Kejaksaan Ajukan Ekstradisi untuk Bawa Pulang Jurist Tan yang Diduga ‘Bersembunyi’ di Australia

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengajukan permintaan ekstradisi terhadap tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Riset Teknologi (Kemendikbudristek), Jurist Tan.
Mantan Stafsus Mendikbudristek Nadiem Makarim itu masih berada di luar negeri.
"Sudah diajukan ekstradisi," ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah kepada wartawan, Senin (21/7).
Namun, belum jelas negara yang menjadi tempat tinggal Jurist Tan.
"Masih dicari, sejak lama ikut domisili suaminya," katanya.
Perihal keberadaan Jurist Tan, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman sempat mengungkan bahwa dalam beberapa waktu terakhir di Australia.
"Kami telah melakukan penelusuran keberadaan Jurist Tan dan diperoleh informasi dia telah tinggal di negara Australia dalam kurun waktu sekitar dua bulan terakhir," kata Boyamin lewat keterangannya.
Bahkan, Boyamin mengklaim pihaknya turut mendapatkan rekam jejak keberadaan dari Stafsus Nadiem di beberapa kota di Australia.
"Jurist Tan diduga pernah terlihat di kota Sydney Australia dan terdapat jejak di sekitar kota pedalaman Alice Spring," tambah dia.
Sekadar informasi, Jurist Tan telah berstatus sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop pada Kemendikbudristek. Namun ia belum ditahan, karena keberadaannya tidak diketahui.
Dia ditetapkan tersangka bersama Sri Wahyuningsih (SW) selaku Direktur SD Kemendikbud Ristek, Mulatsyah (MUL) sebagai Direktur SMP Kemendikbud Ristek, dan Ibrahim Arif (IBAM) selaku Konsultan Teknologi Kemendikbud Ristek.
Mereka diduga melakukan persengkongkolan jahat dalam program Digitalisasi Pendidikan untuk pengadaan 1,2 juta unit laptop bagi sekolah di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal) dengan anggarannya mencapai Rp 9,3 triliun di Kemendikbudristek.
Meski telah ada kajian bahwa laptop Chromebook memiliki banyak kelemahan jika dioperasikan pada daerah 3T. Namun, hal itu tetap dilakukan berujung pada kerugian negara mencapai Rp 1,98 triliun. (Knu)