Dari Aceh untuk Jakarta, Ini Sejarah di Balik Emas di Puncak Monas

Monas, sejarah monas, emas monas, sejarah emas monas, asal usul emas monas, asal usul emas tugu monas, sejarah emas monas jakarta, sejarah emas di puncak monas, Dari Aceh untuk Jakarta, Ini Sejarah di Balik Emas di Puncak Monas, Pembangunan Monas, dari Sayembara hingga Peresmian, Asal Emas Monas, Teuku Markam, dari Saudagar Kaya hingga Terlunta-lunta, Monas dan Kebesaran Indonesia di Mata Dunia

Monumen Nasional atau Monas telah menjadi ikon Kota Jakarta sekaligus simbol kebanggaan Indonesia. Tugu setinggi 132 meter ini berdiri megah di tengah Ibu Kota dan menjadi destinasi favorit wisatawan lokal maupun mancanegara.

Dibangun sejak 17 Agustus 1961 pada masa Presiden pertama RI, Ir Soekarno, Monas memiliki daya tarik utama pada bagian puncaknya. Di sana terdapat lidah api berwarna kuning keemasan yang ternyata dilapisi emas asli.

Namun, di balik kemegahan emas Monas, tersimpan kisah sejarah yang tak banyak diketahui, terutama tentang asal usul emas tersebut dan sosok penyumbang utamanya.

Pembangunan Monas, dari Sayembara hingga Peresmian

Pembangunan Monas dilakukan dalam tiga tahap: 1961–1965, 1966–1968, dan 1969–1976. Biayanya sebagian besar berasal dari sumbangan masyarakat, termasuk sumbangan wajib bagi pengusaha bioskop di seluruh Indonesia.

Tercatat pada periode November 1961 hingga Januari 1962, 15 bioskop berhasil mengumpulkan dana Rp 49.193.200,01.

Sebelum dibangun, Soekarno mengadakan sayembara desain. Pemenangnya adalah arsitek Friedrich Silaban, yang kemudian dibantu oleh arsitek Soedarsono dan Rooseno.

Awalnya monumen ini bernama Tugu Peringatan Nasional sebelum akhirnya resmi disebut Monumen Nasional.

Menurut dokumen resmi, kawasan Monas dibuka untuk umum berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin Nomor Cb.11/1/57/72 tanggal 18 Maret 1972.

Desain Monas berbentuk Lingga-Yoni yang melambangkan hubungan sakral antara laki-laki dan perempuan serta kesuburan. Puncaknya berbentuk lidah api yang menjadi simbol semangat perjuangan bangsa Indonesia.

Lidah api ini dilapisi emas asli yang sebagian besar berasal dari sumbangan tokoh Aceh, Teuku Markam, seorang pengusaha besar sekaligus pejuang kemerdekaan.

Asal Emas Monas

Monas, sejarah monas, emas monas, sejarah emas monas, asal usul emas monas, asal usul emas tugu monas, sejarah emas monas jakarta, sejarah emas di puncak monas, Dari Aceh untuk Jakarta, Ini Sejarah di Balik Emas di Puncak Monas, Pembangunan Monas, dari Sayembara hingga Peresmian, Asal Emas Monas, Teuku Markam, dari Saudagar Kaya hingga Terlunta-lunta, Monas dan Kebesaran Indonesia di Mata Dunia

Video mapping di Tugu Monas dalam rangka HUT ke-78 Republik Indonesia di Monas, Jakarta Pusat, Kamis (17/8/2023).

Emas Monas berasal dari tambang emas di Desa Lebong Tandai, Kecamatan Napal Putih, Kabupaten Bengkulu Utara. Namun, sumbangan terbesar justru datang dari Teuku Markam yang memberikan sekitar 28 kilogram emas.

Total emas di Monas mencapai 72 kilogram, dengan 50 kilogram melapisi lidah api dan 22 kilogram menghiasi ornamen di Ruang Kemerdekaan.

Di ruang ini tersimpan pula salinan naskah Proklamasi yang dilindungi kotak kaca berhiaskan bunga Wijaya Kusuma.

Teuku Markam, dari Saudagar Kaya hingga Terlunta-lunta

Lahir sekitar 1925, Teuku Markam adalah keturunan Uleebalang (kepala daerah) Kesultanan Aceh. Ia pernah menjadi Letnan Satu di Koetaradja, bergabung dengan Tentara Rakyat Indonesia (TRI), dan bertempur di Medan Area.

Setelah kemerdekaan, Teuku Markam mendirikan PT Karkam (cikal bakal PT Berdikari), bergerak di bidang perdagangan, ekspor-impor, dan kepemilikan aset strategis seperti galangan kapal di berbagai kota. Ia dikenal dekat dengan Presiden Soekarno dan kerap disebut bagian dari “Kabinet Bayangan” Orde Lama.

Namun, nasibnya berubah drastis setelah Soeharto berkuasa pada 1966. Ia dituduh pro-Sukarno, diciduk tanpa pengadilan, dan dipenjara di berbagai tahanan selama delapan tahun.

Sebagian besar asetnya diambil alih pemerintah dan dialihkan menjadi modal negara di PT Berdikari (Persero).

Akibatnya, keluarga Teuku Markam sempat hidup terlunta-lunta. Ia dibebaskan pada 1974 setelah sakit bertahun-tahun di RSPAD Gatot Soebroto, dan meninggal pada 1985 di Jakarta akibat komplikasi penyakit.

Monas dan Kebesaran Indonesia di Mata Dunia

Pembangunan Monas berbarengan dengan pembangunan Tugu Selamat Datang, Gelora Bung Karno, dan Hotel Indonesia sebagai persiapan Asian Games IV tahun 1962.

Proyek-proyek ini menjadi simbol kebesaran Indonesia di panggung dunia, dengan Monas sebagai penanda kejayaan yang lahir dari gotong royong rakyat, termasuk sumbangan emas dari Teuku Markam.

Kini, emas di puncak Monas bukan hanya penambah kemegahan tugu, tetapi juga menjadi saksi bisu perjalanan sejarah bangsa dan kisah seorang saudagar Aceh yang pernah berjaya lalu jatuh miskin karena pusaran politik.

Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "dan pegadaian.co.id dengan judul "Emas Monas: Ini Asal & Besaran Berat Emasnya, Wajib Tahu!" 

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!