Hari Kebaya Nasional 2025, Mengenal Sejarah di Balik Kebaya Kartini

kebaya Kartini, Kebaya Kartini, Hari Kebaya Nasional, kebaya kutubaru, hari kebaya nasional 2025, kebaya kartini klasik, Hari Kebaya Nasional 2025, Mengenal Sejarah di Balik Kebaya Kartini, Sejarah kebaya Kartini, Dipengaruhi oleh dua aliran, Tiga jenis pola kebaya Kartini, Kebaya Kartini dikenal secara nasional, Menciptakan model kebaya baru

Ada yang mengira bahwa kebaya Kartini diberikan nama “Kartini” karena desainnya anggun seperti pahlawan nasional Kartini.

Anggapan itu memang tidak sepenuhnya salah, seperti yang disebutkan dalam buku berjudul “Kebaya Kaya Gaya, Selaras Mengikuti Zaman” (2024) karya para pegiat kebaya Atie Nitiasmoro, Indiah Marsaban, Rini Kusumawati, Elvy Yusanti, dan Tingka Adiati.

Mengapa demikian?

Sejarah kebaya Kartini

Kebaya Kartini memiliki nama tersebut karena desainnya mirip dengan kebaya yang digunakan oleh sang pahlawan semasa hidupnya.

Berdasarkan busana yang dikenakan oleh Kartini pada foto-fotonya, ciri-cirinya sama dengan kebaya Kartini.

“Kebaya Kartini memiliki ciri-ciri bukaan depan dengan potongan bagian kiri dan kanan badan yang simetris, dan dikatupkan dengan kancing atau peniti/bros, tanpa bef,” seperti yang disebutkan dalam buku tersebut.

Sebagai informasi, bef adalah potongan kain berbentuk persegi di tengah dada.

Selanjutnya, kebaya memiliki kerah yang dilipat, tetapi juga ada model tanpa kerah. Lalu, kancing paling atas posisinya mendekati bagian bawah leher, sehingga garis kerah membentuk huruf V. Kebaya juga berlengan panjang dengan potongan longgar.

“Jika menelusuri berbagai macam potret Kartini dan keluarganya, dapat disimpulkan bahwa busana kebaya untuk perempuan bangsawan pada masa itu adalah seperti demikian,” kata buku itu.

Misalnya saja kebaya yang digunakan oleh ibu kandung Kartini, yaitu Ngasirah, dan busana Kartini sepanjang masa kanak-kanak dan remajanya pada tahun 1879-1904.

Dipengaruhi oleh dua aliran

Kala itu, busana kebaya dipengaruhi oleh dua aliran utama, yakni Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.

Namun, secara geografis, Jepara dan Rembang lebih dekat dengan Kasunanan Surakarta. Jadi, busana perempuan di dua daerah tersebut secara pola lebih dipengaruhi oleh gaya Kasunanan Surakarta.

“Foto-foto perempuan bangsawan Surakarta di era Kartini, yaitu akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, menunjukkan busana kebaya yang mirip dengan busana kebaya Kartini,” tulis buku tersebut.

Tiga jenis pola kebaya Kartini

Pakaian sehari-hari

Pertama adalah kebaya yang digunakan sebagai pakaian sehari-hari. Biasanya, kebaya terbuat dari bahan kain ringan berwarna putih. Kainnya bisa polos atau memiliki hiasan bordir di sekeliling kerah.

“Umumnya panjang kebaya ini sekitar satu kepal di bawah pangkal paha,” kata buku tersebut.

Kebaya pernikahan

Selanjutnya adalah kebaya yang digunakan oleh Kartini pada hari pernikahannya. Bahannya cukup berbeda dari bahan kebaya yang dipakai sehari-hari.

Kebaya pernikahan Kartini berbahan beludru, panjangnya sampai lutut, serta memiliki hiasan bordir di sepanjang kerah sampai bagian depan badan, dan terus memanjang ke bawah.

Kebaya untuk acara resmi

Ketiga adalah kebaya yang digunakan untuk menghadiri acara-acara resmi atau resepsi. Bahannya adalah beludru dan warnanya biru tua atau hitam.

“Panjang kebaya bervariasi, di bawah paha atau mendekati lutut. Busana ini juga umumnya dihias bordir emas dari bagian kerah dan terus memanjang sampai ke bawah,” sebut buku itu.

Kebaya Kartini dikenal secara nasional

Sejak Kartini ditetapkan sebagai pahlawan nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 1964, model kebaya Kartini semakin dikenal secara nasional.

Adapun, Kartini ditetapkan sebagai pahlawan nasional karena ia menghusung kesetaraan hak perempuan, terutama hak untuk memperoleh akses pendidikan.

Seiring berjalannya waktu, kebaya ini dikategorikan sebagai jenis kebaya yang paling mendasar dari segi bentuk potongan.

Menciptakan model kebaya baru

Pada tahun 1920-an, desain kebaya Kartini berkembang dengan modifikasi penambahan bef, seperti yang terlihat dalam foto-foto Gusti Nurul dari Mangkunegara.

Penambahan bef pada kebaya Kartini menciptakan model kebaya baru, yakni kutubaru, yang semakin digemari setelah tahun 1920-an. Modifikasi ini menghubungkan sisi kiri dan kanan kebaya dengan kancing atau peniti.