Alasan Polresta Malang Larang Sound Horeg, Ini Penjelasannya

Insiden kericuhan saat karnaval warga di Kecamatan Sukun, Kota Malang, memicu perhatian serius pihak kepolisian.
Polresta Malang menegaskan pelarangan keras terhadap penggunaan sound horeg atau pengeras suara berdaya besar di seluruh wilayah kota.
"Sound horeg dilarang keras di Kota Malang. Dampak kebisingannya sangat mengganggu ketertiban masyarakat dan berpotensi membahayakan kesehatan, terutama merusak fungsi pendengaran dalam jangka panjang," tegas Kepala Bagian Operasional Polresta Malang Kota, Kompol Wiwin Rusli, Senin (14/7/2025), dikutip Kompas.com (14/07/2025).
Kericuhan Gara-gara Sound Horeg
Karnaval yang digelar pada Minggu (13/7/2025) di Kelurahan Mulyorejo berujung keributan setelah salah satu peserta melintas menggunakan kendaraan dengan sound horeg.
Volume suara yang sangat tinggi memicu protes dari warga sekitar. Perselisihan antara pemilik sound dan warga pun tak terhindarkan hingga berujung perkelahian.
"Kasus ini sudah dalam penanganan kami. Kedua pihak yang berseteru telah kami panggil dan pertemukan untuk proses mediasi di Polsek Sukun," ujar Kompol Wiwin.
Sebagai langkah pencegahan, kepolisian akan memperketat semua bentuk acara yang mengundang keramaian.
"Ke depannya, setiap kegiatan yang menghadirkan massa wajib melalui rapat koordinasi dengan pihak kepolisian. Dalam rapat itu, akan ada penekanan khusus mengenai tata tertib dan sanksi tegas yang wajib dipatuhi oleh panitia maupun peserta," tambah Wiwin.
Kenapa Sound Horeg Difatwa Haram?
Dilansir Kompas.com (14/07/2025), Fatwa MUI Jawa Timur turut memperkuat pelarangan ini. Melalui Fatwa Nomor 1 Tahun 2025, MUI menilai penggunaan sound horeg yang berlebihan dapat menimbulkan bahaya kesehatan dan kerusakan fasilitas umum.
"MUI Jatim sudah keluarkan fatwa soal fenomena sound horeg," kata Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim, KH Makruf Khozin, Senin (14/7/2025).
Fatwa ini juga menyebut battle sound atau adu pengeras suara sebagai praktik yang haram karena menimbulkan mudarat, termasuk pemborosan (tabdzir) dan penyia-nyiaan harta (idha’atul mal).
Dalam lampiran fatwa, pandangan ahli THT Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Prof Dr Nyilo Purnami, menyebut bahwa batas aman kebisingan menurut WHO adalah 85 desibel. Namun, sound horeg bisa mencapai 120 hingga 135 desibel atau lebih.
Kebisingan yang melampaui batas tersebut dapat menyebabkan gangguan pendengaran tipe saraf, penyakit jantung, gangguan tidur, hingga dampak sosial yang serius.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul dan MUI Jatim Keluarkan Fatwa Haram Sound Horeg, Berikut Alasannya.