Polemik Fatwa Sound Horeg Haram di Jatim, Bagaimana Respons Pemda?

sound horeg, Jawa Timur, sound horeg haram, Sound Horeg, Sound Horeg Haram, Surabaya, Armuji, Bupati Malang, bupati malang, Polemik Fatwa Sound Horeg Haram di Jatim, Bagaimana Respons Pemda?

Fenomena sound horeg atau penggunaan sistem audio berukuran besar dengan suara ekstrem, tengah memicu polemik di Jawa Timur.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur resmi mengeluarkan Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 yang menyatakan penggunaan sound horeg haram jika mengandung mudarat.

Fatwa ini muncul setelah rapat khusus yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pakar THT, kepolisian, pemerintah provinsi, hingga komunitas sound horeg.

Alasan MUI Jawa Timur Haramkan Sound Horeg

Dalam pertimbangannya, MUI Jatim menyebut teknologi audio digital pada dasarnya boleh digunakan untuk kegiatan positif, seperti pengajian atau pernikahan, selama tidak melanggar syariah.

Namun, sound horeg haram jika digunakan secara berlebihan hingga menimbulkan:

  • Kebisingan melebihi ambang batas (120–135 dB, jauh di atas rekomendasi WHO 85 dB),
  • Gangguan kesehatan (kerusakan saraf telinga, gangguan jantung, gangguan tidur),
  • Kerusakan fasilitas umum,
  • Kemaksiatan (seperti joget campur pria-wanita atau aurat terbuka),

“Penggunaan sound horeg dengan intensitas suara melebihi batas wajar yang mengakibatkan dampak kerugian terhadap pihak lain, wajib dilakukan penggantian,” demikian salah satu poin fatwa.

Respons Pemerintah Daerah soal Fatwa Sound Horeg Haram

Di Surabaya, Wakil Wali Kota Armuji menyebut warganya tidak mengenal budaya sound horeg.

“Makanya warga Surabaya ini tidak mau (sound) yang keras-keras seperti itu, apalagi itu di jalanan atau berjalan atau di kampung,” katanya, Selasa (15/7/2025).

Ia menegaskan bahwa jika pun digunakan, sound horeg seharusnya dipakai di ruang tertutup, berperedam, dan tidak mengganggu warga.

“Mereka (MUI) pasti sudah mempertimbangkan masak-masak untung ruginya di mana bagi masyarakat yang telah terganggu (akibat sound horeg),” imbuhnya.

Sementara itu, Bupati Malang HM Sanusi menyatakan akan mengikuti arahan Pemprov Jatim.

Namun, ia menegaskan, penggunaan sound horeg tetap diperbolehkan selama sesuai aturan.

“Kalau parade sound atau sound horeg boleh-boleh saja, karena secara hukum kan mubah. Namun, kegiatan-kegiatan yang beriringan, yang tidak baik sebaiknya ditiadakan. Seperti misalnya joget-jogetan atau minum-minuman keras.”

Insiden dan Kontroversi Sound Horeg di Lapangan

Tak hanya soal fatwa, di lapangan muncul persoalan serius soal penggunaan sound horeg.

Di Malang, seorang warga, MA (57), dikeroyok peserta karnaval setelah protes karena anaknya terganggu kebisingan sound horeg.

Polisi sempat menangani kasus ini, tetapi akhirnya kedua belah pihak berdamai secara kekeluargaan.

Ahli THT Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Prof. Dr. Nyilo Purnami, menegaskan bahwa tingkat kebisingan sound horeg bisa mencapai 120–135 dB. Angka ini berisiko:

  • Menyebabkan tuli permanen,
  • Mengganggu fungsi jantung,
  • Menurunkan kualitas tidur,
  • Memicu gangguan kognitif, hingga
  • Menimbulkan gangguan sosial di lingkungan.

Polemik fatwa sound horeg haram mencerminkan pertemuan antara masalah budaya, kesehatan publik, dan hukum agama.

MUI berharap masyarakat bijak menggunakan teknologi audio tanpa mengganggu hak orang lain.

Pemerintah daerah pun diharapkan segera menyusun regulasi untuk memastikan penggunaan sound horeg sesuai batas wajar.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul , "MUI Jatim Resmi Haramkan Sound Horeg", dan "Bupati Malang: Sound Horeg Boleh Saja, Tapi Hindari Joget-jogetan dan Minuman Keras".