Sejarah Kebaya, dari Busana Tradisional hingga Simbol Perjuangan Perempuan Indonesia

Kebaya, kebaya, sejarah kebaya, Hari Kebaya Nasional, Hari Kebaya, Sejarah Kebaya, dari Busana Tradisional hingga Simbol Perjuangan Perempuan Indonesia

Dalam rangka memperingati Hari Kebaya Nasional, masyarakat Indonesia diajak untuk menengok kembali sejarah panjang kebaya sebagai busana tradisional yang sarat makna.

Bukan sekadar pakaian adat, kebaya adalah simbol identitas, perlawanan, dan transformasi sosial perempuan Indonesia dari masa ke masa.

Kebaya dikenal sebagai blus berlengan panjang dengan bukaan depan, dikenakan bersama kain panjang atau jarik yang dililit dari pinggang ke mata kaki.

Panjangnya bisa sepinggul, selutut, bahkan sebetis. Kebaya hadir dengan beragam bahan dan gaya, namun tetap berpegang pada nilai kesederhanaan. 

Dalam tradisi Jawa, terdapat dua model kebaya yang dianggap sebagai pakem, yakni Kebaya Kutubaru dan Kebaya Kartini.

Pemakaiannya pun mencerminkan stratifikasi sosial. Bangsawan (priyayi) mengenakan kebaya berkerah Kartini, sementara rakyat biasa memakai kutubaru. Tidak hanya dari model, kualitas bahan, motif batik, hingga teknik menjahit juga menjadi simbol status.

Kebaya di Era Kolonial: Penanda Ras dan Kelas

Kebaya tidak hanya dipakai perempuan pribumi, tetapi juga digunakan oleh perempuan Belanda dan peranakan yang tinggal di Hindia Belanda.

Dikutip dari artikel Kebaya dan Perempua: Sebuah Narasi tentang Identitas karya Nita Trismayanita (Sekolah Tinggi Desain Interstudi), warna dan model kebaya kala itu turut menegaskan perbedaan kelas dan ras.

Perempuan Belanda mengenakan kebaya putih berenda dengan batik bermotif Eropa, sementara perempuan pribumi memakai kebaya berwarna dengan motif batik tradisional. Kebaya menjadi alat kolonialisme budaya, yang membedakan siapa yang berkuasa dan siapa yang dikuasai.

Namun, menjelang kemerdekaan, perempuan pribumi Jawa mulai mengenakan kebaya sebagai bentuk perlawanan simbolik terhadap kolonialisme, sementara perempuan Eropa beralih ke busana Barat yang dianggap lebih modern dan "berkelas".

Usai kemerdekaan, Presiden Soekarno mengangkat kebaya sebagai busana nasional perempuan Indonesia. Di masa Orde Lama, kebaya digunakan dalam acara kenegaraan sebagai simbol kebudayaan asli Indonesia dan bentuk resistensi terhadap dominasi budaya Barat.

Kebaya bukan hanya soal mode, tetapi juga alat diplomasi kultural, menunjukkan keindahan dan keunikan bangsa Indonesia di mata dunia.

Pada masa pemerintahan Soeharto, makna kebaya mengalami perubahan signifikan. Kebaya dipakai untuk membentuk citra “perempuan ideal versi negara” yakni sosok ibu rumah tangga yang anggun, patuh, dan mendukung suami. Pemakaiannya diformalkan melalui organisasi perempuan seperti Dharma Wanita dan PKK.

Ibu Tien Soeharto dijadikan panutan perempuan berkebaya. Namun di sisi lain, perempuan urban mulai meninggalkan kebaya karena dianggap tidak praktis dan membatasi ruang gerak. Busana Barat pun menjadi simbol modernitas dan kebebasan.

Era Reformasi: Kebaya Berevolusi dalam Ragam dan Fungsi

Pasca reformasi, kebaya mengalami revitalisasi. Model kebaya modern mulai bermunculan, didesain ulang agar lebih fleksibel, tertutup, dan adaptif terhadap nilai-nilai kontemporer. Muncul pula kebaya muslim yang memadukan kebaya dengan kerudung dan potongan sopan.

Muchlison (2019) mencatat modifikasi kebaya kutubaru dengan bef (penutup dada) yang ditinggikan, sebagai contoh adaptasi nilai agama terhadap kebaya. Kebaya kini tak hanya sebagai warisan budaya, tetapi juga sebagai bagian dari gaya hidup masyarakat urban.

Identitas kebaya tidak lagi statis dan eksklusif milik budaya Jawa. Kebaya juga berkembang di Sunda, Bali, Madura, Lombok, Maluku, Sumatera, dan Minahasa, dengan ciri khas masing-masing.

Di tengah kehidupan urban yang multikultural, kebaya menjadi simbol estetika dan identitas lintas etnis.

Masyarakat urban menyukai kebaya karena desainnya yang artistik, bukan karena ikatan tradisi. Hal ini menunjukkan bahwa kebaya telah melewati batas-batas asal budaya dan menjelma sebagai simbol identitas baru perempuan Indonesia modern.

Kebaya juga tetap menjadi penanda kelas sosial, kini lewat karya para desainer.

Desainer tidak hanya memodifikasi bentuk kebaya, tetapi juga memengaruhi siapa yang memakainya. Kebaya desainer dikenakan oleh kalangan elite seperti artis, pejabat, dan sosialita, sementara masyarakat umum bisa mendapatkan versi tiruan yang lebih terjangkau di pasar seperti Tanah Abang.

Kebaya adalah narasi hidup perempuan Indonesia, dari simbol status, alat ideologi, hingga ekspresi kebebasan dan keindahan. Dalam momentum Hari Kebaya Nasional, penting untuk melihat kebaya tidak hanya sebagai produk fesyen, tetapi juga sebagai cermin sejarah bangsa dan perjuangan perempuan.

Menjaga kebaya berarti merawat identitas, menghargai sejarah, dan memastikan keberlanjutan warisan budaya Indonesia di tengah arus globalisasi.