Berkaca dari Meninggalnya Penonton Sound Horeg, Dokter THT Jelaskan Dampak Paparan Suara Keras

Kasus meninggalnya seorang ibu muda bernama Anik Mutmainah (38) saat menyaksikan karnaval "sound horeg" di Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, ramai menjadi sorotan publik.
Peristiwa itu terjadi pada Sabtu (2/8/2025) malam, saat desanya menggelar karnaval dalam rangka peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia.
Dalam video yang viral di media sosial, Anik tampak tengah mengabadikan suasana karnaval sebelum akhirnya tersungkur dan tak sadarkan diri.
Sang suami, Mujiarto, menyebut istrinya dalam keadaan sehat sebelum kejadian dan menyukai suasana meriah sound horeg.
Namun, ia mengakui bahwa suara dalam acara tersebut sangat keras dan berpotensi membahayakan.
“Kalau dibilang enggak bahaya, ya enggak masuk akal,” kata Mujiarto, dikutip dari pemberitaan Kompas.com sebelumnya.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan, apakah paparan suara keras seperti sound horeg dapat berdampak buruk bagi kesehatan, dan memicu kondisi fatal?
Batas aman suara untuk manusia
Menurut dr. Agus Kurniawan, Sp.THT-BKL, dokter spesialis Telinga Hidung Tenggorokan (THT) dari RSUD Gambiran Kediri, batas aman suara untuk pendengaran manusia adalah maksimal 80 desibel (dB).
"Paparan suara mulai membahayakan pendengaran bila mencapai 85 dB atau lebih," jelasnya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (6/8/2025).
Sayangnya, sound horeg yang digunakan dalam banyak acara publik kerap melebihi ambang tersebut.
Paparan suara keras seperti ini tidak hanya berdampak pada telinga, tapi juga bisa mengganggu fungsi tubuh lainnya.
Ilustrasi Sound Horeg.
Tak hanya pendengaran, juga bisa picu gangguan sistem tubuh lain
Paparan suara keras yang ekstrem, kata dr. Agus, bisa memengaruhi sistem saraf otonom dan pusat emosi seseorang.
Ini bisa menyebabkan peningkatan tekanan darah, detak jantung yang tidak stabil, rasa cemas berlebihan, bahkan reaksi emosional yang lebih sensitif.
"Kalau pusat pendengaran menerima beban terlalu tinggi dari suara keras, itu bisa berdampak pada sistem tubuh lain karena lokasinya berdekatan dengan pusat saraf otonom," ujar dr. Agus.
Hal inilah yang dapat membahayakan kelompok rentan seperti orang dengan riwayat hipertensi, penyakit jantung, anak-anak, lansia, atau bahkan orang yang tampak sehat namun sensitif terhadap rangsangan ekstrem.
Kelompok rentan wajib lebih waspada suara sound horeg
Dokter Agus juga menyoroti risiko besar bagi anak-anak dan balita.
Seperti diketahui, dalam beberapa video viral, terlihat orangtua membawa balita mereka menonton karnaval sound horeg dari jarak dekat.
anak memiliki ambang toleransi suara yang jauh lebih rendah dibandingkan orang dewasa.
Paparan suara keras bisa mengganggu perkembangan pendengaran dan menyebabkan gejala awal gangguan seperti tinnitus (telinga berdenging), rasa penuh di telinga, hingga penurunan kemampuan mendengar.
Rekomendasi volume maksimal di acara publik
Untuk acara publik seperti konser, karnaval, atau pesta rakyat, dr. Agus menyarankan volume suara tidak melebihi 85 dB.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!