Di Balik Kasus Kekerasan Seksual, Ada Jenis Kelainan Seksual yang Perlu Dikenali

RSHS Bandung, dr PAP, jenis kelainan seksual, dokter ppds itu apa, Di Balik Kasus Kekerasan Seksual, Ada Jenis Kelainan Seksual yang Perlu Dikenali, Apa sebenarnya gangguan ini, dan mengapa penting untuk mengenalinya lebih dini?, Apa Itu parafilia?, Jenis-jenis gangguan parafilik yang perlu diketahui, Ketika dorongan menyimpang menjadi ancaman, Penanganan gangguan seksual

Kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh dokter peserta pendidikan spesialis di Bandung kembali mengusik kesadaran publik tentang sisi lain kesehatan mental yang kerap diabaikan: gangguan parafilik atau kelainan seksual.

Apa sebenarnya gangguan ini, dan mengapa penting untuk mengenalinya lebih dini?

Kasus kekerasan seksual yang melibatkan Priguna Anugerah Pratama, seorang dokter residen anestesi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, menjadi sorotan nasional. Polisi menduga pelaku memiliki dorongan seksual menyimpang dan tengah menunggu hasil evaluasi psikologis untuk mengonfirmasi hal tersebut.

Meski kasus ini menjadi perhatian karena pelakunya adalah tenaga medis, di sisi lain, kejadian ini juga membuka ruang diskusi lebih luas tentang gangguan seksual dalam konteks medis, bukan hanya hukum.

Apa Itu parafilia?

Mengutip dari Healthline, parafilia merujuk pada ketertarikan seksual terhadap objek, situasi, atau individu yang tidak biasa, termasuk yang tidak dapat memberikan persetujuan, seperti anak-anak.

Namun, parafilia tidak selalu berarti gangguan. Diagnosis gangguan parafilik baru dapat ditegakkan jika fantasi atau perilaku tersebut menyebabkan penderitaan signifikan, mengganggu fungsi sosial, atau melibatkan orang lain tanpa persetujuan.

Dengan kata lain, tidak semua penyimpangan seksual adalah kejahatan. Namun, saat dorongan ini dilakukan tanpa persetujuan atau membahayakan orang lain, maka sudah masuk ranah kriminal.

Jenis-jenis gangguan parafilik yang perlu diketahui

  • Eksibisionistik: dorongan untuk memperlihatkan alat kelamin kepada orang asing.
  • Voyeuristik: keinginan mengintip orang lain saat telanjang atau berhubungan seksual.
  • Frotteuristik: menyentuh atau menggesekkan alat kelamin ke orang lain tanpa izin, sering terjadi di tempat ramai.
  • Pedofilik: ketertarikan seksual terhadap anak-anak yang belum pubertas.
  • Fetishistik: gairah seksual muncul dari objek non-hidup, seperti sepatu atau pakaian dalam.
  • Transvestik: kepuasan seksual dari mengenakan pakaian lawan jenis.
  • Masokisme Seksual: kesenangan dari rasa sakit atau penghinaan terhadap diri sendiri.
  • Sadisme Seksual: kenikmatan seksual diperoleh dengan menyakiti atau mempermalukan orang lain.

Ketika dorongan menyimpang menjadi ancaman

Penting untuk dibedakan bahwa seseorang dengan kecenderungan parafilik belum tentu melakukan kejahatan. Namun, jika dorongan ini tidak bisa dikendalikan dan diwujudkan tanpa konsen, maka dampaknya sangat merusak bagi korban dan bisa berujung pada pelanggaran hukum, seperti yang terjadi dalam kasus di RSHS.

Penanganan gangguan seksual

Gangguan parafilik bisa dikelola melalui terapi psikologis seperti terapi kognitif perilaku. Dalam beberapa kasus, pengobatan farmakologis juga bisa digunakan untuk mengurangi dorongan seksual yang tidak terkendali.

Bila seseorang merasa memiliki fantasi seksual yang menyimpang dan tidak mampu mengontrolnya, langkah terbaik adalah berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater. Semakin cepat ditangani, semakin besar kemungkinan untuk mencegah perilaku yang berisiko membahayakan diri sendiri maupun orang lain.