Bupati Malang Siap Ikuti Aturan Terkait Sound Horeg, Asal Tertib dan Sesuai Adat Lokal

Bupati Malang HM Sanusi menanggapi fenomena sound horeg yang belakangan menjadi sorotan publik.
Ia menyatakan kesiapannya untuk mengikuti ketentuan yang akan ditetapkan Pemerintah Provinsi Jawa Timur terkait penggunaan sound horeg di wilayahnya.
“Ya, kita akan mengikuti petunjuk berikutnya,” ujar Sanusi saat ditemui pada Selasa (15/7/2025).
Sanusi mengimbau para pelaku sound horeg agar mematuhi peraturan serta menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan norma yang berlaku di masyarakat Kabupaten Malang.
Menurutnya, kegiatan sound horeg sah-sah saja dilakukan selama tidak disertai perilaku negatif.
“Kalau parade sound atau sound horeg boleh-boleh saja, karena secara hukum kan mubah. Namun, kegiatan-kegiatan yang beriringan, yang tidak baik sebaiknya ditiadakan. Seperti misalnya joget-jogetan atau minum-minuman keras,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya mengarahkan penggunaan sound system untuk kegiatan positif.
“Tapi kegiatan yang sifatnya merusak, sebaiknya ditiadakan saja,” pungkas Sanusi.
Tradisi Sound Horeg di Kabupaten Malang
Kabupaten Malang dikenal sebagai salah satu daerah yang rutin menggelar kegiatan sound horeg setiap tahunnya, terutama dari bulan Agustus hingga Desember.
Kegiatan ini biasa berpindah-pindah dari desa ke desa dalam rangka merayakan HUT Kemerdekaan RI, dan menjadi bagian dari hiburan rakyat.
Dilansir Kompas.com (14/07/2025), terkait maraknya sound horeg di berbagai wilayah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur telah mengeluarkan Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penggunaan Sound Horeg.
Fatwa yang diteken pada 12 Juli 2025 itu menyebutkan sejumlah ketentuan, termasuk mengharamkan penggunaan sound horeg yang berlebihan.
“MUI Jatim sudah keluarkan fatwa soal fenomena sound horeg,” kata Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim KH Makruf Khozin, Senin (14/7/2025).
Dalam fatwa disebutkan bahwa penggunaan sound horeg dengan intensitas tinggi yang melebihi batas wajar dianggap membahayakan kesehatan dan bisa merusak fasilitas umum.
Selain itu, adu sound atau battle sound juga dinyatakan haram karena menimbulkan mudarat berupa kebisingan ekstrem dan pemborosan.
Fatwa MUI Jatim juga memuat pandangan ahli Telinga Hidung Tenggorokan (THT) dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Prof Dr Nyilo Purnami.
Ia menyebut batas aman kebisingan menurut WHO adalah 85 desibel (dB), sedangkan sound horeg bisa mencapai 120-135 dB.
Paparan suara pada level tersebut bisa menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural, serta berdampak pada kesehatan kardiovaskular, gangguan tidur, tinnitus, dan gangguan kognitif.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul dan MUI Jatim Keluarkan Fatwa Haram Sound Horeg, Berikut Alasannya.