Mengenal Kebaya Janggan yang Elegan untuk Hari Kebaya Nasional 2025

Salah satu cara untuk merayakan Hari Kebaya Nasional yang jatuh pada hari ini, Kamis (24/7/2025), adalah dengan mengenal beragam jenis kebaya.
Salah satu yang perlu diketahui adalah soal kebaya janggan, yang mana varian kebaya ini tidak begitu populer di kalangan masyarakat luas, kecuali beberapa orang tertentu.
Apa itu kebaya janggan?
Sejarah kebaya janggan
Nama kebaya janggan mulai populer ketika serial Netflix Gadis Kretek tayang tahun 2023. Banyak orang tertarik menggunakannya setelah melihat betapa elegannya Dian Sastrowardoyo menggunakannya saat berakting sebagai Dasiah atau Jeng Yah.
Namun, buku “Kebaya Kaya Gaya, Selaras Mengikuti Zaman” (2024) karya para pegiat kebaya Atie Nitiasmoro, Indiah Marsaban, Rini Kusumawati, Elvy Yusanti, dan Tingka Adiati, menyatakan, kebaya janggan sebenarnya sudah cukup populer di kalangan tertentu.
“Kepopulerannya tidak meluas karena kebaya janggan hanya dipakai oleh kalangan Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta. Sebutannya pun bukan kebaya janggan, tetapi rasukan janggan,” tulis buku tersebut.
Di lingkungan dua keraton tersebut, kebaya ini sudah banyak digunakan sejak pertengahan abad ke-19.
Penggunanya tidak hanya abdi dalem, tetapi juga sentono dalem atau keluarga kerajaan, dan priyantun atau aristokrat.
Arti kata “janggan”
Kata “janggan” pada kebaya janggan memiliki arti tersendiri. Kata tersebut berasal dari kata “jonggo” atau “jangga” dalam bahasa Jawa, yang artinya adalah “leher”.
Artinya berkaitan dengan model kebaya berkerah tinggi yang menutup bagian leher. Oleh karena itu, kebaya tersebut dinamakan “kebaya janggan”.
Terinspirasi dari seragam militer Eropa
Dian Sastrowardoyo (kanan) mengenakan kebaya janggan ketika berperan sebagai Jeng Yah di serial Gadis Kretek.
Beberapa sumber menyebutkan, desain kebaya janggan dipengaruhi oleh seragam militer Eropa dan busana tradisional China.
“Kebaya tradisional itu menyerupai model seragam kemiliteran Eropa pada era tersebut, dan menjadi salah satu hasil akulturasi budaya di Jawa,” tulis buku “Kebaya Kaya Gaya, Selaras Mengikuti Zaman” (2024).
Namun, ada pula yang menyebutkan bahwa kebaya Janggan terinspirasi dari pasukan Jayengsekar atau prajurit kepolisian khusus pada masa kolonial.
Detail lainnya yang menjadi ciri khas kebaya ini adalah kancing yang menyamping miring, dan dengan panjang dengan potongan ramping yang menyerupai surjan, jas laki-laki khas Jawa.
Desain kebaya janggan membuatnya berbeda dengan kebaya pada umumnya, yang desain lehernya rendah dan tidak sepenuhnya menutup bagian dada.
Berwarna gelap
Umumnya kebaya janggan memiliki warna polos. Sesuai aturan di Keraton Yogyakarta, warnanya harus gelap atau hitam, dan tidak boleh berbahan brokat.
Meskipun warnanya tidak cerah dan memiliki banyak aksen seperti kebaya pada umumnya, tetapi kebaya Janggan terlihat elegan dengan tampilan sederhananya.
“Mengingat warnanya yang hitam, dengan model baju yang menyerupai baju laki-laki pada zamannya, kebaya janggan dapat memunculkan kesan tegas, sederhana, dan mendalam,” seperti yang tertulis pada buku tersebut.
Selain itu, warna ini juga diharuskan untuk digunakan pada abdi dalem. Sebab, warna ini merupakan penanda atau identitas utama mereka di lingkungan keraton, dan sudah menjadi pakem dalam sejarah Keraton Yogyakarta.
Kebaya janggan masih dipakai abdi dalem keraton?
Kenali kebaya janggan untuk Hari Kebaya Nasional 2025. Dulu kebaya janggan dipakai abdi dalem keraton, kini populer kembali lewat serial Gadis Kretek.
Saat ini, kebaya janggan masih pakai oleh para abdi dalem Keraton Yogyakarta, dan nama kebayanya juga disebut dengan Estri Punakawan.
“Bahkan, kebaya ini juga menjadi salah satu pakaian resmi di keraton, dan bisa dipakai oleh semua abdi dalem keraton karena tidak melambangkan pangkat atau tugas khusus,” tulis buku “Kebaya Kaya Gaya, Selaras Mengikuti Zaman” (2024).
Selain itu, model kebaya janggan juga bisa dipakai pada acara ataupun hajatan tertentu yang termasuk dalam upacara besar di keraton, seperti hajad dalem dan caos bekti.
Hajad dalem adalah sungkeman keraton saat Hari Raya Idul Fitri, sedangkan caos bekti adalah tanda penghormatan kepada raja atau ngabekten.
Pengecualian saat pakai kebaya janggan
Meskipun kebaya janggan boleh dipakai oleh para abdi dalem, tetap ada pengecualian pada dua acara tersebut.
“Abdi dalem keparak yang masih berpangkat magang dan jajar belum boleh mengenakan kebaya janggan karena mereka hanya duduk sowan bekti, dan tidak melakukan sungkem pada Ngarsa Dalem (sultan),” tulis buku “Kebaya Kaya Gaya, Selaras Mengikuti Zaman” (2024).
Adapun abdi dalem keparak adalah pegawai keraton yang mempertahankan adat istiadat dan kebudayaan yang ada di Keraton Yogyakarta.
Kebaya janggan harus dipadukan dengan jarik?
Kenali kebaya janggan untuk Hari Kebaya Nasional 2025. Dulu kebaya janggan dipakai abdi dalem keraton, kini populer kembali lewat serial Gadis Kretek.
Dalam penggunaannya, kebaya janggan harus dipadukan dengan jarik atau kain batik panjang. Kain dililitkan dari kiri ke kanan, atau bagian kanan di dalam.
Ujung kain harus dibentuk wiru dengan jumlah lipatan ganjil, misalnya lima, tujuh, atau sembilan, dan lipatan disesuaikan dengan bentuk tubuh.
“Motif kain yang digunakan juga tidak boleh sembarangan. Motif di setiap pakaian orang-orang di keraton disesuaikan dengan status atau pangkat yang diemban,” tutur buku “Kebaya Kaya Gaya, Selaras Mengikuti Zaman” (2024).
Kebaya janggan menjadi bukti bahwa warisan budaya tetap relevan dan menawan hingga saat ini. Dengan desain khas berkerah tinggi dan berwarna gelap, kebaya ini tak hanya kaya makna tetapi juga cocok dikenakan saat momen istimewa, seperti Hari Kebaya Nasional.