Pantau Kasus Dugaan Kekerasan Seksual di Unsoed, DPR: Tidak Bisa Hanya Permenristekdikti, Harus Gunakan UU TPKS

Kasus dugaan kekerasan seksual yang terjadi di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto, Jawa Tengah, mendapat perhatian serius dari DPR RI.
Kasus ini menyeret nama seorang guru besar FISIP Unsoed sebagai terduga pelaku dan seorang mahasiswi yang menjadi korban.
Ketua Komisi VIII DPR RI, Willy Aditya, menegaskan bahwa DPR akan terus memantau penanganan kasus tersebut sebagai bentuk tanggung jawab moral dan sosial, terlebih kasus itu melibatkan seorang guru besar.
“DPR akan terus pantau kasus di Unsoed dan lainnya. Kita perlu mengikatkan komitmen bahwa kasus-kasus serupa harus selesai dengan mekanisme yang disediakan oleh UU TPKS,” ujar Willy dalam pernyataan yang diterima Tribun, Senin (28/7/2025).
DPR: UU TPKS Harus Jadi Acuan Penanganan
Willy menyoroti bahwa meskipun UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) telah disahkan sejak 2022, masih banyak kasus kekerasan seksual yang tidak ditangani sesuai mekanisme hukum yang diatur dalam undang-undang tersebut.
Menurutnya, kejadian kekerasan seksual yang berulang, termasuk kasus di Unsoed, menunjukkan bahwa mekanisme lama masih digunakan, padahal semestinya sudah tergantikan dengan pendekatan UU TPKS.
“Kasus yang terjadi di Unsoed itu tidak bisa hanya menggunakan Permenristekdikti yang menghukum administratif. Perilaku tidak beradab di lingkungan pendidikan sudah semestinya ditindak sangat tegas dengan UU TPKS. Mau dia guru besar atau tukang parkiran semua sama dihadapan hukum,” tegas Willy.
Ia juga menegaskan bahwa UU TPKS memiliki cakupan yang lengkap dalam penanganan kekerasan seksual, termasuk aspek penghukuman pelaku, perlindungan dan keadilan untuk korban, mekanisme hukum acara, serta rehabilitasi.
Oleh sebab itu, menurut Willy, semua peraturan di kampus dan institusi lainnya yang belum mengacu pada UU TPKS harus segera disesuaikan.
nunda penyelesaian kasus kekerasan seksual ini sama artinya dengan menghukum korban, dan karena itu UU TPKS menempatkan korban sebagai mahkota pengungkapan kasus. Kampus harusnya menjadi avant garde memajukan peradaban tanpa kekerasan seksual,” ujarnya.
Satgas dan Tim 7 Unsoed Dalami Kasus, Hasil Segera Diumumkan
Sementara itu, Ketua Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (PPK) Unsoed, Dr Tri Wuryaningsih M.Si, mengatakan bahwa pihaknya sejak awal telah memberikan pendampingan intensif kepada korban, termasuk pendampingan psikologis.
"Korban sendiri juga telah melaporkan kasus ini secara resmi kepada Satgas," ujar Tri.
Satgas PPK Unsoed juga telah menindaklanjuti laporan korban dengan melakukan klarifikasi terhadap korban, terduga pelaku, dan sejumlah saksi.
Satgas turut berkonsultasi dengan Sekretariat Jenderal Kemendiktisaintek untuk memastikan penanganan kasus sesuai peraturan yang berlaku.
Seluruh hasil pemeriksaan dari Satgas telah diserahkan kepada Tim Pemeriksa Tingkat Universitas (Tim 7) yang memiliki kewenangan menjatuhkan atau merekomendasikan sanksi berdasarkan Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024.
"Satgas PPK Unsoed berkomitmen agar kasus ini dapat diselesaikan sebaik-baiknya dengan mengutamakan perlindungan terhadap korban, menjamin keberlangsungan studi korban tanpa gangguan, serta menghormati kehendak dan keamanan korban," kata Tri.
Ketua Tim 7, Prof Dr Kuat Puji Prayitno SH M.Hum, menyampaikan bahwa pihaknya akan segera mengumumkan hasil pemeriksaan. Tim bekerja agar kasus ini cepat tuntas sesuai prosedur yang ada.
Kasus dugaan kekerasan seksual ini terjadi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Unsoed.
Pelakunya diduga adalah seorang dosen bergelar profesor yang sebelumnya mengajar di Jurusan Ilmu Politik dan kemudian pindah ke jurusan Komunikasi.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul "DPR: Kasus Kekerasan Seksual di Unsoed Tak Bisa Gunakan Permenristekdikti, Harus Pakai UU TPKS".