Transformasi Sejarah Purwokerto, Dari Kadipaten ke Ibu Kota Banyumas

Purwokerto adalah salah satu kota penting di Provinsi Jawa Tengah yang kini berstatus sebagai kota non-otonom.
Berada di bawah administrasi Kabupaten Banyumas, kota ini memiliki luas sekitar 39,58 kilometer persegi dan berperan sebagai pusat pemerintahan, ekonomi, dan budaya di wilayah tersebut.
Meski bukan kota dengan otonomi sendiri, Purwokerto memegang peranan strategis di kawasan barat daya Jawa Tengah, terutama karena menjadi penghubung jalur selatan Pulau Jawa dan pintu masuk menuju kawasan wisata pegunungan seperti Dieng dan Baturraden.
Bagaimana Asal-Usul Nama Purwokerto?
Terdapat dua versi utama mengenai asal-usul nama Purwokerto yang berkembang di masyarakat.
Versi pertama menyebutkan bahwa nama Purwokerto berakar dari keberadaan batu kuno yang dikenal sebagai "Makam Astana Dhuwur Mbah Karta" di Arcawinangun, Kecamatan Purwokerto Timur.

Batu tersebut diyakini berasal dari reruntuhan candi yang digunakan dalam pembangunan bendungan Sungai Pelus, dan dikaitkan dengan peninggalan Kerajaan Pasiluhur.
Nama "Karta" yang merujuk pada tokoh Mbah Karta diartikan sebagai sesuatu yang sedang berkembang atau dikerjakan.
Versi kedua menyatakan bahwa nama Purwokerto terinspirasi dari dua kerajaan kuno, yakni Purwacarita dan Kertawibawa.
Nama "Purwokerto" kemudian dipilih untuk membedakan kota ini dari "Purwakarta" di Jawa Barat.
Dalam dialek masyarakat Banyumas bagian selatan, Purwokerto juga sering disebut dengan berbagai varian seperti Puraketa, Praketa, atau Prakerta.
Bagaimana Sejarah Awal Pembentukan Purwokerto?
Secara historis, Purwokerto merupakan sebuah kadipaten yang didirikan oleh Adipati Mertadireja II pada 6 Oktober 1832.
Pusat pemerintahan saat itu berada di Desa Peguwon di sekitar Sungai Pelus. Namun, pada 1 Januari 1836, Kadipaten Purwokerto digabungkan dengan Kadipaten Ajibarang dan menjadikan Banyumas sebagai ibu kota pemerintahan.
Pada masa kolonial Belanda, khususnya awal abad ke-20, Purwokerto mengalami transformasi besar dalam hal tata kota.
Seorang arsitek asal Belanda bernama Herman Thomas Karsten diberi tanggung jawab untuk merancang ulang tata kota Purwokerto.
Karsten merancang kota ini dengan pendekatan modern: memperhatikan kebutuhan akan pemukiman, infrastruktur, ruang terbuka hijau, dan fasilitas publik untuk mengakomodasi pertumbuhan penduduk yang pesat.
Apa Saja Daya Tarik dan Ciri Khas Purwokerto Saat Ini?
Saat ini, Purwokerto dikenal sebagai kota pendidikan dan budaya. Salah satu institusi pendidikan ternama di kota ini adalah Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), yang menarik ribuan mahasiswa dari berbagai daerah.
Dari sisi budaya, kota ini kaya akan tradisi khas Banyumas, termasuk kesenian lengger, calung, hingga wayang kulit dengan gaya Banyumasan.
Tak ketinggalan, Purwokerto juga terkenal dengan kuliner khas seperti mendoan, sroto, dan gethuk goreng.
Purwokerto juga menjadi lokasi berbagai festival seni dan budaya yang mempromosikan warisan tradisional kepada generasi muda maupun wisatawan dari luar daerah.
Tidak sedikit seniman dan budayawan lokal yang menjadikan kota ini sebagai pusat aktivitas mereka.
Apa yang Membuat Purwokerto Unik?
Keunikan Purwokerto terletak pada perpaduan sejarah panjang, akulturasi budaya lokal dan pengaruh kolonial, serta transformasi modern yang tetap mempertahankan identitas Banyumasan.
Sebagai kota non-otonom, Purwokerto tetap mampu berkembang pesat di bidang ekonomi, pendidikan, dan pariwisata.
Dengan posisinya yang strategis dan kekayaan budayanya, Purwokerto berpotensi besar menjadi salah satu kota penting dalam mendorong kemajuan wilayah barat Jawa Tengah.
Kisah tentang Purwokerto bukan hanya sekadar catatan sejarah lokal, tetapi juga cermin dinamika sosial dan kebijakan yang membentuk wajah Jawa Tengah hingga saat ini.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "".