan masa lalu, nama Batulayang juga dapat menjadi pengingat kolektif bagi masyarakat mengenai keberadaan kabupaten Batulayang yang pernah memainkan peran penting dalam sejarah Tatar Priangan,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa para penguasa Batulayang juga memiliki hubungan kekerabatan dengan penguasa Bandung. Hubungan genealogis ini menjadikan sejarah Batulayang dan Bandung tak bisa dipisahkan.

Bahkan, Otto Iskandar Di Nata, tokoh pergerakan nasional dan Pahlawan Nasional yang dikenal sebagai Jalak Harupat, merupakan salah satu keturunan asli Batulayang.

Dedi Mulyadi: Nama Lama, Semangat Baru

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi turut mendorong perubahan nama Kabupaten Bandung Barat menjadi nama yang lebih kuat secara identitas.

Ia menganggap "Bandung Barat" terlalu generik karena hanya menunjukkan arah mata angin tanpa daya tarik khusus.

“Kalau ada niat mengubah nama demi kepentingan branding, saya siap bantu. Supaya ada daya tarik, wibawa, dan pengaruh,” ujar Dedi saat menghadiri Rapat Paripurna Hari Jadi KBB ke-18, Kamis (19/6/2025).

Menurut Dedi, nama yang memiliki akar sejarah seperti Batulayang bisa memperkuat citra daerah dan membangun kebanggaan warga terhadap warisan lokalnya.

DPRD: Nama Batulayang Punya Nilai Historis Kuat

Dukungan juga datang dari Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bandung Barat, Sandi Supyandi, yang menyebut nama Batulayang sebagai pilihan yang layak dan sarat makna.

“Kalau saya boleh usul, nama Batulayang bisa jadi pilihan. Itu nama yang punya nilai historis kuat. Dahulu, sekitar tahun 1802, Kabupaten Batulayang pernah ada, mencakup wilayah Kopo, Rongga, hingga Cisondari, sebelum dilebur Belanda ke Kabupaten Bandung,” ujarnya, Jumat (20/6/2025).

Ia menilai, jika dibandingkan dengan nama-nama kabupaten tua lain seperti Cianjur, Sumedang, dan Sukapura, maka Batulayang sebenarnya tidak kalah historis dan bahkan memiliki kedalaman cerita yang khas.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul DPRD Setuju Nama Batulayang Gantikan Bandung Barat: Punya Nilai Historis Kuat