Marak Penipuan Rumah Cessie, Pakar Ingatkan Skema Pengalihan Piutang

cessie, rumah cessie, Surabaya, Rumah Cessie, cessie adalah, jual beli rumah, Rumah cessie, Rumah cessie Surabaya, jual beli rumah cessie, cessie rumah, apa itu rumah cessie, Marak Penipuan Rumah Cessie, Pakar Ingatkan Skema Pengalihan Piutang, Apa Itu Rumah Cessie?, Eksekusi Harus Lewat Pengadilan, Cessie dalam Dunia Bisnis, Prosedur Hukum Cessie

Belakangan ini, masyarakat kerap dihadapkan dengan maraknya kasus penipuan jual-beli rumah dengan skema cessie, atau dikenal sebagai jual-beli rumah cessie.

Modus ini umumnya mengiming-imingi harga murah, namun berisiko tinggi bagi konsumen yang tidak memahami mekanisme hukum di baliknya.

Dosen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Dr. Ghansham Anand, menyatakan bahwa penipuan rumah cessie terjadi akibat kurangnya edukasi masyarakat mengenai sistem pengalihan piutang ini.

“Jual-beli rumah dengan sistem cessie sebenarnya adalah bentuk pengalihan hak tagih atas utang dari kreditur lama ke kreditur baru. Misalnya, bank punya tagihan Rp 1 miliar dengan jaminan rumah dan tanah, lalu tagihan itu dijual kepada pihak lain. Nah, pembeli cessie itulah yang kemudian menjadi kreditur baru,” ujar Ghansham saat dihubungi Kompas.com, Selasa (17/6/2025).

Apa Itu Rumah Cessie?

Secara hukum, menurut Pasal 613 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), cessie adalah pengalihan piutang atas nama oleh kreditur kepada pihak lain. Pihak yang menerima pengalihan disebut cessionaris, sedangkan yang mengalihkan disebut cedent, dan pihak yang memiliki utang disebut cessus.

Dengan kata lain, rumah cessie adalah rumah yang dijadikan jaminan utang, lalu tagihan utangnya dijual ke pihak lain, sehingga pihak baru tersebut (cessionaris) memiliki hak tagih kepada debitur.

Namun, Ghansham menegaskan bahwa meskipun pembeli cessie menjadi kreditur baru, mereka tidak otomatis menjadi pemilik sah dari rumah atau aset yang dijadikan jaminan.

“Kalau debitur wanprestasi, maka kreditur baru harus mengeksekusi jaminan tersebut. Tapi tidak serta-merta pembeli cessie bisa langsung mengklaim sebagai pemilik rumah. Harus ada proses lelang terlebih dahulu,” jelasnya.

Ia mengungkapkan bahwa dalam praktiknya, seringkali kreditor melelang rumah tersebut, namun yang menjadi peserta lelang adalah kerabat dari kreditur itu sendiri. Rumah tersebut lalu dijual kembali ke pihak lain.

“Dalam kasus seperti ini, sebenarnya rumah belum sah dimiliki oleh pembeli cessie, karena belum dilakukan lelang dan belum ada proses eksekusi riil dari pengadilan,” ujarnya.

Eksekusi Harus Lewat Pengadilan

Lebih jauh, Ghansham menambahkan, jika pemilik rumah menolak menyerahkan atau mengosongkan rumahnya, maka harus dilakukan proses hukum.

“Harus ada eksekusi riil dari pengadilan. Jadi ada dua tahapan. Pertama, rumah dilelang, lalu pemenang lelang menguasai objek lelang itu. Tidak bisa langsung diambil alih begitu saja,” paparnya.

Ironisnya, dalam banyak kasus rumah belum dilelang, tetapi sudah diperjualbelikan ke pihak lain. Hal inilah yang kerap memicu konflik antara pembeli cessie dengan pemilik rumah.

“Lah, rumahnya belum dilelang, belum ada penetapan pemenang, tapi sudah dijual. Terus mendatangi rumah orang lain, ya jelas diusir. Ini yang banyak orang tidak pahami. Mereka tergiur harga murah, dijanjikan sudah jadi pemilik, padahal belum tentu sah secara hukum,” katanya.

Menurut Ghansham, ada risiko lain yang perlu diwaspadai oleh pembeli rumah cessie, yakni uang yang dibayarkan justru tidak digunakan untuk proses hukum yang seharusnya.

“Celakanya lagi, kalau uang yang seharusnya dibuat lelang, proses eksekusi, dan lain-lain, ternyata enggak dipakai untuk itu,” pungkasnya.

Cessie dalam Dunia Bisnis

Dikutip dari situs resmi CIMB Niaga, pengalihan piutang atau cessie juga banyak digunakan dalam dunia bisnis. Cessie dianggap sebagai instrumen keuangan yang penting dalam pengelolaan arus kas dan manajemen risiko perusahaan.

Dalam praktiknya, cessie dalam bisnis dapat memberikan manfaat seperti:

  • Menyelesaikan utang piutang antara dua pihak.
  • Meminimalkan risiko kredit macet, karena piutang yang sulit ditagih bisa dialihkan ke pihak ketiga.
  • Meningkatkan likuiditas perusahaan, dengan menjual piutang dan mendapatkan dana segar.
  • Mengembangkan bisnis, melalui pembelian piutang dari perusahaan lain.
  • Meningkatkan fleksibilitas keuangan, karena perusahaan bisa memilih piutang mana yang akan dialihkan.
  • Memperlancar kerja sama bisnis, terutama dalam proyek yang melibatkan utang-piutang.

Prosedur Hukum Cessie

Masih mengacu pada Pasal 613 KUH Perdata, prosedur cessie adalah sebagai berikut:

1. Pengalihan dilakukan antara kreditur lama dan kreditur baru, tanpa perlu persetujuan debitur.

2. Pengalihan dinyatakan sah apabila dituangkan dalam akta cessie atau akta otentik yang dibuat di hadapan notaris.

3. Akta tersebut harus memuat informasi lengkap, seperti:

  • Nama dan alamat pihak-pihak terkait,
  • Jumlah piutang,
  • Tanggal jatuh tempo,
  • Hak-hak yang melekat pada piutang.

4. Setelah akta ditandatangani, kreditur baru wajib memberitahukan secara tertulis atau lisan kepada debitur bahwa piutang telah dialihkan.

5. Jika piutang disertai jaminan kebendaan (misalnya rumah atau tanah), maka harus didaftarkan ke Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN)

Skema jual-beli rumah cessie menuntut pemahaman hukum yang matang. Masyarakat perlu waspada dan tidak mudah tergiur harga rumah murah yang ditawarkan lewat jalur pengalihan piutang. Tanpa proses lelang resmi dan eksekusi dari pengadilan, hak atas rumah tersebut belum berpindah.

“Jangan tergoda harga miring kalau status rumahnya masih dijaminkan, belum dilelang, dan belum ada eksekusi resmi. Itu sangat berisiko,” kata Ghansham mengingatkan.

Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul